Kamis, 25 Februari 2016

ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) DALAM PERSPEKTIF ISLAM (DHARA NATASYA RAKHMAT)

ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Oleh :
DHARA NATASYA RAKHMAT
 21150700000023


BAB I
1.1.  Pendahuluan
Secara bahasa Hablumminallah itu adalah hubungan dengan Allah, dan Hablumminannas adalah hubungan dengan manusia. Hubungan vertikal manusia dengan Allah S.W.T (Hablumminallah) dan hubungan horizontal antar manusia (Hablumminannas) diharapkan dapat berjalan secara seimbang dan berkesinambungan.
Karyawan yang menjaga hubungan antar manusianya dengan baik, cenderung memiliki Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang baik pula. OCB adalah perilaku positif dalam dunia kerja yang membuat seseorang sanggup melakukan pekerjaan di luar pekerjaan formalnya tanpa mengharapkan reward dari organisasi. Hal ini diwujudkan melalui semangat untuk membantu rekan kerja dan mengusahakan pencapaian organisasi dengan bekerja sama mewujudkan tujuan kelompoknya, dan sangat relevan dengan perilaku ikhlas Lillahi Ta’ala dalam bekerja tanpa mengharapkan reward dari organisasi. Dalam sebuah hadist yang disampaikan oleh sahabat Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahua’laihi wasallam bersabda:
إنما الأ عمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى
“Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya dan seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan” (HR Bukhari & Muslim)
Mujib (2012) menyatakan bahwa Islam tidak menghendaki keterpisahan antara ilmu dan sistem nilai seperti yang terjadi di Barat. Membumikan karakter Islam akan memberi implikasi positif bagi kehidupan manusia, karena sifatnya jalb al-mashalih (menarik yang baik) dan dar’u al-mafasid (menolak yang merusak). Hal ini didukung oleh Huda (2011) bahwa ilmu adalah fungsionalisasi ajaran wahyu, yang merupakan hasil dialog antara ilmuwan dengan realitas yang diarahkan perkembangannya oleh wahyu al-Qur’an. Oleh karena itu, seorang individu muslim, dalam menjalankan interaksi dengan sesama di dunia kerja, diharapkan dapat menerapkan nilai filosofis digali dari sumber Islam itu sendiri, dengan teknik-operasional yang merujuk langsung dari teori-teori psikologi yang sudah ada.
Sesuai penjelasan di atas, maka dapat kita lihat bagaimana implementasi nilai-nilai keislaman dapat diterapkan pada hubungan antar manusia dalam konteks Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang perlu dibudayakan dalam organisasi.
1.2.  Tujuan
Sesuai penjelasan di atas, maka makalah ini disusun untuk melihat bagaimana implementasi nilai-nilai keislaman dapat diterapkan pada hubungan antar manusia dalam konteks Organizational Citizenship Behavior (OCB).
1.3.  Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh Hablumminannas yang dapat diterapkan karyawan, khususnya seorang muslim/muslimah pada konsep Organizational Citizenship Behavior (OCB).
1.4.  Definisi Operasional
Hubungan dengan sesama manusia (Hablumminannas) berkaitan langsung dengan akhlak manusia. Betapa pentingnya permasalahan akhlak ini hingga Allah S.W.T mengutus seorang Rasul untuk menyempurnakan akhlak manusia serta menjadi memberi contoh langsung dan nyata kepada para pengikutnya mengenai panutan akhlak mulia:
كان احسن الناس خلقا
“Nabi S.A.W. adalah manusia dengan akhlak yang terbaik”. (HR: Muslim dan Abu Dawud).
OCB juga merupakan perilaku dan sikap yang menguntungkan organisasi yang tidak dapat tumbuh melalui tugas formal maupun kompensasi (Organ, 1988).
1.5.  Tujuan Penulisan
1.5.1. Tujuan umum
   Untuk memberikan gambaran dan pemahaman yang jelas mengenai Hablumminannas diterapkan pada konsep Organizational Citizenship Behavior (OCB)
i.                   Tujuan Khusus
a.                             Pengertian Hablumminannas.
b.      Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB).
c.       Organizational Citizenship Behavior (OCB) dalam perspektif Islam.
d.      Dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB) dalam perspektif Islam.
1.6.  Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam menambah wawasan serta sebagai salah satu rujukan untuk memahami lebih lanjut sisi tema yang sama dalam konteks Hablumminannas diterapkan pada konsep Organizational Citizenship Behavior (OCB).
  

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.       HABLUMMINALLAH dan HABLUMMINANNAS
2.1.1. Pengertian Hablumminallah dan Hablumminannas
Menurut Prof. Dr. Hamka, urusan pergaulan atau hubungan dapat dibagi menjadi dua, yaitu Hablumminallah (hubungan dengan Allah), dan Hablumminannas (hubungan dengan manusia). Kedua hal ini harus berjalan beriringan, dan diperhatikan secara seimbang jika ingin baik hidupnya.
Hablumminallah menyinggung mengenai permasalahan tauhid (mengesakan Tuhan), artinya hanya Allah saja yang Maha Kuasa atas segala hal. Hubungan ini memberikan pemahaman dan keyakinan bahwa semua yang terjadi adalah atas ijin Allah, dan segala amal ibadah yang dilakukan karena ikhlas mengharap ridho-Nya. Sementara itu, Hablumminannas memberikan pemahaman bahwa dalam hubungan dengan sesama manusia harus menjunjung tinggi keadilan. Setiap orang harus mematuhi hak dan kewajiban terhadap sesamanya, sehingga akan tercapai pergaulan yang sempurna di dalam bermasyarakat dan berbangsa.
2.1.2. Dalil-dalil Hablumminallah dan Hablumminannas
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mampu untuk hidup sendiri. Pada praktiknya, kehidupan manusia tidak hanya bergantung pada masalah urusan sosialnya saja. Akan tetapi, ada sebuah kebutuhan dasar yang dirasakan dalam hidupnya, yaitu interaksinya dengan tuhannya (Hablumminallah). Hubungan vertikal manusia dengan Allah S.W.T (Hablumminallah) dan hubungan horizontal antar manusia (Hablumminannas) diharapkan dapat berjalan secara seimbang dan berkesinambungan.
Ketergantungan manusia pada Allah S.W.T, secara sadar melahirkan kepatuhan dan rasa tanggung jawab untuk mengabdi dan beribadah pada Allah S.W.T, sebagaimana tercantum pada ayat berikut ini:
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
(Q.S.Az-Zariyat, 51: 56)
Ayat mengenai Hablumminannas banyak disebutkan di dalam Al-Quran. Hal ini menyiratkan betapa pentingnya menjaga hubungan yang baik diantara sesama manusia. Pada awalnya, manusia diciptakan secara berpasangan, bahkan dalam sejarah tercatat bahwa adam diturunkan ke bumi pun bersama hawa. Dengan perkembangan zaman, manusia kemudian berinteraksi dan membentuk kelompoknya sendiri. Allah S.W.T dengan tegas menyatakan bahwa:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. Al-Hujurat, 49 : 13)

 (Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat. (Q.S. Asy-Syura, 42: 11)

Ayat di atas ditafsirkan sebagai pijakan pendapat bahwa sejak awal penciptaan manusia tidak dapat hidup sendiri, dan secara naluriah hidup secara berkelompok dengan tujuan dan kepentingan tertentu. Lebih jauh lagi, keberadaan manusia dianggap sebagai pengganti kaum yang telah musnah yang pada sebagiannya diberi kemampuan untuk memimpin manusia yang lainnya (khalifah).
Hubungan dengan sesama manusia (Hablumminannas) berkaitan langsung dengan akhlak manusia. Betapa pentingnya permasalahan akhlak ini hingga Allah S.W.T mengutus seorang Rasul untuk menyempurnakan akhlak manusia serta menjadi memberi contoh langsung dan nyata kepada para pengikutnya mengenai panutan akhlak mulia:
 “Nabi S.A.W. adalah manusia dengan akhlak yang terbaik”. (HR: Muslim dan Abu Dawud).

”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang sholeh”.
(HR: Bukhari dalam shahih Bukhari kitab adab, Baihaqi dalam kitab syu’bil Iman dan Hakim).

Rasulullah S.A.W juga bersabda: “Bukanlah termasuk golongan kami siapa saja yang tidak menghormati orang yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda dan mengenal hak orang ‘alim kita.” (HR Ahmad dan Hakim, dihasankan oleh Al-Albani di dalam Shahihul Jami’ no. 4319)
2.2.       ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB)
2.2.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Dalam dunia kerja, seringkali individu dihadapkan pada realita bahwa ia harus bekerja di luar tugas utamanya. Tempat kerja yang merupakan wadah bagi kesatuan kelompok kecil dari masyarakat menuntut anggotanya untuk saling berkomunikasi agar memperoleh hubungan yang baik. Menurut Hofstede (1991), Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai nilai kolektivistik tinggi dimana kepentingan kelompok berada di atas kepentingan individu, sehingga dapat dikatakan sistem tim kerja berkembang dengan baik di Indonesia.
Kemampuan interpersonal seperti di atas sangat diperlukan agar seseorang dapat diterima di lingkungannya untuk saling memberikan timbal balik yang positif di antara individu, baik itu yang berhubungan langsung dengan pekerjaan, ataupun seputar kehidupan sosial secara personal atau yang disebut sebagai perilaku extra role. Perilaku extra-role adalah perilaku dalam bekerja yang tidak tercantum dalam deskripsi kerja formal namun sangat dihargai jika ditampilkan karena akan meningkatkan efektivitas dan kelangsungan hidup organisasi (Katz, 1964). Perilaku ini juga dikenal dengan istilah Organizational Citizenship Behavior (OCB), dan orang yang menampilkan perilaku OCB disebut sebagai karyawan yang baik (good citizen).
OCB adalah perilaku positif tanpa syarat yang ditunjukan oleh individu diluar tanggung jawab pekerjaannya dengan membantu orang lain untuk bersama mencapai tujuan organisasi (Bateman & Organ, 1983). Misalnya membantu rekan kerja meringankan beban kerja mereka, atau membantu menyelesaikan permasalahan ketika ia tidak masuk kerja tanpa mengharap imbalan apapun. OCB juga merupakan perilaku dan sikap yang menguntungkan organisasi yang tidak dapat tumbuh melalui tugas formal maupun kompensasi Organ (1988).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan :
1.      Perilaku yang bersifat sukarela, dan tidak ada paksaan dalam mengedepankan kepentingan organisasi.
2.      Perilaku individu yang tidak saja berkaitan dengan tugas formal tetapi juga di luar tugas formal.
3.      Tidak berkaitan secara langsung dan terang-terangan dengan sistem reward yang formal.
2.2.2. Dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Dimensi pada OCB berdasarkan Organ, Podsakoff, dan Mackenzie (2006) adalah:
1.        Altruism
Altruism adalah perilaku karyawan untuk membantu ataupun menolong rekan kerjanya yang mengalami kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi tanpa memikirkan keuntungan pribadi.
2.      Courtesy
Memperhatikan dan menghormati orang lain, juga sifat menjaga hubungan baik dengan rekan kerja agar terhindar dari masalah interpersonal, atau membuat langkah-langkah untuk meredakan atau mengurangi suatu masalah.
3.        Conscientiousness
Perilaku yang menunjukkan sebuah usaha agar melebihi harapan dari organisasi. Perilaku sukarela atau yang bukan merupakan kewajiban dari seorang karyawan.
4.        Sportsmanship
Menekankan pada aspek-aspek perilaku positif terhadap keadaan yang kurang ideal dalam organisasi tanpa menyampaikan keberatan, seperti tidak suka protes, tidak suka mengeluh walaupun berada dalam situasi yang kurang nyaman, dan tidak membesar-besarkan masalah yang kecil.
5.      Civic Virtue
Karyawan berpartisipasi aktif dalam memikirkan kehidupan organisasi atau perilaku yang menunjukkan tanggung jawab pada kehidupan organisasi untuk meningkatkan kualitas pekerjaaan yang ditekuni. Contoh perilakunya adalah ketika karyawan mau terlibat dalam permasalahan yang ada di organisasi dan tetap up to date dalam perkembangan organisasi. Karyawan yang bertindak secara proaktif untuk mencegah situasi negatif yang dapat mempengaruhi organisasi maka dapat dikatakan menampilkan civic virtue.
6.        Cheerleading
Karyawan terlibat atau mengikuti perayaan prestasi dari rekan kerjanya (rendah hati). Dampaknya yaitu untuk memberikan penguatan positif bagi kontribusi positif, yang pada gilirannya akan membuat kontribusi tersebut lebih mungkin terjadi di masa depan.
7.        Peacemaking
Karyawan menyadari adanya masalah atau konflik yang akan memunculkan perselisihan antara dua atau lebih partisipan. Seorang peacemaker akan masuk kedalam permasalahan, memberikan kesempatan pada orang yang sedang memiliki masalah untuk berpikir jernih, dan membantu mencari solusi dari permasalahan.
Organ; Podsakoff; dan Mackenzie (2006), berpendapat bahwa dimensi altruism, courtesy, cheerleading, dan peacemaking dapat digabung menjadi satu dimensi yaitu dimensi helping behavior karena berkaitan dengan perilaku menolong orang lain dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada serta menyangkut pekerjaan di organisasi. Oleh karena itu maka pengukuran OCB dapat dilakukan dengan menggunakan empat dimensi saja yaitu helping behavior, conscientiousness, sportsmanship, dan civic virtue.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior (OCB) diantaranya:
1.        Kepuasan Kerja
Seorang karyawan yang merasa puas terhadap pekerjaan serta komitmennya kepada organisasi tempatnya bekerja akan cenderung menunjukkan performa kerja yang lebih baik dibandingkan karyawan yang merasa tidak puas terhadap pekerjaan dan organisasinya. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada korelasi yang negatif antara OCB dengan perilaku counter productive karyawan (Robbins & Judge, 2007). OCB hanya dapat dicapai jika didukung oleh kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan selama bekerja dalam organisasi. Dennis Organ sebagai tokoh penting yang mengemukakan OCB, menyatakan bahwa karyawan yang merasa puas akan membalas kenyamanan bekerja yang dirasakannya kepada organisasi yang telah memperlakukan dirinya dengan baik dan memenuhi kebutuhannya selama ini dengan cara melaksanakan tugasnya secara ekstra melebihi standar yang ada. Hal ini ditunjukkan dengan kesediaan karyawan dalam berbagai bentuk perilaku OCB secara sukarela demi kemajuan perusahaannya (George & Jones, 2002).
Melalui sejumlah riset, OCB diyakini dan terbukti dapat memberikan manfaat yang besar terhadap organisasi, diantaranya adalah berikut ini, yaitu (Organ ,dkk, 2006):
2.        OCB juga mampu meningkatkan produktivitas manajer
3.        OCB dapat menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan
4.        OCB menjadi sarana yang efektif untuk mengkordinasi kegiatan tim kerja secara efektif
5.        OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk merekrut dan mempertahankan karyawan dengan kualitas performa yang baik
6.        OCB dapat mempertahankan stabilitas kinerja organisasi
7.        OCB membantu kemampuan organisasi untuk bertahan dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan.
2.3.  ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) dalam Perspektif ISLAM
Dalam pendidikan Islam, seluruh sendi kehidupan seorang muslim akan bernilai ibadah jika diniatkan demikian. Mulai dari permasalahan ritual ibadah secara personal, hingga pendidikan dan politik sudah diberikan tuntunannya. Termasuk juga mengenai hubungan dengan sesama manusia (Hablumminannas). Rasulullah S.A.W merupakan teladan yang diutus Allah S.W.T untuk menyempurnakan akhlak manusia, sehingga terbentuk manusia-manusia unggulan yang siap untuk mewujudkan Islam menjadi sebuah agama yang Rahmatan lil Aalamin. Manusia yang telah mengikrarkan dirinya menjadi seorang muslim dengan bersyahadat, dituntut untuk mengamalkan apa yang Beliau lakukan dan wajibkan. Hal tersebut melingkupi dunia profesional. Rasulullah S.A.W mengajarkan bagaimana menjalankan perannya dalam dunia politik, memimpin orang lain, bahkan hubungan antar sesama manusia. Dalam dunia kerja, hubungan antar sesama manusia merupakan satu hal utama yang mendukung efektivitas pencapaian tujuan organisasi, terutama dalam perspektif Organizational Citizenship Behavior (OCB) dalam teori modern ini sesuai dengan nilai diajarkan dalam Islam yaitu Hablumminallah dan Hablumminannas yang didalamnya terdapat nilai keikhlasan. yang diajarkan ini sesuai dari teori perilaku citizenship (OCB). Organisasi yang memiliki karyawan dengan OCB yang baik akan mendapatkan karyawan dapat diandalkan baik itu dalam profesionalisme kerja ataupun sebagai individu. Mereka tidak hanya mampu bekerja ekstra tanpa pamrih, namun juga mampu menjaga interaksi dan kerja sama tim dengan rekan kerjanya.
Menurut Syeh Ruwaim Ikhlas adalah mengerjakan suatu perkara tanpa mengharapkan imbalan apapun baik didunia maupun akhirat (al-Ghazali, dalam Diana 2012). Al-Sadid juga (dalam Diana 2012) menjelaskan bahwa seorang yang beramal murni atas keikhlasan yang sempurna karena Allah SWT, jika dia mengambil imbalan yang dianggap muqobalah atau Ju’lu (Imbalan) sebagai sarana dalam pekerjaan dan agamanya, atau mendapatkan bagian dari harta rampasan (Ghonimah) bagi para prajurit muslim yang berperang atau dari imbalan merawat dan menjaga harta yang diwakafkan untuk masjid, madrasah dan Instansi-instansi Islam lainnya, maka hal ini diperbolehkan tanpa mengurangi keihlasan, iman dan tauhid orang-orang tersebut (Soleh bin Aziz, 2003 dalam Diana 2012).
Seseorang berperilaku OCB semata-mata ingin mendapatkan ridha Allah. Perilaku saling menolong, berkomunikasi dengan baik, bekerjasama dan berpartisipasi muncul atas kesadaran berlomba-lomba dalam kebaikan dan balasan yang besar dari Allah SWT. Bahkan Nabi pernah menyatakan perbuatan yang lebih mulia dari jihad:
Nabi bersabda : Amal apakah di hari ini yang paling mulia? Mereka menjawab “jihad”, Nabi bersabda, “bukan jihad” tetapi seseorang yang keluar dengan mengorbankan diri dan hartanya dengan tanpa mengharapkan imbalan apapun.
Dari hadits tersebut dapat dipahami bahwa pengorbanan jiwa, atau harta demi tanpa mengharapkan imbalan atau reward apapun, nilainya lebih mulia dari berjihad atau perang di jalan Allah. Padahal jihad merupakan perbuatan yang paling mulia yang setara dengan keimanan itu sendiri, dan haji yang mabrur (H.R. Bukhari: 25). Hadits tersebut di atas dapat dijadikan landasan bagi seorang muslim/muslimah dalam mengamalkan perilaku citizenship. Dengan demikian motif seorang muslim melakukan OCB adalah karena niat ikhlas mencari Ridha Allah SWT semata. Demikian pula di dalam organisasi, seseorang melakukan OCB bukan hanya karena menginginkan reward saja, tetapi dengan tujuan mendapat keuntungan di akhirat atau balasan dari Allah SWT. Karena, jika hanya menginginkan keuntungan dunia saja, maka Allah SWT hanya akan memberinya sebagian keuntungan dunia, sedangkan jika mengharapkan keuntungan akhirat maka Allah SWT menjanjikan kebaikan yang berlipat ganda. Ini tercantum dalam al-Quran:

Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.(QS. Al-Syuraa,42:20).

Ayat tersebut di atas menganjurkan agar seorang muslim dalam berbuat kebaikan kepada orang lain hendaknya mengharap imbalan akhirat. Allah SWT akan mencatat setiap perbuatan yang dilakukan hambanya sekecil apapun. Setiap kebaikan akan dibalas dengan kebaikan. Sepanjang ajaran ini diingat oleh setiap muslim, maka seorang muslim/muslimah akan selalu melakukan OCB, karena inti dari OCB adalah kebaikan yang dilakukan menyangkut hubungan dengan sesama yang harus disertai dengan niat ikhlas karena mengejar ridho Allah, dan hal ini sangat selaras dengan ajaran Islam (Diana, 2012).
2.4.       Dimensi-dimensi ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) dalam Perspektif ISLAM
Jika tuntunan mengenai Hablumminallah dan Hablumminannas dihubungkan dengan dimensi yang terdapat pada teori Organizational Citizenship Behavior (OCB), maka perusahaan akan memperoleh manfaat sebagai berikut:
1.        Helping behavior (Taawun)
Di dalam Al-Quran dan Hadits anjuran untuk saling tolong menolong disebutkan beberapa kali. Diantaranya adalah:
Hai orang- orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi`ar- syiar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan- bulan haram, jangan (mengganggu) binatang- binatang had-ya, dan binatang- binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang- orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keridaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali- kali kebencian (mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang- halangi kamu dari Masjidil haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong- menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong- menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Al – Maidah, 5: 2)
Ayat di atas menganjurkan seorang muslim untuk dapat membantu sesamanya. Terutama jika pertolongan itu ditujukan bagi kebaikan. Bahkan Nabi S.A.W bersabda bahwa Allah akan menolong siapa pun yang meringankan beban saudaranya.
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali( agama )Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu ( masa Jahiliah ) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang- orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat- ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Ali Imran: 103)

“Sesungguhnya Allah akan menolong seorang hamba-Nya selama  hamba itu menolong orang yang lain“.
(Hadits muslim, abu daud dan tirmidzi)

Dalam konteks pekerjaan, setiap individu yang memiliki OCB yang baik akan mengamalkan perilaku seperti yang dianjurkan dalam ayat di atas. Ia melakukannya tanpa mengharapkan penghargaan apapun dari orang yang dibantu ataupun dari organisasi. Karena semua tindakan yang ia lakukan atas dasar niat lillahita’ala.

2.        Conscientiousness (Mujahadah)
Karyawan yang memiliki OCB yang baik bersedia melakukan pekerjaan ekstra diluar tanggung jawabnya. Ia bersedia bekerja lembur demi membantu tercapainya tujuan organisasi. Dalam islam, setiap muslim dituntut untuk mengusahakan yang terbaik.
Rasulullah bersabda: “sesungguhnya setiap perbuatan tergantung pada keteguhan niatnya, barang siapa yang hijrah karena Allah dan Rasulnya maka hijrahnya adalah Allah dan Rasulnya, barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya tergantung pada niatnya”. (HR. Bukhari: 916).
Hadits tersebut menerangkan bahwa dalam melakukan sesuatu harus didasari niat yang teguh dan sungguh-sungguh, meskipun dengan pengorbanan waktu, tenaga dan harta. Karena yang demikian tersebut dipandang sebagai perbuatan yang lebih mulia dari jihad6.
3.        Sportsmanship (Sportif)
Sportif diartikan sebagai kemauan mempertahankan sikap positif ketika sesuatu tidak sesuai, tidak sakit hati ketika orang lain tidak mengikuti sarannya, mau mengorbankan kepentingan pribadi demi organisasi dan tidak menolak ide orang lain. Al-Quran menganjurkan untuk saling menasihati satu sama lain, dan mengingatkan jika terjadi kesalahan atau kealpaan sebagai manusia (Q.S.al-Ashr:13)
Rasulullah bersabda: “aku diutus untuk menegakkan sholat, mengeluarkan zakat dan saling menasihati sesama saudara sesama muslim”. (HR.Bukhari)
Hadits di atas menganjurkan perbuatan saling menasihati dengan perintah solat dan zakat. Begitu pentingnya perilaku ini, sehingga Jarir bin Abdillah mempunyai komitmen besar kepada nabi untuk melaksanakan solat, mengeluarkan zakat dan menasihati kepada setiap muslim. Menasihati dalam hadits tersebut dapat diartikan memberikan masukan demi kebaikan orang lain ataupun organisasi.
Nabi juga menyarankan saling mempermudah, saling memberi masukan, dan tidak marah atau emosi ada sesuatu yang sesuai dengan harapan. Hal ini dapat diartikan bahwa seseorang tidak boleh mengedepankan emosinya dalam bergaul atau berperilaku, tetapi harus positif, saling menghargai dan memberikan jalan buat orang lain. Seperti pada hadist berikut ini:
Nabi bersabda: “ajarkanlah, permudahlah, jangan mempersulit orang lain, ketika salah satu di antara kamu marah, maka kamu diamlah”. (HR.Ahmad)
Perilaku positif lainnya terkait sportsmanship adalah keterbukaan dan kejujuran, yang mana kejujuran merupakan kata kunci kebahagiaan seorang yang abadi, yaitu surga.
Nabi bersabda; “kejujuran mendatangkan kebaikan, kebaikan menunjukkan ke surga, maka hendaknya seseorang berbuat jujur hingga menjadi orang yang jujur. Kebohongan menunjukkan kejelekan, kejelekan menunjukkan ke neraka, orang yang berbohong ditulis oleh Allah sebagai pembohong”. (HR.Bukhori)
4.        Civic virtue
Setiap muslim harus peduli orang lain dan juga mendatangi setiap ada undangan pertemuan ilmiah atau rapat. Ini sebagai bentuk kecintaan terhadap organisasi. Seperti pada hadist di bawah ini:
Nabi memerintahkan 7 hal dan juga melarang 7 hal, yaitu sambang orang sakit, merawat jenazah, mendoakan orang yang bersin, menjawab salam, menolong orang yang teraniaya, memenuhi undangan, menepati janji (HR. Bukhari).
Dari hadits tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa empati atau peduli orang lain merupakan karakter seorang muslim, mulai dari hal terkecil seperti mendoakan orang yang bersin, sampai pada hal besar seperti memenuhi undangan apapun dan oleh siapapun baik mahasiswa, masyarakat khususnya pertemuan-pertemuan penting organisasi, juga seperti menepati janji yang hal ini dapat kita artikan dengan disiplin waktu.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1.       KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai keislaman terkait Hablumminannas yang dicontohkan oleh Rasulullah S.A.W apabila diaplikasikan dalam hubungan sesama manusia pada kehidupan profesional melalui konteks Organizational Citizenship Behavior (OCB) akan mendukung efektivitas pencapaian tujuan organisasi karena karyawan tidak hanya mampu bekerja ekstra tanpa pamrih, namun juga mampu menjaga interaksi dan kerja sama tim dengan rekan kerjanya.
3.2.       SARAN
Setiap manusia sebaiknya berusaha menjaga hubungan baik dengan sesama manusia. Agar menjadi nilai ibadah bagi umat muslim, maka harus diniatkan sebagai ibadah. Sehingga, sekecil apapun hal yang dilakukan memiliki nilai di hadapan Allah S.W.T.



DAFTAR PUSTAKA

Debora., E.P & Ali, N.L.S. Pengaruh Kepribadian dan Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizenzhip Behavior

Hamka. Lembaga Hidup. Republika. Edisi XII. 2015

Herminingsih Spiritualitas dan Kepuasan Kerja Sebagai Faktor Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Ilfi., N.D. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Dalam Islam. Jurnal Ilmu Ekonomi dan Sosial, Jilid 1, Nomor 2, November 2012


Huda. M.S MF. Psikologi Alternatif (Islami): Menemukan dan Merumuskan Khazanah Intelektual Islami

Prabowo, Arief Tri. Pengaruh Religiusitas Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) Pada Guru Muslim



KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DALAM ISLAM (YULIA)

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DALAM ISLAM
Oleh :
YULIA
21150700000014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Islam merupakan agama kehidupan dan agama yang mendorong umatnya untuk berkarya. Islam menganjurkan manusia untuk beramal dan melarang mereka bermalas – malasan (Najati, 2000). Sebagaimana Allah berfirman yang artinya; “Apabila telah ditunaikan sembahnyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak – banyak supaya kamu beruntung” (QS. Al Jumu’ah (62): 10). “Dan katakanlah, Bekerjalah kamu maka Allah akan melihat perlakuanmu, begitu juga Rasul – nya, dan orang – orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan – nya kepadamu apa yang telah kamu lakukan” QS. at Tawbah (106): 9.
Rasulullah SAW telah menganjurkan para sahabatnya untuk mengerjakan secara sempurna setiap aktivitas yang dia kerjakan. Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhaa bahwa Rasulullah SAW bersabda,
Sesungguhnya Allah menyukai salah seorang di antara kalian jika mengerjakan sebuah perbuatan, maka dia menyempurnakannya” (HR. al Baihaqi dan ath Thabarani).
Setiap manusia bekerja tentunya menginginkan keberhasilan dan memenuhi tujuan perusahaan, tidak terlepas dari risiko pekerjaan yang perlu diperhatikan. Berdasarkan data monitoring kecelakaan kerja di PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk plant site Cirebon pada tahun 2008 terdapat 14 kecelakaan kerja (ITP Safety Dept 2009 dalam Rizwan, 2009). Dari jumlah kasus yang terjadi, penyebab kecelakaan yang paling dominan menurut hasil penelitian Indaryanti (2008) dengan sampel sebanyak 251 orang didapatkan bahwa kecelakaan di PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk plant site Cirebon disebabkan oleh unsafe act sebanyak 65,38% dan yang disebabkan oleh unsafe condition sebanyak 34,62%.
Perbuatan apapun yang dikerjakan seseorang, menyempurnakan pekerjaannya, kesuksesannya dalam beraktifitas, mengaktualisasikan dirinya pada prestasi, dan upayanya dalam mencari kebutuhan dirinya sendiri maupun kebutuhan keluarganya, begitu juga dengan peran sertanya dalam kegiatan masyarakat, maka semua itu akan menambah kepercayaan dirinya. Bukan hanya itu, semua perbuatan tersebut juga menyebabkannya ridha terhadap ketentuan Allah. Keikhlasan dalam bekerja menghindarkan diri dari penyebab kelalaian dan bahaya kerja.
1.2  Rumusan Masalah
  1. Apa Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Islam?
  2. Apa Hal – hal yang Mempengaruhi Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Islam?
  3. Bagaimana ergonomi dalam Aktivitas di Tempat Kerja?
  4. Manfaat Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Islam?
1.3  Tujuan
Untuk memberikan penjelasan, bahwasannya penting membahas kesehatan dan keselamatan kerja yang di bangun dalam konsep Islam.
  
BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Islam
Setiap manusia memiliki kebutuhan hidup yang sering kita dengar yaitu kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Untuk itu, upaya memenuhi mereka harus bekerja dan telah dianjurkan pula dalam Islam untuk bekerja. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah menyukai orang mukmin yang bekerja” (HR. ath Thabarani dan Ibnu ‘Adi). Rasulullah pun menganjurkan mereka untuk memperhatikan kesehatan dan kekuatan fisiknya sehingga mereka akan mampu mengemban tanggung jawab. Diriwayatkan pula dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada orang mukmin yang lemah” (HR. Muslim). Di mana Rasulullah SAW berdo’a kepada Allah SWT untuk memohon kesehatan. Di antara kalimat do’a yang diucapkan oleh Rasulullah SAW adalah; “Ya Allah, berikanlah kesehatan pada badanku, berikanlah kesehatan pada pendengaranku, dan berikanlah kesehatan pada penglihatanku. Tidak ada Tuhan kecuali Engkau” (HR. Abu Dawud dan an Nasa’i).
Seperti pepatah kuno mengatakan ‘‘Akal yang sehat terdapat pada badan yang sehat pula’. Menurut Kuswana (2014) kesehatan kerja adalah suatu keadaan seorang pekerja yang terbebas dari gangguan fisik dan mental sebagai akibat pengaruh interaksi pekerjaan dan tempat kerjanya. Dan keselamatan kerja memiliki makna sebagai; mengendalikan kerugian dari kecelakaan dan kemampuan untuk mengidentifikasi, mengurangi serta mengendalikan risiko yang tidak bisa di terima. Keselamatan kerja adalah kemerdekaan atas resiko celaka yang tidak bisa diterima (OHSAS 18002: 2000).
Untuk itu dalam suatu usaha, si pekerja berusaha menyelesaikan pekerjaannya dengan baik sesuai prosedur, mengikuti tata tertib yang di buat perusahaan dan pemilik usaha menyediakan kebutuhan yang diperlukan dan dibutuhkan pekerja dengan baik, yang dalam hal ini tersedia perlengkapan perlindungan diri kesehatan dan keselamatan pekerja di tempat kerja. Hal ini juga telah disampaikan oleh Allah SWT dalam al Qu’an surat al Baqarah ayat 195 yang artinya; “Dan belanjakanlah harta bendamu di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah, menyukai orang-orang yang berbuat baik.

2.2  Hal – hal yang Mempengaruhi Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Islam
Dalam bukunya Ridley (2004) mengenai hal – hal yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja, yaitu; (1). Perlindungan dari bahaya – bahaya yang dipersyaratkan oleh The Control of Subtances Hazardous to Health Regulations 2002, penyebab bahaya di tempat kerja terhadap kesehatan, sebagai berikut;

Tabel 2.1
Material
Reaksi tubuh
Debu
Jika terhirup, mempengaruhi paru – paru sehingga menyebabkan pneumoconiosis (radang paru – paru).
Alat kerja yang bergetar
·        Menyebabkan  luka – luka di tangan dan lengan.
·        Menyebabkan penyempitan pembuluh darah di tangan, diawali dengan jari – jari memucat dan mengalami mati rasa.
Kebisingan
·        Pengaruh utamanya adalah kehilangan pendengaran.
·        Kebisingan yang berlebihan dapat menyebabkan kepenatan dan disorientasi.
Panas dan lembab
·        Kejang.
·        Kelelahan.
Kegiatan repetitip
Aksi kuat yang dilakukan berulang – ulang pada tubuh bagian atas dapat menyebabkan: tenosinovitis, sindrom tulang pergelangan tangan, kram jemari.
Tekanan / stres
Reaksi psikologis terhadap faktor – faktor yang berada di luar kendali manusia, seperti:
·        Tuntutan pekerjaan berada di atas atau di bawah kemampuan.
·        Lingkugan kerja.
·        Hubungan dengan sesama pekerja atau organisasi.

Dari salah satu bahaya di atas di jelaskan bahwa, debu sering dijadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk menunjukkan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. Partikel debu akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang – layang di udara kemudian masuk ke dalam tubuh menusia melalui pernapasan. Silikosis adalah penyakit dari golongan penyakit Pneumokoniosis. Penyebabnya adalah silica bebas yang terdapat dalam debu yang di hirup waktu bernapas dan di timbun dalam paru – paru dengan masa inkubasi 2 – 4 tahun. Pekerja yang sering terkena penyakit ini umumnya yang bekerja di perusahaan yang menghasilkan batu – batu untuk bangunan, seperti granit, keramik, tambang timah putih, tambang besi, tambang batu bara, dan sebagainya. Gejala penyakit ini dapat dibedakan tingkat ringan, sedang, berat. Pada tingkat ringan ditandai dengan batuk kering, pengembangan paru – paru. Pada tingkat sedang terjadi sesak napas (bronchial), ronchi terdapat basis paru – paru. Pada tingkat berat terjadi sesak napas mengakibatkan cacat total, hipertropi jantung kanan, kegagalan jantung kanan (Kuswana, 2014). Sebagaimana telah disebutkan oleh Ibnu Atsir dalam kitab an Nihayah,Hindarilah debu, karena darinya-lah timbulnya penyakit asma.
Kemudian disampaikan pula oleh Ibnu Sa’ad dalam Thabaqat al Kubra VIII/198, meriwayatkan bahwa Abdullah bin Shaleh al Mashari berkata; ”Suatu saat datanglah Amr bin al Ash sedangkan Ibnu Sindir telah bersama sekelompok orang. Tiba – tiba orang yang bergerombol bermain – main menebarkan debu ke udara. Amr kemudian mengeluarkan imamah (surban) nya seraya menutupi hidungnya dan berkata, hati – hatilah kalian terhadap debu karena itu merupakan suatu yang paling gampang masuknya dan paling sulit keluarnya. Bila debu telah masuk paru – paru, maka timbullah penyakit asma.
Kemudian, (2) peran manajemen untuk memenuhi memiliki komitmen untuk mengetahui isu – isu kesehatan dan keselamatan kerja, preventif dengan kondisi kerja sebelum pekerja mengerjakan pekerjaan yang dioperasionalkan, serta mendukung program pemerintah masalah kesehatan dan keselamatan kerja.
Kewajiban – kewajiban yang dilimpahkan kepada para pemilik usaha dalam Health and Safety at Work, etc. Act 1974 ialah sejauh dapat dipraktekkan secara nalar untuk:
a.       Membuat suatu tertib yang menjamin kesehatan dan keselamatan kerja.
b.      Menyediakan peralatan dan perlengkapan kerja yang aman,
c.       Mengimplementasikan sistem kerja yang aman.
d.      Memastikan penggunaan, penanganan, penyimpanan, dan pengiriman yang aman, baik barang – barang (perlengkapan) maupun substansinya (bahan kimia).
e.       Menjaga agar para pekerja dan pihak lain (kontraktor, tamu, dan lain – lain) yang berada di tapak kerja senantiasa memperoleh informasi tentang masalah – masalah dan tertib keselamatan dan kesehatan kerja.
f.       Menyediakan instruksi – instruksi dan pelatihan – pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja yang memadai.
g.      Memastikan penyeliaan dijalankan dengan benar dan kompeten.
h.      Menjaga tempat kerja selalu dalam kondisi baik.
i.        Memastikan lingkungan kerja tidak akan menimbulkan resiko bagi kesehatan.
j.        Menyediakan fasilitas kenyamanan yang memadai.
k.      Memiliki kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja tertulis untuk perusahaan jika jumlah pekerja lima orang atau lebih.
l.        Jika memiliki serikat pekerja, mengakui perwakilan yang di tunjuk oleh serikat pekerja untuk masalah kesehatan dan keselamatan kerja.
m.    Membahas masalah – masalah kesehatan dan keselamatan kerja dengan perwakilan dan pekerja.
n.      Membentuk komite kesehatan dan keselamatan kerja jika di minta oleh dua atau lebih perwakilan pekerja.
o.      Jika persilnya ditinggali digunakan bersama – sama, bekerjasama dengan perusahaan tetangga dalam masalah – masalah kesehatan dan keselamatan kerja.
p.      Tidak mengeluarkan uap dan debu yang beracun atau berbahaya.
q.      Tidak mengenakan biaya atas pemberian alat pelindung diri.
Kewajiban juga dibebankan kepada:
a.       Pekerja:
-          Menjaga diri sendiri dan orang lain dari pengaruh kegiatan – kegiatan atau kelalaian – kelalaian kerja.
-          Bekerjasama dengan pemilik usaha dalam mematuhi perundang – undangan yang berlaku.
b.      Setiap orang:
-          Tidak menggunaan tanpa izin atau menyalahgunakan barang – barang yang disediakan untuk memenuhi ketentuan perundang – undangan.
-          Melaporkan setiap situasi yang berbahaya kepada manajer lokal.
c.       Pemilik usaha:
-          Memelihara keamanan area – area umum di bawah pengendaliannya, misalnya pintu masuk, gang, tangga, lift, dan sebagainya.
-          Memastikan setiap tapak yang disediakan aman untuk digunakan.
d.      Pemasok perlengkapan dan substansi:
-          Melakukan pengujian terlebih dahulu untuk memastikan perlengkapan yang dibawanya aman.
-          Melakukan pengujian untuk menentukan karakteristik kimiawi substansi yang di pasok.
-          Melengkapi pemakai dengan; informasi tentang batasan dalam desainnya, petunjuk tertulis tentang pemakaian yang aman, rincian bahaya substansi – substansi yang dipasoknya dan tindakan pencegahan yang dilakukan.
Kewajiban pemilik usaha selanjutnya menurut Management of Health and Safety at Work Regulations 1999 dan Workplace (Health, Safety, and Welfare) Regulations 1992 adalah untuk:
a.       Membuat penilaian risiko.
b.      Mengintegrasikan kesehatan dan keselamatan kerja ke dalam sistem manajemen.
c.       Menyediakan pengawas kesehatan jika risikonya layak.
d.      Memiliki penasehat kesehatan dan keselamatan kerja yang cakap.
e.       Mengambil tindakan pencegahan – khusus terhadap wanita hamil, wanita menyusui, dan anak – anak jika dipekerjakan.
Selanjutnya (3). Alat pelindung diri, yang tercantum dalam Personal Protective Equipment at Work Regulations 1992, yaitu:
Pelindung diri yang efektif harus:
ü  Sesuai bahaya yang dihadapi
ü  Terbuat dari material yang akan tahan terhadap bahaya tersebut
ü  Cocok bagi orang yang akan menggunakannya
ü  Tidak mengganggu kerja operator yang sedang bertugas
ü  Memiliki konstruksi yang sangat kuat
ü  Tidak mengganggu pelindung diri lain yang sedang dipakai secara bersamaan
ü  Tidak meningkatkan resiko terhadap pemakainya
Contoh – contoh pelindung diri yang disediakan;
Tabel 2.4.2
Bagian Tubuh
Bahaya
Pelindung Diri
Kepala
Benda – benda yang jatuh
Helm keras

Ruang yang sempit
Helm empuk

Rambut terjerat
Topi, hernet
Telinga
Suara bising
Tutup telinga / sumbat telinga
Mata
Debu, kersik, partikel yang beterbangan, radiasi, laser, bunga api las
Kaca mata pelindung, pelindung wajah
Paru
Debu
Masker wajah, respirator

Asap
Respirator dengan filter penyerap

Gas beracun
Alat bantu pernapasan
Tangan
Tepi – tepi dan ujung yang tajam
Sarung tangan pelindung

Zat kimia korosif
Sarung tangan tahan bahan kimia

Temperatur tinggi / rendah
Sarung tangan insulasi
Kaki
Terpeleset, benda tajam di lantai, benda jatuh, percikan logam cair
Sepatu pengaman, selubung kaki
Kulit
Kotoran dan bahan korosif ringan, korosif kuat dan zat pelarut
Krim pelindung, pelindung yang kedap seperti sarung tangan dan celemek
Tubuh
Zat pelarut, kelembaban
Celemek, overall
Keseluruhan tubuh
Uap beracun / debu radioaktif
Pakaian bertekanan udara

Terjatuh
Tali temali (harness)

Kendaraan
Rompi

Bergerak
High-visibility

Gergaji rantai
Baju pelindung khusus

Temperature tinggi
Baju tahan panas

Cuaca ekstrim
Baju untuk segala cuaca

Dari pembahasan di atas, merupakan perilaku pekerja terhadap pekerjaannya dan hal yang harus di patuhi setiap pekerja untuk menggunakan pelindung diri saat bekerja dan pemilik usaha untuk menyediakannya, hal ini membantu pekerja untuk mendapatkan pertolongan pertama jika terjadi kecelakaan, meminimalisir menimbulkan kerugian yang tidak diinginkan dan keadaan yang tidak aman (bahaya). Gambaran ini pun sebagaimana islam mengajarkan untuk tidak diperbolehkannya melakukan pekerjaan / bekerja yang dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain. Dalam kitab al Ahkam, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan tidak boleh pula membahayakan orang lain” (HR. Ibnu Majah). Kemudian Imam Abu Dawud ra meriwayatkan, dari Abi Sharmah ra, seorang sahabat Nabi SAW, dari Nabi SAW bersabda, “Barang siapa yang membahayakan orang lain maka Allah akan membahayakan dirinya, dan barang siapa yang memberatkan orang lain maka Allah akan memberatkannya.
Selanjutnya yang ke (4). Pengaruh faktor – faktor manusia terbagi menjadi empat, yaitu;
1.      Cakupan faktor – faktor manusia, mencakup; sikap pekerja terhadap pekerjaannya, hubungan antara pekerja dengan kelompok kerjanya, interaksi antara pekerja dengan pekerjaannya, kemampuan kerja dan human error, perilaku setiap orang, cakupan pelatihan dan instruksi yang disediakan, desain dan kondisi pabrik dan perlengkapan, aturan-aturan dan sistem kerja – apakah logis dan dapat di terima.
2.      Faktor positif – dapat memperbaiki sikap kerja, memuat;
·      Lingkungan manajerial yang membiasakan budaya keselamatan kerja.
·      Menyesesuaikan kemampuan individu dengan pekerjaan atau mesin.
·      Pelatihan yang sedang berjalan; keterampilan untuk melaksanakan pekerjaan, pengetahuan tentang proses – proses kerja, penggunaan perlengkapan kerja, rencana dan aspirasi perusahaan.
·      Menyediakan perlengkapan yang; aman, selalu dalam kondisi baik, dapat disesuaikan dengan kemampuan operator dari segi kecepatan, ukuran, cekatan, di desain secara ergonomis.
·      Mempunyai tujuan kinerja yang; realistis, dapat di capai, mudah di mengerti, dapat di terima.
·      Disiplin kerja yang seimbang dan adil.
·      Ketentuan – ketentuan berupa informasi yang cukup tentang; pekerjaan yang harus diselesaikan, perusahaan, target kerja.
·      Memantau kinerja dan mengkomunikasikan hasilnya.
·      Menerapkan sistem umpan balik untuk menghargai dan menerapkan gagasan – gagasan para pekerja.
·      Memastikan aturan – aturan dan prosedur – prosedur yang disepakati bersama telah dipatuhi.  
3.      Faktor negatif – yang memungkinkan akan meningkatkan resiko kerja, mencakup; minimnya pelatihan dan tugas – tugas, bersikap menentang terhadap aturan – aturan dan pengamanan, mengabaikan atau melewati pengamanan dan mengambil jalan pintas untuk meningkatkan pendapatan, mengabaikan apa yang sedang terjadi, mengabaikan atau salah memahami apa yang harus dikerjakan, gagal mengkomunikasikan atau menginstruksikan dengan benar, desain dan tata letak pabrik dan perlengkapan yang buruk sehingga tidak memperhitungkan keterbatasan manusia, baik secara fisik maupun mental (ergonomis), minimnya arahan yang jelas.
4.      Faktor – faktor individu, mencakup; sikap individu terhadap tugas dan pekerjaan, derajat motivasi pribadi terhadap pekerjaan, apakah pelatihan yang di terima memuaskan kebutuhan individu, persepsi terhadap peran individu dalam perusahaan, kemampuan memenuhi tuntutan pekerjaan, melihat kerja sebagai tantangan.
Membangun faktor positif dan menghilangkan faktor negatif akan memberikan sumbangan yang besar terhadap lingkungan kerja yang lebih bergairah dan aman. Demikian dari Reducing error and influencing behaviour yang dipublikasikan Health Safety Workplace di atas, penulis menggambarkan bahwa dengan detil di atur untuk pekerja dan pemilik usaha untuk bersama – sama tujuan kesejateraan baik di dalam diri dan lingkungan kerja, merontokkan persepsi bahwa manusia yang bekerja diibaratkan mesin yang di isi tenaga sewaktu istirahat tanpa melihat aspek lain diantaranya, jenis pekerjaan dan kesesuaiannya terhadap pekerja, waktu kerja, area kerja, dan keterbatasan kemampuan pekerja.
Dan terakhir (5). Tekhnologi keselamatan yang memuat tindakan – tindakan pencegahan dan pengendalian, yaitu;
a.       Tindakan – tindakan pencegahan, umumnya meliputi:
-          Substitusi – mengganti substansi tertentu yang berbahaya dengan substansi yang tidak atau rendah – bahaya namun tetap memenuhi kebutuhan proses.
-          Penanganan dalam kuantitas yang besar – dengan menangani substansi kimia berbahaya dalam jumlah besar substansi tersebut dapat disalurkan melalui pipa – pipa saluran atau pengangkutan jarak jauh. Cara ini memiliki kelebihan berupa keakuratan takaran yang tinggi dengan menggunakan pengukuran elektronik dan teknik – teknik kendali.
-          Segresi – dengan mengasingkan operator dari substansi yang ditanganinya. Pengasingan ini dapat di capai dengan menuangkan substansi tersebut secara manual dari dalam kantong kemasan bersegel yang ditimbang sebelumnya ke dalam corong – tuang yang dapat di tutup rapat. Atau boleh juga, substansi tersebut di timbang di dalam kotak bersarung tangan. Metode lain di mana operatornya harus dapat bergerak bebas ialah dengan mewajibkan operator memakai pakaian tertutup berventilasi yang di beri pasokan udara segar.
-          Hygiene diri – kebanyakan gangguan kesehatan berasal dari sejumlah kecil substansi kimia yang menempel di pakaian atau tangan dan tertelan ketika makan, minum, atau merokok. Oleh karena itu perlu ada larangan makan, minum, dan merokok di tempat kerja. Selain itu, para pekerja harus menukar seluruh pakaian yang dikenakan dan mencuci bersih tangan mereka sebelum makan, minum, atau merokok.
-          Memelihara kebersihan ruangan – akumulasi substansi di lantai tempat kerja, baik berupa debu atau residu yang tertinggal dari angkatan proses sebelumnya dapat mengontaminasi pakaian dan harus dibersihkan sebelum di buang ke kotak limbah yang sesuai.
-          Pengaturan makan – akomodasi yang terpisah harus disediakan untuk keperluan makan dan minum. Para pekerja harus menukar seluruh pakaian yang dikenakan dan mencuci bersih tangan mereka sebelum menggunakan ruang makan tersebut. Jika fasilitas untuk para perokok disediakan, fasilitas tersebut harus sedimikian rupa sehingga tidak mengganggu orang yang sedang makan dan minum.
b.      Tindakan – tindakan pengendalian, umumnya meliputi:
-          Ventilasi penurun kadar – jika konsentrasi suatu substansi di udara berada pada kisaran level maksimum yang diperbolehkan, konsentrasi tersebut dapat dikurangi hingga ke level yang lebih aman dengan memberikan pasokan udara segar. Jika cara ini dilakukan, hasil konsentrasinya harus di periksa untuk memastikan bahwa target pengurangannya telah tercapai. Ventilasi penurun kadar ini jangan digunakan jika zat tersebut di beri batas kadar maksimum.
-          Ventilasi exhaust setempat – ini merupakan sistem di mana berbahaya dalam bentuk debu, asap, atau uap di sedot di tempat mana dihasilkan. Hal ini dapat di capai dengan menggunakan tudung sedot yang dapat di pindah – pindahkan yang ditempatkan di atas titik pembangkitan atau dengan melakukan proses tersebut di dalam bilik tertutup di mana udara yang dari bilik ini di sedot. Pemeriksaan harus dilakukan pada kedua cara tersebut untuk memastikan adanya aliran udara yang cukup. Selain itu, pemeriksaan dan pengujian secara berkala terhadap alat sedot juga diperlukan.
-          Mengurangi waktu eksposure – pola kerja para operator dalam kondisi tertentu dapat di atur sehingga waktu eksposure total terhadap substansi tersebut dalam satu giliran kerja dipastikan bahwa tingkat eksposure rata – rata dalam satu giliran kerja tersebut, tetap berada di bawah tingkat yang diperbolehkan. Praktik ini tidak boleh dijalankan untuk substansi – substansi yang telah di beri maksimum eksposure level.
-          Alat pelindung diri – tindakan ini haruslah selalu dijadikan pelindung terakhir setelah ikhtiar di atas di nilai tidak efektif atau tidak praktis. Yang penting untuk di ingat adalah bahwa alat yang disediakan tersebut harus sesuai untuk substansi dan operator yang menanganinya serta tidak mengganggu kerja operator. 
c.       Lingkungan kerja yang aman dan sehat.
Bagian terbesar hidup kita dihabiskan dalam lingkungan kerja. Lingkungan yang baik akan memastikan kita tetap sehat jasmani dan rohani sehingga menikmati hidup yang berkualitas. Faktor – faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja yang aman dan sehat dalam Ridley (2004), meliputi:
-          Atmosfer
·      Tempat kerja harus memiliki kandungan udara segar atau udara yang dimurnikan dalam jumlah yang mencukupi.
·      Harus bersih dari zat pencemar seperti debu dan uap.
·      Mengekstrasikan debu dan uap dari sumbernya dan menyaringnya sebelum disalurkan keluar gedung.
·      Memiliki ventilasi alami yang baik jika memungkinkan.
·      Memiliki jendela yang dapat di buka – tutup.
·      Menerapkan aturan di larang merokok di area kerja.
·      Menyediakan ruang khusus merokok jika perlu.
·      Jika menggunakan AC, yaitu pastikan tidak ada arus udara dari outlet, memeriksa tingkat kebisingan, menyediakan pengendalian setempat, memeriksa keberadaan bakteri legionella dalam sistem.
·      Jika menggunakan kipas angin, yaitu pastikan bilah kipasnya aman, lindungi kabel-kabel listriknya, tidak menyebabkan arus udara.
-          Pencahayaan
·      Harus cukup terang untuk bekerja tanpa menimbulkan ketegangan mata.
·      Jalur pejalan kaki harus cukup terang.
·      Pekerjaan halus di beri penerangan setempat.
·      Penerangan umum secara keseluruhan harus baik.
·      Tidak ada cahaya terpusat yang menyilaukan.
·      Menggunakan cahaya alami jika memungkinkan.
·      Menyediakan tirai untuk menahan silau.
-          Kebersihan
·      Area kerja harus dibersihkan secara teratur.
·      Sampah harus di buang ke tempatnya yang sesuai.
-          Terlalu sesak
·      Pastikan setiap orang memiliki volume ruang kerja 11m2.
·      Perhitungkan ruang yang ditempati oleh peralatan berukuran besar.
·      Menyediakan jalur jalan/gang yang memadai di antara arena kerja.
-          Temperature
·      Perlu di buat nyaman.
·      Tidak ditentukan namun normalnya di ambil nilai yang minimum, yaitu; untuk pekerjaan yang duduk terus menerus 160C dan untuk pekerjaan fisik yang keras 130C (Jumlah termometer yang mencukupi perlu di pasang di sekitar tempat kerja).
-          Kebisingan
·      Tidak boleh berlebihan; di area manufaktur tidak melebihi 85dB(A) dan di kantor, laboratorium, perpustakaan, dan sebagainya tidak melebihi 40dB(A).
Lingkungan kerja yang bersih dan sehat merupakan praktis bisnis yang bagus yang bisa meminimalkan kemunculan penyakit (berhubungan pula dengan absensi pekerja) dan menyediakan atmosfer kerja yang mendorong pakerja memberikan yang terbaik.

2.3  Ergonomi dalam Aktivitas di Tempat Kerja
Menurut Kuswana (2014) tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, di mana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana  terdapat sumber – sumber bahaya. Setiap jenis pekerjaan memiliki karakteristik yang beragam, faktor – faktor penunjang seperti peralatan yang dipersiapkan, yaitu;
1.      Kerja duduk
Ditinjau dari aspek kesehatan, bekerja pada posisi duduk yang memerlukan waktu lama dapat menimbulkan otot perut semakin elastic, tulang belakang melengkung, otot bagian mata terkonsentrasi sehingga cepat merasa lelah. Sebuah tempat kerja duduk yaitu kursi yang membutuhkan duduk aktif memungkinkan pengguna untuk bergantian antara duduk dan posisi lain selama tugas, ketinggian kursi dan sandaran yang disesuaikan, petunjuk posisi duduk yang benar, karakteristik kursi ditentukan jenis tugas, dan ketinggian, permukaan kerja, tempat duduk, dan kaki harus kompatibel.
2.      Kerja berdiri
Kecenderungan lainnya, adalah memerlukan tenaga lebih besar dibandingkan dengan posisi duduk, mengingat kaki sebagai tumpuan tubuh, perlu diperhatikan beberapa berikut; berdiri bergantian dengan duduk dan jalan, ketinggian pekerja bergantung pada tugas, ketinggian meja kerja disesuaikan, jangan menggunakan bentuk plat, menyediakan ruang cukup untuk kaki, postur tangan dan lengan, dan pilih postur duduk alternatif.
Dari penjelasan di atas, diperlukan untuk mencapai tujuan pekerjaan yang baik, rapi, dan terdapat ketelitian sehinggu mengurangi cost akibat ketidaktelitian kerja. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda (Nurrahiem, 2015), “Sesungguhnya, Allah mencintai salah seorang di antara kamu yang melakukan pekerjaan dengan itqon (rapi, teliti, dan tekun)” (HR. Baihaqi).
Dalam Islam pun kita sering mendengar kata Fastabiqul Khairat (berlomba – lomba dalam kebaikan) dalam bekerja untuk menghasilkan dan mendapatkan kebaikan – kebaikan saat bekerja dan setelah selesai bekerja. Semangat manusia untuk bekerja menumbuhkan motivasi dan keihklasan karena Allah. Sebagaimana Mujib (2012) bahwa  kepuasan  kerja  dan  motivasi berprestasi  harus  didasarkan  pada  nilainilai  luhur  yang  menjadi  landasan  hidup bagi manusia. Nilai-nilai sosial, khususnya di  lingkungan  Universitas  ’SH’  di  Jakarta terakumulasi  dalam  budaya  kerja  (knowledge,  piety  dan  integrity).  Demikian  juga nilai-nilai religius semuanya terakumulasi  dalam  kitab  suci  serta  ritual-ritual  dalam agama. Motivasi berprestasi yang berbasis budaya  dan  religius  akan  memiliki dampak  yang  kuat  dan  dapat  bertahan lama, sebab upaya-upaya dalam mencapai motivasi  berprestasi  tidak  sekadar  untuk memenuhi  kebutuhan  (need)  sesaat,  tetapi jauh  ke  depan  hingga  kehidupan  di akhirat kelak.

2.4  Manfaat Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Islam
Manfaat Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Islam yang berdasarkan al Qur’an dan al Hadist penting bagi muslim khususnya, di mana Islam menganjurkan segala sesuatu yang akan di kerjakan di mulai dengan niat, maka dengan niat yang baik akan menghasilkan kebaikan – kebaikan pula. Kemudian, Islam menerangkan dalam al Qur’an dan al Hadist mengajarkan semata – mata mengerjakan sesuatu itu bukan hanya sekedar menyelesaikan tugas tetapi karena Allah, karena Allah telah menjanjikan ganjaran baik terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja di tempat kerja menurut penulis, sebagai contoh pada surat al Qashash ayat 73 bahwasannya pergantian siang dan malam itu menunjukkan waktu bekerja dan istirahat di mana untuk, meminimalisir kelelahan di tempat kerja sebagai akibat tekanan fisik dan gangguan otot akibat kerja dapat mengganggu menciptakan suasana kerja yang nyaman (ergonomis) dan aman sebagian perusahaan – perusahaan melalui undang – undang No. 13 tahun 2003 Pasal 77 Paragraf 4 mengenai waktu kerja meliputi: tujuh jam satu hari dan empat puluh jam satu minggu untuk enam hari kerja dalam satu minggu dan delapan jam satu hari dan empat puluh jam satu minggu untuk lima hari kerja dalam satu minggu.
Menurut penulis gambaran Islam di atas, perlu ditumbuhkan dan dilakukan oleh setiap orang yang terlibat didalamnya dapat berbuat baik satu dengan lainnya dan mengurangi bahaya tidak aman, kerusakan lingkungan dan peralatan akibat kerja.


BAB III
KESIMPULAN
Islam merupakan agama yang memiliki dua sumber warisan yang menjadi tauladan dan segala bentuk aturan – aturan membawa umat muslim kepada kehidupan yang rahmatan lil a’lamin yaitu, al Qur’an dan al Hadist. Rasulullah SAW menganjurkan para sahabatnya untuk bekerja. Diriwayatkan dari al Miqdad bin Ma’dikarib ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada seorang pun yang mengkonsumsi makanan yang lebih baik daripada dia mengkonsumsi makanan dari hasil kerja tangannya. Sesungguhnya Nabi Allah Dawud as juga mengkonsumsi makanan dari hasil kerja tangannya sendiri” (HR. Bukhari). Kemudian seiring dengan kemajuan dunia industri memaksa peranan pekerja dan pemilik usaha bekerja keras untuk mencapai target dan mempertahankan usaha dalam persaingan pasar. Dengan atau tanpa di sadari pekerja dan pemilik usaha memiliki kepentingan masing – masing dalam usaha pencapaian kesejahteraan tanpa memperhatikan perilaku sehat dan keselamatan baik untuk dirinya, orang lain, dan lingkungan kerja setempat. Firman Allah SWT yang artinya, “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah di anugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bahagianmu di dunia dan berbuatlah baik (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan” (QS. Al Qashah (77): 28).
Islam adalah petunjuk, cahaya yang menyinari kehidupan muslim, cukup – lah Allah yang mengetahui untuk siapa, kepada siapa, dan oleh siapa maksud dan perbuatan yang dikerjakan umatnya. Wallahualam bisshowab.





DAFTAR PUSTAKA

Indaryanti, D,. (2008). Skripsi: Studi Program ISOP dalam Penurunan
Angka Kecelakaan Kerja di Sebuah Pabrik Semen. Semarang:
FKM Univ. Diponegoro.


Kuswana, S, W,. (2014). Ergonomi dan Kesehatan Keselamatan Kerja.
PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.


Mujib, A,. (2012). Motivasi  Berprestasi  sebagai  Mediator  Kepuasan
Kerja. Jurnal Psikologi UGM, Vol 39 (2).


Najati, U, M,. (2000). Psikologi dalam Tinjauan Hadist Nabi
Shollallahu ‘Alaihi Wasallam. Mustaqim. Jakarta Selatan.


Nurrohiem, I,. (2015). Bekerjalah untuk Duniamu, Jangan Lupa Akhiratmu. Penerbit Safirah. Yogyakarta.


Ridley, J,. (2004). Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Edisi
Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta.


Rizwan, H,. (2009). Skripsi: Analisis Tingkat Pemenuhan Safety Inspection di Tinjau dari ISRS di PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Plant Site Cirebon Jawa Barat.



Ito, J. K., & Peterson, R. B. (1968). Effects of Task Difficulty and Interdepence on Information Processing Systems. Academy of Management Journal, 29, 139-149.