Kamis, 25 Februari 2016

DZIKIR DAN PSIKOLOGI Reza Nur Arsyi

DZIKIR DAN PSIKOLOGI
oleh Reza Nur Arsyi
Abstrak
 Dzikir secara harfiah berarti ingat. Di dalam Al – Quran makna dzikir selalu berkaitan dengan Allah (dzikrullah. Ini mengandung arti bahwa Allah-lah yang menjadi tujuan utama (pusat) dari ingatan kita. Kita menyadari dalam hati bahwa Allah Maha Tunggal, Maha Mengetahui, Maha Melihat, Maha Kuasa, Maha Pemurah dan Maha penyayang, sehingga kita senantiasa merasa diawasi dan ditatap oleh-Nya. Inilah yang disebut dzikir qalbiyah, tingkat dzikir ini akan bisa kita raih, jika senantiasa melakukan dzikir lisan. Dzikir lisan dilakukan dengan sealalu membiasakan menyebut asma-Nya atau kalimat-kalimat-Nya seperti tahlil, tasbih, tahmid dan takbir yang mengundang cinta dan ridha-Nya
 PENDAHULUAN
Islam merupakan agama yang sempurna didalamnya berisi tentang segala tentang kehidupan. Pengaruran tentang alam, pemerintahan, aturan – aturan tentang kehidupan dan termasuk pula tentang manusia itu sendiri. Pentingnya agama dalam kesehatan dapat dilihat dari batasan Organisasi Kesehatan se-Dunia (WHO, 1984) yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehatan seutuhnya. Bila sebelumnya pada tahun 1947 WHO memberikan batasan sehat hanya dari 3 aspek saja, yaitu sehat dalam arti fisik (organobiologik), sehat dalam arti mental (psikologik/psikiatrik) dan sehat dalam arti social; maka sejak 1984 batasan tersebut sudah ditambah dengan aspek agama
(spiritual), yang oleh American Psychiatric Association dikenal dengan rumusan “bio-psycho-socio-spiritual” (APA, 1992).
Bila dikaji secara mendalam, maka sesungguhnya dalam agama (Islam) banyak ayat maupun hadis yang memberikan tuntunan agar manusia sehat seutuhnya, baik dari segi fisik, kejiwaan, sosial maupun kerohanian. Sebagai contoh misalnya:
“Dan bila aku sakit Dia-lah yang menyembuhkan” (Q.S. 26 : 80).
“Katakanlah : Al Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar (penyembuh) bagi orang-orang yang beriman” (Q.S. 41 : 44).
“Setiap penyakit ada obatnya. Jika obat itu tepat mengenai sasarannya, maka dengan izin Allah penyakit itu akan sembuh” (H.R. Muslim dan Ahmad).
Dalam agama (Islam) bagi mereka yang sakit dianjurkan untuk berobat kepada ahlinya (memperoleh terapi medis) disertai dengan berdoa dan berdzikir. Bagi pemeluk agama (Islam) doa dan dzikir merupakan salah satu bentuk komitmen keagamaan/ keimanan seseorang. Doa adalah permohonan yang dimunajatkan ke hadlirat Allah swt, Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha Pengampun. Dzikir adalah mengingat Allah swt dengan segala sifat-sifat-Nya. Dengan demikian yang dimaksudkan dengan “Doa dan Dzikir” adalah suatu amalan dalam bentuk kata-kata yang diucapkan secara lisan ataupun dalam hati yang berisikan permohonan kepada Allah swt dengan selalu mengingat nama-Nya dan sifat-Nya. Pengertian “Dzikir” tidak terbatas pada bacaan dzikirnya itu sendiri (dalam arti sempit), melainkan meliputi segala bacaan, sholat ataupun perilaku kebaikan lainnya sebagaimana yang diperintahkan dalam agama.
Dipandang dari sudut kesehatan jiwa, doa dan dzikir mengandung unsur psikoterapeutik yang mendalam. Terapi psikoreligius tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan psikoterapi psikiatrik, karena ia mengandung kekuatan spiritual atau kerohanian yang membangkitkan rasa percaya diri dan rasa optimisme. Dua hal ini, yaitu rasa percaya diri (self confident) dan optimisme merupakan dua hal yang amat esensial bagi penyembuhan suatu penyakit disamping obat-obatan dan tindakan medis lainnya.
Pembahasan mengenai karakter dalam Islam sesungguhnya telah selesai begitu disepakati Islam sebagai agama. Dalam ajaran Islam, khususnya yang termuat dalam al- Qur’an dan Sunnah, terdapat nilai-nilai asasi karakter yang memiliki ciri universal yang mampu menaungi berbagai ragam perbedaan, termasuk perbedaan ras, bangsa, dan bahasa. Karenanya, secara substansial, nilai-nilai asasi dalam Islam tidak akan berubah, sebab jika berubah maka esensi Islam sebagai agama menjadi hilang (Mujib, 2012). Namun secara instrumental, terlebih lagi menyangkut masalah teknik operasionalnya, nilai-nilai itu berkembang dan akan beradaptasi dengan kondisi ruang dan waktu dimana nilai itu diimplementasikan. Proses seperti ini tidak berarti mereduksi posisi ajaran Islam sebagai agama, justru hal itu semakin memperkuat posisinya, karena nilai-nilai esensinya dapat membumi dan dapat direalisasikan oleh pemeluknyauntuk misi rahmatan lil ‘alamin
Dzikir, doa, dan tilawah Alquran merupakan amalan seorang muslim dalam membangun fisikal dan psikologikal serta dapat dijadikan sebagai sarana psikoterapi guncangan jiwa, kecemasan, dan gangguan mental. Ibadah dzikir adalah upaya mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Seorang individu dalam masa pengobatan dan pemulihan diharuskan berzikir, berdoa, dan bertilawah Alquran secara kontiniu dan tidak boleh terputus, sehingga diyakini bahwa pasien sudah benar-benar sembuh dari penyakit mental yang dihadapinya.
Berdzikir secara terus-menerus merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan kecintaan kepada Allah SWT karena yang paling berhak untuk dicintai dan dimuliakan hanyalah Allah SWT. Dzikir bagi hati laksana air bagi ladang pertanian, bahkan seperti air bagi ikan yang takkan hidup tanpa air.
Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, sebutlah nama Allah (bedzikirlah) dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS: Al-Ahzab 41)
Zikir yang diamalkan oleh seorang muslim secara terus-menerus dan tidak terputus akan menjadi tenaga inovatif dalam diri individu yang sedang menghadapi penyakit hati, penyakit mental dan gangguan mental. Dengan berzikir, seorang muslim merasa berdampingan dan dekat dengan Tuhannya. Dengan berzikir seorang muslim menjadi tenang dan tenteram.
Allah berfirman: ‘’Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram.’’ (QS: Al-Ra’d 28)
Kebiasaan seorang muslim dalam mengingat Allah seperti membaca takbir, tahmid, tasbih, tahlil, dan istighfar dapat menjadi obat penawar bagi segala jenis penyakit mental, menenangkan dan menenteramkan pikiran yang kacau, sehingga menjadi sehat dan selaras antara diri dengan alam sekitarnya. Apabila seorang muslim membiasakan diri mengingat Allah, maka individu itu merasakan bahwa ia dekat dengan Allah dan berada dalam perlindungan dan penjagaan-Nya. Dengan demikian, akan timbul dalam dirinya perasaan percaya pada diri sendiri, teguh, tenang, tenteram dan bahagia. Zikir kepada Allah bisa menjadi energi hati, motivasi hati, dan boleh juga menjadi sebuah metode dalam mewujudkan kesehatan mental. Merasa dekat dengan Allah, seyogyanya menjadikan diri terawasi dan terjaga untuk tidak tergelincir dan terjerumus ke dalam perkara-perkara yang mendatangkan dosa dan maksiat.

TEORI

A.  Pengertian Dzikir.
            Pengertian Dzikir menurut konteks bahasa mengandung beberapa pengertian, mengandung arti “Menceritakan” (QS. Maryam : 56), “Al-Qur’an” (QS. Al-Anbiya : 50), “Shalat” (QS. Al Baqarah : 239), “Wahyu” (QS. Al Qamar : 25) dan sebagainya. Arti Dzikir yang sebenarnya adalah suatu cara / media untuk menyebut/mengingat nama Allah, jadi semua bentuk aktivitas yang tujuannya mendekatkan diri kepada Allah dinamakan dzikir seperti shalat (QS. Thoha : 14), tetapi lebih spesifik lagi dzikir dibatasi dengan kata mengingat Allah dengan lisan dan hati. Dalil berdzikir (QS. Al Ahzab : 41). (QS. Al Baqarah : 152).
“Siapa yang ingin bersenang – senang ditaman syurga, perbanyaklah dzikir”. (HR.Thabrani).
            Secara umum dzikrullah adalah perbuatan mengingat Allah dan keagungannya dalam bentuk yang meliputi hampir semua ibadah, perbuatan baik, berdoa, membaca Al Quran, mematuhi orang tua, menolong teman yang dalam kesusahan dan menghindarkan diri dari kejahatan dan perbuatan dzalim. Dalam arti khusus dzikrullah adalah menyebut nama Allah sebanyak-banyaknya dengan memenuhi tatatertib, metode, rukun dan syarat sesuai yang diperintah oleh Allah dan rosulnya. “Hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenteram”. (QS. Ar Rad : 28)
            Dzikir bukan hanya sebuah tutur kata di atas mimbar. Bukan juga sekedar komat kamit sebagai gerak mulut saja, tetapi sebuah pengalaman rohani. Sekarang sudah menjadi kenyataan semua orang sudah dapat menikmati dzikir seperti yang dinyatakan pada (QS. Ar Rad : 28). Dalam ayat ini seakan – akan Allah mengatakan kepada kita : ketahuilah, hanya istitsna’ (pengucualian), yang berarti hanya dengan cara ini yakni berdzikir kepada Allah maka pasti hatimu akan menjadi tenang. Karena yang mengatakan ini adalah Allah swt, berarti aksioma langit (ketentuan mutlak) yang tidak dapat ditawar lagi.

B.  Macam – macam dzikir.
            Dzikir kepada Allah bukan hanya semata-mata mengucapkan Asma Allah didalam lisan atau di dalam pikiran dan hati. Akan tetapi dzikir kepada Allah adalah ingat kepada Asma, Dzat, Sifat dan Af’al-Nya. Kemudian memasrahkan kepada-Nya hidup dan mati, sehingga tidak ada lagi rasa khawatir, takut maupun gentar dalam menghadapi segala macam mara bahaya dan cobaan. Dzikir dibagi empat:
1.    Dzikir dengan lisan (zikr bil al-lisan), yakni membaca atau mengucapkan kalimat-kalimat takbir, tahmid, dan tahlil dengan bersuara.
2.    Dzikir dalam hati zikr bi al-qalb), yakni membaca atau mengucapkan kalimat-kalimat takbir, tahmid, dan tahlil dengan membatin, tanpa mengeluarkan suara. Sebagian ulama menafsirkan dzikir dalam hati ni, adalah bertafakkur merenungi ke Mahabenaran dan ke Mahabesaran Allah SWT dengan penuh keyakinan dan perasaan tulus. Dzikir dengan hati, yaitu dengan cara bertafakur, memikirkan ciptaan Allah sehingga timbul di dalam fikiran kita bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Kuasa. Semua yang ada di alam semesta ini pastilah ada yang menciptakan, yaitu Allah SWT. Dengan melakukan dzikir seperti ini, keimanan seseorang kepada Allah SWT akan bertambah.
3.    Dzikir aqliyah yakni kemampuan menangkap bahasa Allah di balik setiap gerak alam semesta ini. Menyadari bahwa semua gerak alam, Allah lah yang menjadi sumber gerak dan yang menggerakkannya. Dia senantiasa hadir dan terlibat dalam setiap peristiwa kejadian – kejadian alam, setiap peristiwa sejarah dan dalam setiap tindakan kita. Segala ciptaan-Nya yang berupa batu, sungai, udara, pohon, hewan, manusia dan sebagainya adalah merupakan pena Allah yang mengandung qalam-Nya (sunatullah) yang wajib kita baca, hal ini selalu membuat kita ingat akan segala ciptaan dibumi adalah ciptaan-Nya.
4.    Dzikir dengan panca indra atau anggota badan (Zikr bi al-jawarih), yakni menundukkan seluruh anggota badan kepada Allah SWT dengan cara melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Dzikir dengan perbuatan, yaitu dengan cara melakukan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi larangan-laranganNya. Yang harus diingat ialah bahwa semua amalan harus dilandasi dengan niat. Niat melaksanakan amalan-amalan tersebut adalah untuk mendapatkan keridhoan Allah SWT. Dengan demikian menuntut ilmu, mencari nafkah, bersilaturahmi dan amalan-amalan lain yang diperintahkan agama termasuk dalam ruang lingkup dzikir dengan perbuatan.
"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.(QS. Al-Baqarah : 152)
Tentang dzikir dengan panca indra ini, sebagian ulama tasawuf memiliki pengertian dan konsep yang berdeda, yakni melalui tujuh penjuru panca indra:
a.    Dzikir kedua mata dengan menangis
b.    Dzikir kedua telingan dengan mendengarkan hal-hal yang baik
c.    Dzikir lidah dan mulut dengan mengucapkan puji-pujian
d.   Dzikir hati dengan penuh rasa takut dan harap kepada Allah SWT
e.    Dzikir ruh dengan menyerah kepada Allah dan rela atas segala keputusan-Nya
f.     Dzikir badan dengan memenuhi berbagai kewajiban
g.    Dzikir kedua tangan dengan bersedekah
Pengungkapan dzikir tersebut merupakan kalimat tafakkur atas penciptaan Allah berupa gerak nafas dzikir seluruh mahluk-Nya baik yang tidak terlihat. Penghayatan dzikir ini sesuai dengan firman Allah:
“Yakni orang-orang yang berdzikir kepada Allah dengan berdiri, duduk dan berbaring dan bertafakkur tentang penciptaan langit dan bumi.” (QS. Ali Imran: 191).
C.  Manfaat Dzikir
Berdzikir tidak berhenti sebatas ritual dan lisan semata. Dzikir ritual dilakukan untuk mengkondisikan, menata dan membersihkan hati dan jiwa kita dari segala bentuk kototan dan dosa. Setelah itu kita harus berjuang untuk menginternalisasikan atau mersapkan nilai – nilai zikir itu kedalam hati dan jiwa kita, agar kehidupan kita akrab dengan hal – hal yang suci, bersih baik dan benar. Saat itu mata hati kita akan terbuka untuk menerima cahaya petunjuk, rahmat, maghfirah dan ma’rifat dari Allah swt. Dan tetaplah  kita berada dalam  jalan lurus yang diridhai-Nya. Hidup kita tidak gelap gulita dan tersesat. Ada beberapa hal manfaat berdzikir yang dapat kita rasakan, antara lain :

1.      Menghilangnya rasa cemas dan  takut
Ketika kita melakukan dzikir kita menjadi selalu ingat akan Allah swt, dimana kita berpegang teguh segala sesuatu  yang  perlu kita takutkan hanyalah kepada Nya. Sehingga kita akan berkurang rasa takut dan cemas yang selama ini dirasakan
2.      Menciptakan kehangatan batiniyah
Adalah pengalaman para Syaikh Naqsybandiyyah bahwa menahan nafas dibarengi dengan berdzikir mempunyai sifat yang uar biasa dalam mengilangkan berbagai gangguan hati, menyalakan api cinta, membina kesatuan tujuan dan menciptakan kehangatan batiniah, menahan nafas mesti diamalkan secara bertahap agar tidak kelewat berlebihan bagi sang dzakir dan.
3.      Pengganti yoga
Dalam menahan nafas yang dilakukan sambil berdzikir dianjurkan untuk bersikap menengah. Syah Walliyullah menjelaskan agar kita tidaj berpandangan bahwa metode menahan nafas dalam tarekat Naqsybandiyyah pasti seperti system yoga. Orang yang mempraktikkan yoga menahan nafasnya untuk waktu yang lama, sementara para sufi menahan nafasnya hanya sekedarnya saja dan tidak berlebihan.
4.      Menjauhkan dari sifat Riya
Riya itu ingin memperlihatkan amal kepada orang lain, dalam hal ini keterakitan dengan psikologi berupa orang yang menyombongkan diri,  ketika senantiasa berdzikir ia menyakini dalam hatinya yang paling dalam bahwa Allah Maha Melihat, Maha Mendengar, lagi Maha mengetahui “Tidak ada yang tersembunyi dari pengetahuan-Nya, seberat atom pun yang di langit maupun di bumi” (QS. Saba’ [34] : 3). Sehingga tiap amal yang dilakukan semata – mata hanya untuk Allah ta’ala.
5.      Menumbuhkan perasaan bahwa dirinya di­awasi, sehingga mendorongnya untuk selalu berbuat kebajikan. Dia beribadah kepada Allah dan Allah melihat dirinya secara langsung. Tetapi orang yang lalai untuk berdzikir tidak akan sampai kepada kebajikan, sebagaimana orang yang hanya duduk saja, tidak akan sampai ke tempat tujuan.
6.      Menghilangkan kerisauan dalam hubungan antara dirinya dengan Allah. Orang yang lalai tentu akan dihantui kerisauan antara dirinya dengan Allah, yang tidak bisa dihilangkan ke­cuali dengan dzikir.
7.      Dzikir adalah inti dari bersyukur. Tidaklah bersyukur pada Allah Ta’ala orang yang enggan berdzikir. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada Mu’adz,
Wahai Mu’adz, demi Allah, sungguh aku mencintaimu. Demi Allah, aku mencintaimu.” Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menasehatkan kepadamu –wahai Mu’adz-, janganlah engkau tinggalkan di setiap akhir shalat bacaan ‘Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik’ (Ya Allah tolonglah aku untuk berdzikir dan bersyukur serta beribadah yang baik pada-Mu).“Dalam hadits ini digabungkan antara dzikir dan syukur. Begitu pula Allah Ta’alamenggabungkan antara keduanya dalam firman Allah Ta’ala:
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al Baqarah: 152). Hal ini menunjukkan bahwa penggabungan dzikir dan syukur merupakan jalan untuk meraih bahagia dan keberuntungan.

KESIMPULAN

Dzikir secara harfiah berarti ingat. Di dalam Al – Quran makna dzikir selalu berkaitan dengan Allah (dzikrullah. Ini mengandung arti bahwa Allah-lah yang menjadi tujuan utama (pusat) dari ingatan kita. Kita menyadari dalam hati bahwa Allah Maha Tunggal, Maha Mengetahui, Maha Melihat, Maha Kuasa, Maha Pemurah dan Maha penyayang, sehingga kita senantiasa merasa diawasi dan ditatap oleh-Nya. Inilah yang disebut dzikir qalbiyah, tingkat dzikir ini akan bisa kita raih, jika senantiasa melakukan dzikir lisan. Dzikir lisan dilakukan dengan sealalu membiasakan menyebut asma-Nya atau kalimat – kalimat-Nya seperti tahlil, tasbih, tahmid dan takbir yang mengundang cinta dan ridha-Nya. Dan itu merupakan ciri utama orang yang beriman yang selalu berdzikir kepada Allah swt.
Dalam melalukan dzikir hendaknya kita menjalankan secara berkesinambungan, tidak berhenti pada satu macam dzikir lisan (ritual) saja, tetapi dilanjutkan kepada dzikir yang lainnya. Disampig itu juga dzikir harus dilakukan dengan khusu’ dan benar, sehingga dzikir yang kita lakukan itu bisa berdampak dalam kehidupan sehari – hari secara psikologis. Sepertti memiliki ketulusan hati untuk mendapatkan ridha Allah swt, perilaku yang jujur, amanah, teguh dalam perndirian, jauh dari sifat sombong

DAFTAR PUSTAKA

Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Dzikir Pagi dan Petang dan Sesudah Shalat Fardhu, Pustaka Imam Asy Syafi’i, Cetakan I, Desember 2004

Khalid Al Husainan, Aktsaru min Alfi Sunnatin fil Yaum wal Lailah, Daar Balansiyah lin Nasyr wat Tauzi’, Riyadh, Terj. Zaki Rahmawan, Lebih dari 1000 Amalan Sunnah Dalam Sehari Semalam, Pustaka Imam Asy Syafi’i, Bogor, Cetakan I, Juni 2004 M

Al Wabilush Shoyyib, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, tahqiq: ‘Abdurrahman bin Hasan bin Qoid, terbitan Dar ‘Alam Al Fawaid, hal. 216-221.

Ilham, Arifin. 2003. Hakikat Zikir: Jalam Taat Menuju Allah. Depok : Iintuisi Press

Hawari, Dadang. 2000. Terapi (Detoksifikasi) dan Rehabilitas (Pesantren) Mutakhir (Sistem Terpadu) Pasien “NAZA”. Depok: UI Press
Valiudin, Mir. 1997. Zikir dan Kontemplasi dalam Tasawuf. Bandung: Pustaka Hidayah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar