POLA
ASUH ISLAMI: ANTARA TRANSFORMASI NILAI-NILAI THEOLOGIS DAN INTERNALISASI
KARAKTER MAHMUDAH
(TEGUH FACHMI)
Islam adalah agama yang sempurna didalamnya tidak hanya terdapat
tuntunan syariat untuk melaksanakan
ibadah saja, tetapi islam mengatur seluruh aspek kehidupan yang dapat dijadikan
sebagai the way of life pedoman
hidup. Tidak terkecuali didalam hal tarbiyah
atau pengasuhan dan pendidikan terhadap anak, islam mengatur bagaimana pola
pengasuhan terhadap anak, seperti apa kita memperlakukan anak, dan bagaimana
membimbing dan mengarahkan, islam sudah mengaturnya didalam al-qur’an dan
al-hadits. Dalam perspektif Islam anak adalah anugerah Allah yang di
amanahkan kepada orangtua dan wajib disyukuri. “Jika amanah itu
disia-siakan, maka tunggulah saat kehancurannya (Prasetyaningrum, 2012). Demikian seperti itulah salah
satu potongan hadits nabi sebagai peringatan
bagi orangtua dan para pendidik, untuk tidak semena-mena kepada
anak-anak mereka. Salah satu wujud rasa syukur orangtua atas amanah dari Allah
ini adalah dengan berusaha mendidik mereka sebaik-baiknya melalui pola asuh
yang tepat, karena tanpa pendidikan dan pola asuh yang tepat, rasanya mustahil
mereka akan menjadi generasi berkualitas yang shalih dan shalihah (Hanan,
2005), seperti sabda Rosululloh SAW: ”Ajarkanlah kebaikan kepada anak-anakmu
dan keluargamu, dan didiklah mereka” (HR Abdur Razzaq dan Sa’id bin
Mansur), juga Firman Allah SWT (QS Ath-Tahrim 66:6): ”Hai orang-orang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.
Pada setiap tahapan perkembangan anak
membutuhkan metode pendekatan yang berbeda-beda. Anak adalah pribadi khas yang
memiliki kelebihan dan kekurangan. Mereka ingin diperlakukan secara khas pula
oleh orang dewasa di sekitarnya. Anak adalah mahluk yang memiliki eksistensi,
sehingga ia selalu ingin diakui keberadaannya (Gordon, 1989; Santrock, 2002 dan
Papalia, 2009). Salah satu tanggung jawab yang harus diberikan orangtua atas
anak yang diamanahkan kepada mereka adalah pola asuh yang tepat untuk membantu
pembentukan karakter anak. Hal ini sesuai dengan konsep Islam yang tercantum
dalam Hadits Riwayat Abu Hurairah (dalam Abdurrahman, 2004)., Rosululloh SAW
bersabda: ”Barang siapa tidak mengasihi (anaknya), maka dia tidak akan dikasihi
(anaknya)”. Dalam konteks yang lebih luas, Hadits tersebut dapat diartikan
bahwa apabila kita menginginkan anak yang berkarakter pengasih, maka harus
dimulai dari orangtua yang selalu mengasihi dan menyayangi anak-anaknya.
Dewasa ini dimana era kemajuan teknologi dan arus globalisasi semakin
tidak dapat dibendung lagi banyak sekali hal-hal yang perlu diperhatikan bagi
setiap orang tua dalam mendidik anaknya. Apabila orang tua salah dalam
menerapkan pola asuh maka akan berdampak negatif terhadap perkembangan anak.
Maka dari itu sudah saatnya nilai-nilai keislaman atau religiusitas dijadikan
sebagai fondasi pendidikan dan pembentukan karakter dalam penerapan pola asuh
terhadap anak. Islamisasi teori pola asuh yang berasal dari barat merupakan
sebuah keniscayaan yang sangat mungkin diterapkan, dengan mengintegrasikan dua
sisi antara barat dan timur diharapkan dapat membuat sebuah pola asuh yang
tidak hanya menanamkan nilai-nilai kedisiplinan yang tinggi namun juga memiliki
nilai-nilai religiusitas yang luhur. Namun persoalan kita saat ini bukan hanya
untuk menemukan konsep karakter Islam atau konsep pola asuh dalam islam, tetapi
lebih bagaimana mendesain rumusan karakter yang mudah diimpelementasikan yang
transformatif dan dapat diukur penerapannya, sehingga nantinya kita memiliki
norma baku yang dapat dijadikan sebagai standar dalam menentukan baik-buruknya
karakter individu (Mudjib,2012). Sejalan dengan itu makalah ini disusun
bertujuan agar menjadi rujukan nilai-nilai karakter keislaman yang
transformatif universal sehingga dapat menambah khasanah seni pengasuhan anak
di era dewasa ini.
Pola
Asuh Dalam Perspektif Islam
Pengertian pola asuh dalam perspektif islam adalah suatu kesatuan yang
utuh dari sikap dan perlakuan orangtua kepada anak sejak masih kecil baik dalam
mendidik, membina, membiasakan dan membimbing anak secara optimal berdasarkan
al-qur’an dan al-Hadits (Daradjat,1985). Apabila kita cermati setidaknya ada
empat kata kunci yang bisa dijadikan patokan dalam hal pengasuhan islam yaitu
mendidik, membina, membiasakan dan membimbing yang semuanya itu merupakan
sebuah kesatuan utuh baik secara sikap dan perlakuan terhadap anak sejak masih
kecil hingga dewasa. Menerapkan pola asuh berarti mendidik seorang anak,
pendidikan dalam wacana keislaman lebih populer dengan istilah tarbiyah,
ta’lim, ta’dib, riyadhah, irsyad dan tadris (Mujib &
Mudzakir,2006). Yang menurut para ahli pendidikan menelusuri makna tarbiyah melalui
kata rabb (Tuhan) dalam surat al-Fatihah, karena keduanya memiliki akar
huruf yang sama. Dari penelusuran itu didapat dua pengertian pokok sebagai
berikut: Pengertian Pertama: ”Proses menyampaikan (transformasi) sesuatu
sampai pada batas kesempurnaan yang dilakukan tahap demi tahap sebatas
kesanggupannya.” (al-Baghdadi, tt; al- Qasimi, tt; al-Hanafî, tt;
al-Nahlawi, 1979. Dalam Mudjib, 2012).
Berdasarkan penjelasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa pola asuh
dalam islam adalah proses transformasi sebuah kebudayaan, ilmu pengetahuan dan
etika keislaman yang bersumber dari al-qur’an dan hadits yang berlangsung
secara terus menerus oleh orang tua terhadap anak.
Tujuan dari pengasuhan islam atau pola asuh yang bernafaskan nilai-nilai
keislaman adalah terciptanya generasi muslim berkarakter tangguh yang syarat
akan perilaku baik atau dalam istilah
islam yaitu akhlaq mahmudah (Mudjib,2012).
Dalam istilah psikologi karakter (character) memiliki definisi yang berbeda dengan
kepribadian (personality) kedua
istilah ini sama-sama membicarakan tingkah laku manusia, hanya saja personality
tidak mengaitkan pembahasannya pada baik- buruk (devaluasi), sementara
aksentuasi character justru pada penilaian baik-buruk (evaluasi) (Allport dalam
Sumadi, 1990 dalam Mudjib, 2012). Dengan demikian muara akhir tujuan dari pola
pengasuhan dalam islam merupakan sebuah usaha transformasi, pembinaan,
pembiasan dan pembimbingan orang tua terhadap anak dengan menjadikan
nilai-nilai qur’ani yang mahmudah
sebagai tujuannya sehingga terjadi internalisasi di dalam diri anak demi terciptanya
generasi yag qur’ani.
Pola
Asuh Dalam Perspektif Psikologi: Pengertian Pola asuh
Orang tua
berperan dalam semua fase kehidupan anak. Mengasuh, melindungi, membimbing
dalam tiap proses perkembangan anak merupakan tugas dari orang tua. Hubungan
orang tua terhadap anak salah satunya dapat dilihat melalui pola interaksi yang
diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola asuh identik dengan istilah
pengasuhan yaitu hal (cara, perbuatan) mengasuh. Dalam kata mengasuh terdapat
kata menjaga (merawat dan mendidik), membimbing (membantu dan melatih),
memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan). Istilah asah dan asuh sering
dirangkai dengan asah dan asih menjadi asah-asih-asuh.
Mengasuh berarti melatih agar kemampuan meningkat. Asih berarti mencintai
dan menyayangi dengan tujuan meningkatkan dan mengembangkan kemampuan anak dan
dilandasi dengan rasa kasih sayang dan tanpa pamrih.
Pola asuh adalah
perlakuan yang dilakukan orang tua antara lain mendidik, membimbing, serta mengajar
tingkah laku yang umum dilakukan di masyarakat (Suwono, 2008, dalam Herlina,
2013). Pola asuh dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak dengan
orang tua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum dan
lain-lain), serta sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak
dapat hidup selaras dengan lingkungannya (Herlina, 2013). Sementara itu Hurlock
(1999, dalam Ariani, 2006) mengemukakan bahwa pola asuh adalah metode yang
dipilih oleh orang tua dalam pendidikan pada anak.
Pola asuh yang
digunakan oleh orang tua terkait dengan jumlah keterampilan dalam diri dan
tergantung pada kemampuan emosional masing-masing, sedangkan pengaruh
pendidikan formal dalam prosesnya hanya sedikit. Kebanyakan orang tua belajar
praktek pengasuhan dari orang tua mereka sendiri, sebagian mereka terima, dan
sebagian lagi tidak digunakan (Santrock, 1985). Orang tua harus mengadaptasi
sejumlah perubahan selama masa-masa tahun remaja anak, dimulai dari masa
pubertas, sekitar usia sebelas hingga tiga belas tahun sampai dengan usia
sekitar tujuh belas hingga dua puluh tahun. Remaja mengalami kesulitan dalam
menghadapi perubahan pada perkembangan seksual mereka. Pola pengasuhan yang
berhasil biasanya melibatkan respon adaptif orang tua pada perubahan kebutuhan
remaja saat mereka berada pada masa perkembangannya (Santrock, 1985).
Dari beberapa
deskripsi diatas, dapat disimpulkan bahwa pola asuh adalah segala bentuk
interaksi antara orang tua dan anak yang dapat mengembangkan ekspresi terhadap
sikap, nilai-nilai, minat dan kepercayaan diri serta tingkah laku yang secara
langsung maupun tidak langsung, akan membuka kesempatan bagi anak untuk
mengembalikan pertahanan anak, nilai-nilai dan keterampilan yang dibutuhkan
untuk hidup di masa perkembangan selanjutnya.
Pola
Asuh Islami: Antara Transformasi Nilai-nilai Theologis Dan Internalisasi
Karakter Mahmudah.
Wacana
pengasuhan menjadi suatu hal yang fundamental dalam keluarga islam, mengingat
subjek utama dari pengasuhan adalah orang tua yang sekaligus menjadi sekolah/madrasah pertama bagi anak-anaknya
sebagai upaya untuk mengajarkan dan memperkenalkan dunia kepada mereka. Peran lingkungan keluarga atau lebih spesifik
orang tua menjadi titik epicentrum poros
penentu dalam upaya pendidikan terhadap anak, karena orang tua yang cerdas akan
mencetak anak-anak yang cerdas, sebaliknya orang tua yang belum siap dan
terampil mendidik anak akan mencetak generasi yang lemah.
Didalam islam anak terlahir dalam
keadaan suci atau fitrah kemudian
orang tuanyalah yang akan membentuk karakter perilakunya, mendidik dan
menanamkan nilai-nilai keagamaan sebagaimana hadits dibawah ini: “Dari Abu Khurairah ra. Berkata,
Rasulullah SAW bersabda setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, orang tualah
yang menjadikannya yahudi, nasrani, atau majusi. (HR.Bukhori Muslim).
Dari hadits diatas dapat penulis simpulkan bahwa peran orang tua atau
lebih spesifik pola pengasuhan yang di praktekan oleh orang tua merupakan salah
satu media transformasi nilai-nilai kepercayaan agama dan budaya, dengan
demikian keluarga merupakan garda terdepan yang menentukan maju mundurnya
sebuah peradaban karena disadari atau tidak Negara yang kuat berawal dari
keluarga yang kokoh.
Anak-anak yang terbiasa dididik juga dibesarkan dari lingkungan yang
tingkat religiusitasnya tinggi dan menjungjung luhur nilai-nilai akhlak mahmudah akan secara otomatis
terinternalisasi didalam dirinya nilai-nilai akhlak mahmudah yang keumdian membentuk dan menjadi karakter anak
tersebut. Pada akhirnya pola asuh dalam islam tidak hanya sebatas bagaimana
tata cara pendidikan dan pengasuhan orang tua terhadap anaknya akan tetapi jauh
lebih daripada itu merupakan sebagai sarana transformasi nilai-nilai theologis
dalam islam dan proses pembentukan karakter yang mahmudah.
Membentuk
Idealisme Pada Anak
Masa anak-anak adalah masa yang paling tepat untuk menanamkan suatu
pemahaman. Bila anak-anak mendapat pemahaman yang benar sejak dini, maka
pemahaman tersebut akan mengarahkan perilakunya pada masa yang akan datang.disinilah
tanggung jawab dan peran orang tua sangat dibutuhkan dalam proses penanaman
pemahaman yang benar pada diri anak agar terbentuk idealisme islam.
Sebagai konsekuensi dari keyakinan pada akidah islam, orang tua harus
memebentuk bangunan keluarganya atas dasar ketaatan kepada Allah SWT. Artinya,
orang tua harus membangun pemahaman seluruh anggota keluarganya dalam rangka
meraih keridhaan Allah SWT, dalam hal ini hubungannya dengan pola asuh bahwa
dalam islam pola asuh tidak hanya menjadi media sebagai pembentukan karakter
anak secara umum, namun jauh lebih daripada itu pola pengasuhan dalam islam
menjadi salah satu media untuk menanamkan nilai-nilai idealisme dalam islam
yang pada akhirnya membentuk generasi yang memiliki akhlak mahmudah.
Orang tualah
yang akan memberikan pengaaruh terhadap perkembangan pemahaman anak, maka dalam
pola pengasuhan islam penanaman nilai akidah merupakan suatu hal yang penting
dan proses penanamannya memiliki sifat otoriter dari kedua orang tuanya,
artinya pendidikan nilai-nilai ilahiah merupakan suatu hal yang tidak bisa di
kompromikan dalam polapengasuhan dalam islam.
Macam-Macam
Pola asuh Dalam Perspektif Barat
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Diana Baumrind (1971, 1996b; Baumrind & Black, 1967, dalam
Papalia, et.al., 2009) pada sejumlah
keluarga yang memiliki anak prasekolah, didapatkan tiga macam pola asuh, yaitu:
- Authoritarian
Parenting Style (Pola Asuh
Otoriter)
Pengasuhan
dengan pola otoriter menurut Baumrind, merupakan pola asuh dimana orang tua
menghargai kontrol dan kepatuhan tanpa banyak tanya (Papalia, et.al., 2009). Menurut Santrock (2002)
pola ini ialah suatu gaya pengasuhan yang membatasi dan menghukum yang menuntut
anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua dan menghormati pekerjaan dan
usaha. Orang tua otoriter menerapkan batas dan kendali yang tegas pada anak dan
meminimalisir perdebatan verbal. Mereka mungkin juga sering memukul anak,
memaksakan aturan secara kaku tanpa menjelaskannya, dan menunjukkan amarah pada
anak (Santrock, 2007). Anak-anak dididik dengan menggunakan sistem penghargaan
dan hukuman yang keras bagi siapa saja yang bertentangan dengan standar dari
orang tua (Wong, Perry, & Hockenberry, 2002, dalam Ariani, 2006). Mereka
lebih mengambil jarak dan kurang hangat dibanding orang tua yang lain.
Anak-anak dari keluarga otoriter cenderung menjadi lebih tidak puas, menarik
diri, dan tidak percaya terhadap orang lain (Papalia, et.al., 2009).
- Permissive
Parenting Style (Pola Asuh
Permisif)
Dalam
pola asuh ini, orang tua hanya membuat sedikit permintaan dan membiarkan anak
memonitor aktivitas mereka sendiri sedapat mungkin (Papalia, et.al., 2009). Orang tua dengan pola ini
sangat terlibat dengan anak, namun tidak menuntut atau mengontrol mereka
(Santrock, 2007). Jika mereka harus membuat peraturan, mereka akan menjelaskan
alasan-alasannya pada anak. Hockenberry (2005, dalam Ariani, 2006) mengemukakan
bahwa sifat pola asuh ini adalah children
centered, artinya segala aturan dan ketetapan keluarga di tangan anak.
Disiplin yang dimunculkan dalam pola asuh ini seringkali tidak konsisten dan
tidak bisa diprediksi (Gander & Gardiner,, 1981). Anak dari hasil pola
pengasuhan ini cenderung belum matang, paling tidak memiliki kontrol diri dan
tidak terlalu suka bereksplorasi (Papalia, et.al.,
2009). Selain itu, anak menjadi tidak peka terhadap tanggung jawab sosial,
dan akan mengalami kesulitan mempelajari adat istiadat sosial (Ariani, 2006).
- Authoritative
Parenting Style (Pola Asuh
Autoritatif)
Dalam
pola ini orang tua menghargai individualitas anak tetapi juga menekankan
batasan-batasan sosial. Mereka percaya akan kemampuan mereka dalam memandu
anak, tetapi juga menghargai keputusan mandiri, minat, pendapat, dan
kepribadian anak (Papalia, et.al., 2009).
Selain itu mereka juga fleksibel. Disiplin yang diterapkan dalam pola ini
melibatkan alasan dan penjelasan dibandingkan dengan hanya memberikan hukuman
atas kesalahan anak (Gander & Gardiner, 1981). Pola ini melibatkan anak
dalam kegiatan memberi dan menerima secara verbal dan membolehkan anak
mengutarakan pandangan mereka (Kuczynski & Lollis, 2002, dalam Santrock,
2007). Anak dari pola asuh ini menjadi merasa aman karena mengetahui mereka
dicintai, tapi juga diarahkan dengan tegas. Anak dari pola asuh ini menjadi cenderung
mampu mengandalkan diri, mengontrol diri dan lebih asertif (Papalia, et.al., 2009), mereka menjadi cenderung
independen, memiliki self concept yang
positif (Gander & Gardiner, 1981), mengurangi masalah perilaku pada remaja,
serta meningkatkan performa di sekolah (Urberg & Wolowicz, 1996, dalam
Santrock, 1998).
Kemudian para ahli perkembangan,
yaitu Eleanor Maccoby dan John Martin (1983, dalam Papalia, et.al, 2009) menambahkan pola asuh
keempat, yaitu:
- Permissive
Indifferent Parenting Style / Neglecting
Merupakan
pola pengasuhan mengabaikan, atau tidak terlibat. Pola asuh ini menggambarkan
orang tua yang kadang hanya fokus pada kebutuhannya sendiri dan mengabaikan
kebutuhan anak karena stress atau depresi (Papalia, et.al, 2009). Pola pengasuhan ini tidak memiliki kontrol orang tua
sama sekali. Pola asuh ini sudah dikaitkan dengan berbagai gangguan perilaku
pada masa kanak-kanak dan remaja (Baumrind, 1991; Parke & Buriel, 1998;
R.A. Thompson, 1998, dalam Papalia, et.al,
2009).
Islam
Dan Pola Asuh
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Diana Baumrind (1971, 1996b; Baumrind & Black, 1967, dalam
Papalia, et.al., 2009) pada sejumlah
keluarga yang memiliki anak prasekolah, didapatkan tiga macam pola asuh, yaitu:
pola asuh otoriter, permissive,
autoritatif dan neglecting, dalam
perspektif islam sesunggunya empat macam pola asuh yang telah dikemukakan oleh
Diana Baumrind tersebut sudah terkandung secara implisit didalam ajaran islam,
seperti contoh dalam mendidik anak untuk melaksanakan shalat lima waktu apabila
anak sudah mencapai umur tujuh tahun dan sulit untuk diperintahkan mendirikan
shalat maka orng tuanya boleh memukulnya dengan syarat memeuluk tanpa
melukainya, sebagaimana hadits dibawah ini.
Jika harus menggunakan hukuman
fisik, harus terarah dan terkendali. Sabda Rasulullah saw.: “Suruhlah
anak-anakmu mengerjakan sholat pada usia 7 tahun dan pukullah mereka (tapi
tidak melukai) pada usia 10 tahun bila mereka tidak sholat.” (HR
al-Hakim dan Abu Dawud)
Artinya pukulan fisik merupakan suatu
hal yang sangat otoriter, dan untuk hal-hal tertentu islam pun
memperbolehkannya dengan ketentuan
tertentu.
Pengukuran
Pola Asuh Dalam Islam
Dalam pengukuran (measurement) tentang hal yang menyangkut keislaman mengalami
beberapa persoalan, baik secara substantif ataupun metodologis (Mudjib,2012).
Bahkan menjadi penghambat dalam upaya pengembangan alat ukur yang menyangkut
tentang keislaman, namun itu hanya terbatas untuk hal-hal yang bersifat nilai
keshalehan, keimanan atau tentang karakter islam.
Untuk mengukur pola asuh sendiri sangat
memungkinkan untuk dikembangkan alat ukurnya, dengan pertama-tama mencari
definisi operasional dari masing-masing bentuk pola asuh, kemudian dibuat blue print lalu dikembangkan item
pertanyaannya dengan melakukan adaptasi dan disesuaikan dengan pertanyaan atau
peernyataan pola asuh yang islami. Dengan begitu kita dapat mengetahui pola
asuh seperti apakah yang digunakan oleh orang tua dalam memeberikan pendidikan dan
pembentukan karakter nilai-nilai islam pada anak.
Daftar Pustaka
Dradjat, Z.
Nilai-nilai Moral Di Indonesia, Bulan Bintang, Jakarta 1985Mujib,A.,
Mudzakir,J.(2006).Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Prenada Media
Mudjib,
A, Konsep Pendidikan Karakter
Berbasis Psikologi Islam.(2012). Prosiding
Seminar Nasional Psikologi Islami.
Papalia,
D.E., Olds, S.W. and Feldman, R.D. (2009). Human Development, ed 10th.Perkembangan
Manusia (Terjemahan: Brian Marwensdy). Jakarta: PenerbitSalemba Humanika.
Santrock, J.W.
(2002). Life-span Development.
(Terjemahan: Achmad Chusaeri dan Juda Damanik). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar