Kamis, 25 Februari 2016

ISLAM DAN KEPRIBADIAN (Risa Pangestu)

ISLAM DAN KEPRIBADIAN
RISA PENGESTU
  BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Dalam memahami kepribadian dan sikap keagamaan, ada banyak tipe-tipe yang di paparkan oleh berbagai macam teori dari para ahli, mulai dari teori barat yang sangat dikenal dalam psikologi seperti teori Freud dalam memandang kepribadian dan juga agama.Begitu pula dengan teori yang menjelaskan tentang kepribadian yang dihubungkan dengan agama islam. Selain dijelaskan secara gamblang dalam Al-qur’an, kita harus bisa mengikuti dan mengaplikasikan sebagaimana tipe-tipe kepribadian yang baik. Dan bisa menjadi contoh bagi orang yang ada di sekitar kita. Sebab, jika kita sebagai manusia menjalani kehidupanj ini dengan baik, maka baik pula jiwa dan raga kita dan selalu menjalankan perintah-Nya.Ada bermacam-macam tipe yang dimiliki oleh manusia. Ada manusia yang dikatakan sehat atau normal dan ada juga manusia yang dikatakan abnormal. Maksudnya dalam makalah ini akan dijelaskan bahwa jika ia manusia normal, maka ia akan menjalankan tipe kepribadian yang baik dan tidak melanggar norma-norma maupun nilai-nilai yang bertentangan dengan agama.Sebaliknya, jika ia manusia yang dikatakan abnormal, ia tidak dapat menjalani kehidupan dengan kepribadian yang sehat. Sebab ia banyak melanggar perintah-Nya yang telah banyak di sebutkan dalam al-qur’an.Baiklah untuk memperjelas, dan agar kita dapat memahami langsung apa saja yang termasuk tipe-tipe kepribadian dari berbagai macam teori yang dijelaskan oleh para ahli, maka makalah ini mencoba mengupas tuntas tentang hal-hal yang berkaitan dengan kepribadian dan sikap keagamaan tersebut.
Tindakan yang diduga kuat mampu menyelesaikan paologi sosial tersebu adalah perbaikan budi pekerti yang luhur (akhlaq al-karimah). Karena itu, Penulis mencoba member konteks pada makalah ini dengan mengedepankan judul di atas. Judul yang dimaksudkan untuk menjelaskan variabel Islam yang dapat memengaruhi atau berperan pada variabel Pendidikan Budi Pekerti.
1.2  Perumusan Masalah
a.       Apa yang di maksud dengan Agama Islam?
b.      Apa yang di maksud dengan Kepribadian?
c.       Apa yang di maksud dengan Kepribadian menurut Islam?
d.      Bagaimana bentuk-bentuk Struktur kepribadian?
e.       Bagaimana pandangan Ahli Hadist dan pandangan Al-Quran mengenai Fitrah?
f.       Bagaimana Kaitannya Pendidikan Kepribadian dengan Islam?

1.3  Tujuan Penulisan
1.3.1        Tujuan Umum
Untuk memberikan gambaran dan pemahaman yang jelas mengenai Islam dan Kepribadian  serta kaitannya dengan sikap keagamaan.
1.3.2        Tujuan Khusus
a.       Memahami apa yang di maksud Islam
b.      Memahami apa yang di maksud pendidikan
c.       Memahami apa yang di maksud kepribadian
d.      Menjelaskan tingkatan tingkatan kepribadian dalam islam
e.       Mengetahui bagaimana pandangan Al-Qur’an dan hadist mengenai kepribadian atau fitrah
f.       Mengetahui peran keislaman pada kepribadian
1.4  Manfaat Penelitian
Makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menambah wawasan serta sebagai salah satu rujukan untuk memahami lebih lanjut dari sisi tema yang sama dalam konteks keislaman pada pendidikan budi pekerti. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk seluruh pembaca pada umumnya untuk meningkatkan pengetahuan tentang gangguan jiwa, kepribadian dan kaitannya terhadap keislaman dalam konteks individual ataupun sosial.


BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Agama Islam
2.1.1 Definisi Agama Islam
Islam adalah doktrin agama, yang diturunkan oleh Allah SWT. Kepada hamba-Nya melalui para rasul dalam islam memuat sejarah ajaran, yang tidak sebatas pada aspek ritual tapi juga mencakup aspek peradaban dengan misi utamanya sebagai rahmatan lila’lamin, islam hadir dengan menyuguhkan tata nilaiyang bersifat plural dan inklusif yang merambah kedalam semua rana kehidupan. Para ahli dari semua kalangan berusaha menerjemahkan dan menikmati ‘penjamuan’ islam menurut disiplin nya masing-masing.
Islam adalah agama kepatuhan, kebersihan dari cacat, dan perdamaian untuk memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Hal itu didasarkan atas arti harfiyah islam yang seakar dengan kata:
a.      Al-Salam
Menyerahkan diri, kepasrahan, ketundukan, dan kepatuhan
b.      Al-Silm dan Al-Salm
Damai dan aman
c.       Al-Salm dan Al-Salamah
Bersih dan selamat dari cacat, baik lahir maupun batin
Orang yang berislam (muslim) adalah orang menyerah, tunduk, patuh dalam melakukan yang baik, agar hidupnya bersih lahir dan batin yang pada gilirannya akan mendapatkan keselamatan dan perdamaian hidup di dunia dan akhirat.
2.1.2 Ruang Lingkup Ajaran Islam
Ruang lingkup ajaran islam mencakup tiga domain, yaitu:
a.       Kepercayan (I’tiqodiyah)
Berhubungan dengan rukun iman seperti iman kepada Allah, malaikat, kitabullah, rasulullah, hari kebangkitan dan taqdir.
b.      perbuatan (amaliyah)
perbuatan amaliyah disini terbagi dalam dua bagian, yaitu:
-          masalah ibadah berkaitan dengan rukun islam, seperti syahadat, shoal, zakat, puasa, haji dan ibadah-ibadah lain yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT.
-          Masalah muamalah, berkaitan dengan interaksi manusia dengan sesamanya, baik perseorangan maupun kelompok seperti akad, pembelanjaan, hukuman, hukum jinayah (pidana dan perdata).
c.       etika (khuluqiyah)
berkaitan dengan kesusilaan, budi pekerti, adab(sopan santun) yang menjadi perhiasan bagi seseorang dalam rangka mencapai keutamaan. Nilai-nilai seperti jujur(shidiq), terpercaya(amanah), adil, sabar, syukur, pemaaf, tidak tergantung pada materi(zuhud), menerima apa adanya(qona’ah), berserah diri kepada Allah(tawakal), malu perbuat buruk (hayya), persaudaran(ukhuwah), toleransi(tasamuh), tolong menolong(ta’awun) dan saling menanggung(takaful) adalah serangkaian bentuk dari budi pekerti yang luhur(akhlaq al-karimah).
2.2 Kepribadian
2.2.1 Pengertian Kepribadian
            Personality berasal dari kata “person” yang secara bahasa memiliki arti: (1) an individual human being (sosok manusia sebagai individu); (2) a common individual (individu secara umum); (3) a living human body (orang yang hidup); (4) self (pribadi); personal existence or identity (eksistensi atau identitas pribadi); dan (6) distinctive personal character (kekhususan karakter individu). 
Pengertian kepribadian dari sudut terminologi memiliki banyak definisi, karena hal itu berkaitan dengan konsep-konsep empiris dan filosofis tertentu yang merupakan bagian dari teori kepribadian. Konsep-konsep empiris dan filosofis disini meliputi dasar-dasar pemikiran mengenai wawasan, landasan, fungsi-fungsi, tujuan, ruang lingkup, dan metodologi yang dipakai rumus. Oleh sebab itu, tidak satupun definisi yang subtantif kepribadian dapat diberlakukan secara umum, sebab masing-masing definisi dilatar belakangi oleh konsep-konsep empiris dan filosofis yang berbeda-beda. Dengan begitu tidak berkelebihan jika Allport-- dalam studi kepustakaannya—menemukan sejumlah 50 definisi mengeinai kepribadian yang berbeda-beda yangdigolongkan kedalam sejumlah kategori. 
Dengan meminjam definisi Allport, kepribadian secara sederhana dapat dirumuskan dengan definisi “what a man really is” (manusian sebagai mana adanya). Maksudnya, manusia sebagaimana sunnah atau kodratnya, yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Definisi yang luas dapat berpijak pada struktur kepribadian, yaitu integrasi sistem kalbu, akal dan hawa nafsu manusia yang menimbulkan tingkah laku. “definisi ini sebagai bandingan dengan definisi yang dikemukakan oleh para psikolog psikoanalitik seperti Sigmun Freud dan Cherly Gustav Jung. 
Perumusan makna psikologi kepribadian Islam memiliki arti bagaimana Islam mendefinisikan kepribadian dari sudut pandang psikologis. Frame kajiannya tetap pada studi Islam yang menelaah terhadap fenomena perilaku manusia dari sudut pandang psikologis, sebab satu-satunya wacana yang eksis hanyalah Islam, sementara psikologi disini hanya satu pendekatan studi dalam studi Islam. 
Berdasarkan pengertian kepribadaian di atas maka yang dimaksud dengan Psikologi Kepribadain Islam adalah “studi Islam yang berhubungan dengan tingkah laku manusia berdasarkan pendekatan psikologis dalam relasinya dengan alam, sesamanya, dan kepada sang Khalik-Nya agar dapat meningkatkan kualitas hisup di dunia dan akhirat”.
2.2.2 Tipe Kepribadian Menurut Ahli Psikologi
1.      Tipe Choleris
Tipe ini disebabkan cairan empedu kuning yang dominan dalam tubuhnya. Sifatnya agak emosi, mudah marah, dan mudah tersinggung.
2.      Tipe Melancholic
Tipe ini disebabkan cairan empedu hitam yang dominan dalam tubuhnya. Sifatnya agak tertutup: rendah diri, mudah sedih, dan sering putus asa
3.      Tipe Plegmatis
Tipe ini dipengaruhi oleh cairan lendir yang dominan. Sifat yang dimilikinya agak statis: lambat, apatis, pasif, dan pemalas.
4.      Tipa Sanguinis
Tipe ini dipengaruhi oleh cairan darah merah yang dominan. Sifat yang dimilikinya agak aktif, cekatan, periang dan mudah bergaul.
Carl Gustav membagi manusia menjadi dua pokok:
1.      Tipe Extrovert, yaitu orang yang terbuka dan banyak berhubungan dengan kehidupan nyata.
2.      Tipe Introvert, yaitu orang yang tertutup dan cenderung kepada berfikir dan merenung.
Dengan demikian, setiap tipe extrovert maupun tipe introvert, masing-masing memiliki tipe: pikiran, perasaan, pengindraan, dan intuisi. Sehingga tipe kepribadian manusia tersebut terbagi atas:
a.       Tipe Pemikiran Terbuka, dengan sifat-sifatnya adalah cenderung bernuat secara praktis, dan memanfaatkannya dalam kehidupan.
b.      Tipe Perasaan Terbuka, dengan sifat-sifatnya: cenderung untuk ikut merasakan perasaan orang lain: sedih dan gembira, rasa hormat, rasa sosial dalam bentuk perbuatan nyata.
c.       Tipe Pengindraan Terbuka, dengan sifat-sifatnya:memiliki kehidupan fikiran dan perasaan yang dangkal.
d.      Tipe Intuisi Terbuka dengan sifat-sifatnya: cenderung untuk bersifat selalu melaksanakan secara langsung setiap apa yang terlintas dalam pikirannya.
e.       Tipe Pemikiran Tertutup dengan sifat-sifatnya:cenderung menekuni pemikiran yang bersifat abstrak sehingga kurang memanfaatkan implementasi pemikiran dalam bentu perbuatan nyata.
f.       Perasaan Tertutup dengan sifat-sifat: kehidupan mentalnya dikuasai oleh perasaan yang mendalam.
g.      Tipe Pengindraan Tertutup dengan sifat: cenderung untuk menenggelamkan diri oleh pengaruh perangsang luar sebagai hasil pengindraan.
h.      Tipe Intuisi Tertutup dengan sifat: cenderung untuk membuat keputusan yang cepat dan tajam tanpa di dasarkan atas bukti yang objektif.
2.2.3 Struktur Kepribadian
1.      Sigmund Freud
Sigmund Freud Merumuskan sistem kepribadian menjadi tiga sistem. Ketiga sistem itu dinamai id, ego, dan superego. Dalam diri orang yang memiliki jiwa yang sehat ketiga sistem itu bekerja dalam suatu susunan yang harmonis. Segala bentuk tujuan dan segala gerak-geriknya selalu memenuhi keperluan dan keinginan manusia yang pokok.
Sebaliknya, kalau ketiga sitem itu bekerja secara bertentangan satu sama lainnya, maka orang tersebut dinamai sebagai orang yang tak dapat menyesuaikan diri. Ia menjadi tidak puas dengan diri dan lingkungannya. Dengan kata lain, efisiensinya menjadi berkurang.
a.       Id (Das Es)
Sebagai suatu sistem id mempunyai fungsi menunaikan prinsip kehidupan asli manusia berupa penyaluran dorongan naluriah. Dengan kata lain id mengemban prinsip kesenangan (pleasure principle), yang tujuannya untuk membebaskan manusia dari ketegangan dorongan naluri dasar: makan, minum, seks, dan sebagainya.
b.      Ego (Das Es)
Ego merupakan sistem yang berfungsi menyalurkan dorongan id ke keadaan yang nyata. Freud menamakan misi yang di emban oleh ego sebagai prinsip kenyataan.
c.       Super Ego (Das Uber Ich)
Sebagai suatu sistem yang memiliki unsur moral dan keadilan, maka sebagian besar super ego mewakili alam ideal. Tujuan super ego adalah membawa individu ke arah kesempurnaan sesuai dengan pertimbangan keadilan dan moral.
2.      H. J Eysenck
Menurut Eysenck, kepribadian tersusun atas tindakan-tindakan dan disposisi-disposisi yang terorganisasi dalam susunan hierarkis berdasarkan atas keumuman dan kepentingannya, diurut dari yang paling bawah ke yang paling tinggi adalah:
a.       Specific response, yaitu tindakan yang terjadi pada suatu keadaan atau kejadian tertentu, jadi khusus sekali.
b.      Habitual response mempunyai corak yang lebih umum daripada specific response, yaitu respon yang berulang-ulang terjadi saat individu menghadapi kondisi atau situasi yang sama.
c.       Trait, yaitu terjadi saat habitual respon yang saling berhubungan satu sama lain, dan cenderung ada pada individu tertentu.
d.      Type, yaitu organisasi di dalam individu yang lebih umum dan mencakup lagi.
3.      Sukamto
Menurut pendapat Sukamto M. M. Kepribadian terdiri dari empat sistem/aspek, yaitu:
a.       Qalb (angan-angan kehatian).
Qalb adalah hati yang menurut istilah kata (terminologis) artinya sesuatu yang berbolak-balik (sesuatu yang lebih), berasal dari kata qalaba, artinya membolak-balikkan. Qalb bisa di artikan hati sebagai daging sekepal (biologis) dan juga bisa berarti ‘kehatian’ (nafsiologis), ada sebuah hadits Nabi riwayat Bukhari/ Muslim berbunyi sebagai berikut:
“ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekepal daging. Kalau itu baik, baiklah seluruh tubuh. Kalau itu rusak, rusaklah seluruh tubuh”. Itulah qalb.
b.      Fuad (perasaan/hati nurani/ulu hati)
Fuad adalah perasaan yang terdalam dari hati yang sering kita sebut hati nurani (cahaya mata hati) dan berfungsi sebagai penyimpangan daya ingatan. Berbagai rasa yang dialami oleh fuad dituturkan dalam ala-qur’an sebagai berikut;
-          Fuad bisa bergoncang gelisah (QS Al-Qashash: 10):
Dan fuad ibu musa menjadi bingung (kosong). Hampir saja ia membukakan rahasia (musa), jika aku tidak meneguhkan hatinya, sehingga ia menjad orang yang beriman.
-          Dengan diwahyukannya Al-qur’an kepada Nabi, fuad Nabi menjadi teguh (QS. Al-Furqan:32).
Dan orang-orang kafir bertanya: “mengapa al-qu’ran tidak diturunkan kepadanya dengan sekaligus”?demikianlah, karena dengan (cara)itu, aku hendak meneguhkan fuadmu, dan aku bacakan itu dengan tertib (sebaik-baiknya).”
-          Fuad tidak bisa berdusta(QS. Al-Najm:11):
“Fuad tidak berdusta tentang apa yang dilihatnya”
-          Orang yang zalim hatinya kosong (bingung). (QS. Ibrahim:43)
“Dengan terburu-buru sambil menundukkan kepala, mereka tidak berkedip, tetapi fuadnya kosong(bingung).”
-          Orang musyrik, fuad dan pandangannya dibolak-balikkan/ digoncang. (QS. Al-An’am :110):
“Aku goncangkan fuad dan pandangan mereka (kaum musyrikin), sebagaimana sejak semula mereka tidak mau beriman dan aku biarkan mereka dalam kedurhakaanya mengembara tanpa arah tertentu.”
c.       Ego (aku sebagai pelaksana dari kepribadian)
Aspek ini timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan (realistis). Ego atau aku bisa dipandang sebagai aspek eksekutif kepribadian, mengontrol cara-cara yang ditempuh, memilih kebutuhan-kebutuhan, memilih objek-objek yang bisa memenuhi kebutuhan, mempersatukan pertentangan-pertentangan antara qalb, dan fuad dengan dunia luar. Ego adalah derivat dari qalb dan bukan untuk merintanginya. Kalau qalb hanya mengenal dunia sesuatu yang subyektif dan yang objek (dunia realitas). Didalam fungsinya, ego berpegang pada prinsip kenyataan (reality principle). Tujuan prinsip kenyataan ini ialah mencari objek yang tepat (serasi) untuk mereduksikan ketegangan yang timbul dalam orgasme. Ia merumuskan suatu rencana untuk pemuasan kebutuhan dan mengujinya untuk mengetahui apakah rencana itu berhasil atau tidak.
d.      Tingkah laku (wujud gerakan)
Nafsiologi kepribadian berangkat dari kerangka acuan dan asumsi –asumsi subyektif tentang tingkah laku manusia, karena menyadari bahwa tidak seorangpun bisa bersikap objektif sepenuhnya dalam mempelajari manusia. Tingkah laku ditentukan oleh keseluruhan pengalaman yang disadari oleh pribadi. Kesadaran merupakan sebab dari tingkah laku. Artinya, bahwa apa yang difikir dan dirasakan oleh individu itu menentukan apa yang akan dikerjakan. Adanya nilai yang dominan mewarnai seluruh kepribadian seseorang dan ikut serta menentukan tingkah lakunya.
Masalah normal dan abnormal tentang tingkah laku, dalam nafsiologi ditentukan oleh nilai dan norma yang sifatnya universal. Orang yang disebut normal adalah orang yang seoptimal mungkin melaksanakan iman dan amal saleh disegala tempat. Kebalikan dari ketentuan itu adalah abnormal, yaitu sifat-sifat zalim, fasik, syirik, kufur, nifak, dan lain-lain.
Meskipun ke empat aspek itu masing-masing mempunyai fungsi. Sifat, komponen, prinsip kerja, dan dinamika sendiri-sendiri, namun ke empatnya berhubungan erat dan tidak bisa dipisah-pisahkan.
4.      Menurut mujib (2007), struktur kepribadian perspektif Islam adalah fitrah. Struktur fitrah memiliki tiga dimensi kepribadian :
a.       Dimensi fisik yang disebut dengan fitrah jasmani
Fitrah ini tidak bisa membentuk kepribadian sendiri, keberadaannya tergantung pada substansi lain. Keberadaan manusia bukan ditentukan oleh fitrah jasmani, melainkan fitrah nafsani. Struktur jasmani merupakan aspek biologis dari struktur kepribadian manusia. Aspek ini tercipta bukan dipersiapkan untuk membentuk tingkah laku tersendiri, melainkah sebagai wadah atau tempat singgah struktur ruh. Kedirian dan kesendirian struktur jasmani tidak akan mampu membentuk suatu tingkah laku lahiriah, apalagi tingkah laku batiniah. 
Organisme fisik manusia lebih sempurna dibanding dengan organisme fisik makhluk-makhluk lain. Pada aspek ini, proses penciptaan manusia memiliki kesamaan dengan hewan ataupun tumbuhan, sebab semuanya termasuk bagian dari alam fisikal. Setiap biotik-lahiriah memiliki unsur materiah yang sama, yakni terbuat dari unsur tanah, api, udara dan air. Sedangkan manusia merupakan makhluk biotik yang unsur-unsur pembentukan materialnya bersifat proporsional antara keempat unsur tersebut, sehingga manusia disebut sebagai makhluk yang terbaik penciptaanya. Firman Allah SWT dalam (Q.S. Al-Tin :9)
Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. 
Struktur jasmani memiliki daya atau energi yang mengembangkan proses fisiknya. Energi ini lazimnya disebut dengan daya hidup. Daya hidup kendatipun sifatnya abstrak, tetapi ia belum mampu menggerakkan suatu tingkah laku. Suatu tingkah laku dapat terwujud apabila struktur jasmani telah ditempati struktur ruh. Proses ini terjadi pada manusia ketika usia empat bulan didalam kandungan. Saat ini manusia memiliki struktur nafsani. Oleh karena fitrah struktur jasmani seperti inilah maka ia tidak mampu bereksistensi dengan sendirinya. 
Konsep kepribadian Islam seperti itu berbeda dengan persepsi psikologis iblis. Iblis menduga bahwa substansi dirinya lebih baik daripada substansi manusia. Ia tercipta dari apai sedanag manusia tercipta dari tanah. Api yang menjadi bahan dasar penciptaan iblis lebih baik naturnya daripada tanah yang menjadi bahan dasar penciptaan manusia. Allah SWT berfirman: 
“Aku lebih baik darinya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan ia Engkau ciptakan dari tanah” (QS Shad : 76).
Menurut Ikhwan al-Shafa, iblis mengalami kesalahan persepsi dalam melihat keutuhan manusia. Iblis hanya melihat aspek fisik manusia tanpa melihat aspek ruhaninya. Oleh karena kesalahan persepsi ini ia enggan bersujud pada Adam a.s. ketika ditiupkan ruh padanya. 
Banyak pakar kontemporer yang telah menentukan bahwa, substansi manusia sama dengan substansi binatang. Diantara mereka misalnya Lemettrie (1709-1751) seorang materialisme, Darwin (1809-1882) seorang evolusionisme, dan Haeckel (1834-1919) seorang biologisme-animalisme. Persepsi iblis tersebut kemudian disempurnakan dengan konsep bahwa manusia adalah hewan yang berpikir, berpolitik, bersosial, berbudaya, berjiwa, berbahasa, menyadari dirinya sendiri dan bertanggungjawab atas perbuatannya. 
Dengan begitu hal ini hanyalah menyentuh pada aspek-aspek yang instrumental, belum pada aspek substansial. Dalam Islam, manusia adalah manusia, makhluk Allah SWT yang memikul amanah sebagai hamba dan Khalifah-Nya. Ia bukan hewan yang bebas dari taklif, melainkan makhluk mendataris Tuhan. Sekalipun manusia berpotensi untuk mengaktualisasikan naluri kehewanannya, bukan ia lebih hina daripada hewan, tetapi ia tetap makhluk yang bernama manusia, yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
b.      Dimensi psikis yang disebut dengan fitrah rohani
meskipun belum menyatu dengan jasmani, namun ia memiliki eksistensi tersendiri di alam arwah. Karena ia telah di alam arwah telah mengadakan perjanjian dg Allah SWT, yang berupa amanat. Struktur ruhani merupakan aspek psikologis dari struktur kepribadian manusia. Aspek ini tercipta dari Amar Allah yang sifatnya ghaib. Ia diciptakan untuk jadi substansi sekaligus esensi kepribadian manusia. Eksistensinya tidak hanya dialam imateri, tetapi juga dialam materi (setelah bergabung dengan fisik), sehingga ia lebih dulu dan lebih abadi adanya. Dari pada stuktur jasmani. Naturnya suci dan mengejar pada dimensi-dimensi spiritual. Kedirian dan kesendiriannya mampu bereksistensi meskipun sifatnya didunia imateri. Suatu tingkah laku “ruhaniah” dapat terwujud dengan kesendirian struktur ruhani. Tingkah laku menjadi aktual apabila struktur jasmani menjadi satu dengan struktur ruhani. 
Keunikan esensial psikologi kepribadian islam dengan psikologi kepribadian yang lain adalah masalah strutur ruh. Karena ruh, seluruh bangunan kepribadian manusia dalam islamm menjadi khas. Ruh merupakan substansi (jawhar) psikologis manusia yang menjadi esensi keberadaannya, baik di dunia ataupun di akhirat. Hal itu berbeda dengan psikologi kepribadian barat yang hanya menerjemahkan ruh dengan spirit yang accident (‘aradh). Sebagai substansi yang esensial, ruh membutuhkkan jasad untuk aktualisasi diiri, bukan sebaliknya. Ruh yang menjadi perbedaan antara eksistensi manusia dengan makhluk lain.
Firman Allah SWT: (QS Al-An’am: 162). Allah SWT dalam firman tersebut merupakan asal dan tujuan dari segala kepribadain yang ada. Dikatakan “asal” karena komponen atau struktur kepribadian diciptakan dan diatu oleh-Nya. Penciptaan dan pengaturannya telah ditetapkan dialam perjanjian (mitsaq) sebelum kejadian material ada. Dikatakan “tujuan” karena semua tindakan atau tingkah laku manusia hanya untuk merealisasikan perjanjian-Nya. Dia-lah yang menjadai tujuan hakiki kehidupan manusia. Apabila kepribadian seseorang tertuju pada-Nya berartia ia rela menempatkan dirinya pada tujuan yang hakiki, sebab Dia Maha Segalanya. Kepribadain semacam ini tidak akan disia-siakan oleh-Nya melainkan diberi kenikmatan dan hakiki pula. Sebaliknya, suatu kepribadain yang tidak termotivasi dan tetuju pada-Nya berarti ia rela menempatkan dirinya pada posisi yang paling hina, sebab ia tidak mengetahui yang Maha Besar. kepribadain semacam ini kelak akan mendapatkan siksaan yang pedih. 
c.       Dimensi psikologis yang disebut dengan fitrah nafsani
merupakan psikofisik manusia. Memiliki 3 daya pokok:
-          Kalbu
Daya qalb yang berhubungan dengan emosi (rasa) yang berhubungan dengan aspek-aspek afektif; 
-          Akal
Daya ‘aqal yang berhubungan dengan kognisi (cipta) (kognitif) yang berhubungan dengan aspek-aspek kognitif; 
-          nafsu.
Daya hawa nafs yang berhubungan dengan konasi (karsa) yang berhubungan dengan aspek-aspek psikomotorik. 
Ketiga Struktur ini diciptaakn untuk mengaktualisasikan semua rencana dan perjanjian Allah SWT, kepada manusia dialam arwah. Aktualisasi itu berwujud tingkah laku atau kepribadain. Struktur nafsani tidak sama dengan sruktur jiwa sebagai mana yang difahami dalam psikologi Barat. Ia merupaka paduan integral antara struktur jasmani dan struktur ruhani. Aktifitas psiskis tanpa fisik merupakan sesuatu yang ghaib, sedang aktifitas fisik tanpa psikis merupakan mesin atau robot. Kepribadain manusia yang terstruktur dari nafsani bukanlah seperti kepribadian malaikat dan hewan yang diprogram secara deterministik. Ia mampu berubah dan dapat menyusun drama kehidupannya sendiri. Kehidupan semacam itu akan terwujud apabila terjadi interaksi aktif antar aspek fisik dan aspek psikis dari struktur nafsani. 
2.2.4        Tingkatan Kepribadian
Menurut Mujib dan Mudzakir (2001) ada 3 komponen Kepribadian,  yaitu :
1.      Kepribadian Ammarah (Nafs Al- Ammarah).
Yaitu kepribadian yang cenderung pada tabiat jasadda mengejar  pada prinsip – prinsip kenikmatan kepribadian itu merupakan tempat  dan sumber kejelekan dan tingkah laku tercela. Manusia yang  berkepribadian amarah tidak saja dapat dirinya merusak sendiri, tetapi  juga merusak diri orang lain keberadaannya ditentukan oleh 2 daya  yaitu :
a.       Dayasyahwatyang selalu menginginkan birahi ksukaan diri ingin tahu dan campur tangan urusan orang lain dan sebagainya.
b.      Daya  Qhadhabyang selalu menginginkan tamak, serakah, mencekal, berkelahi, ingin menguasai orang lain, keras, sombong, angkuh, dan sebagainya.
Jadi orientasi kepribadian amarah adalah mengikuti sifat – sifat  binatang kepribadian ini dapat berubah menjadi baik apabila telah diberi rahmat oleh Allah SWT salah satu caranya dengan mendekatkan diri kepada Allah, melakukan puasa, sholat, berdoa dan ibadah – ibadah yang lain.
2.      Kepribadian Lawwamah( Nafs Al- lawwamah)
3.      Yaitu kepribadian yang telah memperoleh cahaya kalbu, lalu ia
bangkit untuk memperbaiki kebimbangannya antara 2 hal kepribadian ini didominasikan oleh komponen akal. Di dalamnya kadang – kadang tubuh perbuatan buruk namun kemudian ia sadar dan bertaubat , sehingga kepribadian ini berada diantara kepribadianammarah dan kepribadianmuthmainnah.
3.      Kepribadian Muthmainnah(Nafs Al – Muthmainnah)
yaitu kepribadian yang telah diberi kesempurnaan kalbu, sehingga dapat meninggalkan sifat – sifat tercela dalam tubuh sifat – sifat yang baik. Kepribadian ini selalu berorientasi pada kalbu untuk mendapatkan kesucian dan menghilangkan segala kotoran, sehingga dirinya menjadi tenang sebagai komponen yang bernatur ilahiah, kalbu selalu cenderung pada ketenangan dalam beribadah, menyintai, bertaubat, bertawakal dan mencari ridha Allah SWT.
Kepribadian Muthmainnah selalu menggunakan metodezawq (cita rasa) dan ‘ain al-bashirah(mata bathin) dalam menerima sesuatu, sehingga ia merasa yakin dan tenang.
Kepribadian  muthmainnah berbentuk enam kompetensi keimanan, lima kompetensi keislaman, dan multi kompetensi keihsanan. Aktualsasi bentuk – bentuk tersebut dimotivasikan oleh energi psikis yang disebut dengan amanah yang hujamkan oleh Allah
SWT di dalam arwah (ruh al – munazzalah). Realisasinya amanah selain berfungsi memenuhi kebutuhan juga melaksanakan kewjiban jiwa, sebab jika tidak direalisasikan maka akan mengakibatkan kecemasan, kegelisahan dan ketegangan.

NO
DAYA FITRAH INSAN
TINGKATAN KEPRIBADIAN
KEPRIBADIAN MUTHMAINNAH
KEPRIBADIAN LAWAMAH
KEPRIBADIAN AMANAH
1
Qalb
56%
30%
15%
2
‘Akal
30%
40%
30%
3
Nafsu
15%
30%
55%

Kepribadian muthmainnah               : kepribadian yang di dominasi oleh daya kalbu yang dibantu oleh daya akal dan daya nafsu.

Kepribadian lawamah               : kepribadian yang didominasi oleh daya akal yang dibantu oleh daya kalbu dan daya nafsu.

Kepribadian amanah                          : kepribadian yang didominasi oleh daya nafsu yang dibantu oleh daya akal dan daya kalbu.

2.2.5 Komponen Psikologi Islam
Rumusan tersebut memiliki lima kompenen dasar yakni sebagai berikut :
1.      Studi Islam
Psikologi Kepribadian Islam merupakan salah satu kajian dalam studi keislaman, bukan bagian dari studi (atau cabang) psikologi. Sebagai disiplin ilmu keislaman, ia memiliki kedudukan yang sama dengan disiplin keislaman yang lain, seperti teologi Islam, hukum Islam, ekonomi Islam, kebudayaan Islam, polotik Islam, dan sebaginya. Penggunaan term Islam disini memiliki arti corak, pola pikir, atau aliran dalam psikologikepribadian, yang memiliki eksistensi unik dibading dengan aliran psikologi kepribadian lain. Keunikannya baik dari aspek ontologi, epistimologi maupun aksiologinya. Studi Islam di sini juga memiliki arti bahwa bangunan kepribadain didasarkan atas Alquran, al-Sunnah,khazanah Islam sendiri, bukan dari bangunan kepribadain Barat. 
2.      Berhubungan dengan tingkah laku, manusia
Psikologi Kepribadain Islam mempelajari tingkah laku manusia. Dalam bentuk potensial, seluruh tingkah laku manusiatelah memilki takdir atau sunnatullah yang ditetapkan oleh Tuhan, meskipun takdir yang dimaksud memiliki banyak pilihan. Namun dalam bentuk aktual, manusia diberi kebebasan untuk mengekspresikannya, sehingga menimbulkan dinamika tingkah laku. Setiap tingkah laku memilki citra (image) dan keunikan tersendiri sesuai sesuai apa yang terdapat pada pelakunya. Tingkah laku disini bisa berupatingkah laku lahir maupun tingkah laku batin atau kedua-duanya. Tingkah laku lahir ada yang mencerminkan tingkah laku batinnya dan ada juga yang berbeda. Baik mencerminkan atau tidak semuanya disebut dengan tingkah laku. 
3.      Berdasarkan pendekatan psikologis
Studi tentang kepribadian dapat didekati dengan beberapa pendekatan, misalnya filsafat, psikologi, antropologi, dan sebagainya. Psikologi Kepribadain Islam merupaka\n studi kepribadain Islam yang dipandang dari sudut psikologi. Studi ini setidak-tidaknya menggambarkan apa dan bagaimana tingkah laku manusia menurut pandangan Islam yang ditimbulkan dari jiwanya. 
4.      Relasinya dengan alam, sesamanya, dan kepada Sang Khalik. Psikologi Kepribadain Islam mengkaji tingkah laku manusia dengan berpijak pada fungsi kehidupan manusia. Manusia adalah sebagai mandataris Sang Khalik untuk menjadai khalifah dimuka bumi. Dalam bertingkah laku, manusia selain diberi potensi fitrah, juga memiliki relasi sesamanya dan dikaruniai alam dan isinya untuk dikelola yang baik. Oleh karena kedudukan ini maka setiap realisasi tingkah laku manusia merupakan cerminan ibadah, baik berkaitang dengan Tuhan, diri sendiri, sesamanya, serta pada alam semesta. 
5.      meningkatkan kebahagiaan hidup didunia dan akhirat
Psikologi kepribadian Islam syarat akan nilai, yang dapat menghantarkan kebahagiaan hidup manusia. Kebahagian yang dimaksud tidak terbatas pada kebahagiaan duniawi yang sifatnya temporer dan semu, tetapi juga kebahgiaan ukhrowi yang sifatnya abadi dan hakiki. Pda aspek ini, Psikologi Kepribadain Islam bukan sekedar memotret dan mengidentifikasi tingkah laku (bicara apa adanya), melainkan juga mengungkap bagaimana seharusnya tingkah laku itu. Tentunya dalam hal ini tidak terlepas norma-norma baik-buruk yang telah ditetapka oleh Sang Khalik. Oleh karena tujuan ini maka studi Psikologi Kepribadain Islam diharapkan memiliki implikasi penting dalam kehidupan manusia. 
2.3 Agama dan Pengaruhnya terhadap Kepribadian
Gangguan mental dapat dikatakan sebagai perilaku abnormal atau perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dimasyarakat, perilaku tersebut baik yang berupa pikiran, perasaan maupun tindakan. Stress, depresi dan alkoholik tergolong sebagai gangguan mental karena adanya penyimpangan, hal ini dapat disimpulkan bahwa gangguan mental memiliki titik kunci yaitu menurunnya fungsi mental dan berpengaruhnya pada ketidak wajaran dalam berperilaku ini sesuai dengan Al-Quran (QS. Al-Baqoroh 2:10)
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
Artinya: Dalam hati mereka ada penyakit lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. yakni keyakinan mereka terdahap kebenaran nabi Muhammad s.a.w. lemah. Kelemahan keyakinan itu, menimbulkan kedengkian, iri-hati dan dendam terhadap nabi s.a.w., agama dan orang-orang Islam.
Adapun gangguan mental yang dijelaskan oleh (A. Scott, 1961) meliputi beberapa hal :
1.      Salah dalam penyesuaian sosial, orang yang mengalami gangguan mental perilakunya bertentangan dengan kelompok dimana dia ada.
2.      Ketidak bahagiaan secara subyektif
3.      Kegagalan beradaptasi dengan lingkungan
4.      Sebagian penderita gangguan mental menerima pengobatan psikiatris dirumah sakit, namun ada sebagian yang tidak mendapat pengobatan tersebut.
Seseorang yang gagal dalam beradaptasi secara positif dengan lingkungannya dikatakan mengalami gangguan mental. Proses adaptif ini berbeda dengan penyesuaian sosial, karena adaptif lebih aktif dan didasarkan atas kemampuan pribadi sekaligus melihat konteks sosialnya. Atas dasar pengertian ini tentu tidak mudah untuk mengukur ada tidaknya gangguan mental pada seseorang, karena selain harus mengetahui potensi individunya juga harus melihat konteks sosialnya.
Agama tampaknya memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pengingkaran manusia terhadap agama mungkin karena faktor-faktor tertentu baik yang disebabkan oleh
kepribadian maupun lingkungan masing-masing. Namun untuk menutupi atau meniadakan sama sekali dorongan dan rasa keagamaan kelihatannya sulit dilakukan, hal ini Karena manusia ternyata memiliki unsur batin yang cenderung mendorongnya untuk tunduk kepada Zat yang gaib, ketundukan ini merupakan bagian dari faktor intern manusia dalam psikologi kepribadian dinamakan pribadi (Self) ataupun hati nurani (conscience of man).
Fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT ialah manusia diciptakan mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka tidak wajar, mereka tidak beragama tauhid itu hanya karena pengaruh lingkungan, seperti yang ada dalam (QS Ar Ruum 30:30)
Artinya: 30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,
 fitrah Allah: maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan

BAB III
PENUTUP
Pada bab tiga penulis akan memaparkan lebih lanjut hasil dari pembahasan yang telah dilakukan. Bab ini terdiri dari dua bagian yaitu kesimpulan, dan saran.
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian literatur dan diskusi maka kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Pada hakikatnya kepribadian dalam islam ialah yang berhubungan dengan tingkah laku manusia berdasarkan pendekatan psikologis dalam relasinya dengan alam, sesamanya, dan kepada sang Khalik-Nya agar dapat meningkatkan kualitas hisup di dunia dan akhirat
2.      Islam yang ajaran intinya berpijak pada prinsip keutuhan (tauhid) menolak segala fikiran dan tindakan yang berbau sekuler, yang memisahkan antara ajaran agama dan falsafah hidup berbangsa dan bernegara, karena sekularisasi akan melahirkan kepribadian yang pecah (split personality).
3.      Struktur kepribadian dalam islam antara lain dimensi fisik (jasmani) yang merupakan komponen hanya memiliki daya indrawi yang empiric dan tidak memiliki daya batini, psikis (rohani) yang merupakan citra penciptaan manusia yang mempunyai komponen, potensi, fungsi, sifat, prinsip kerja, dinamisme dan mekanisme tersendiri untuk mewujudkan hakikat manusia yang sebenarnya, dan dimensi psikologis (nafsani) yang merupakan citra penciptaan manusia, secara inhhern telah ada sejak manusia siap menerimanya, yaitu usia empat bulan dalam kandungan.
4.      Cara kerja fitrah nafsani dalam pembentukan kepribadian antara lain qalb (ilahiyah, insaniyah, hayawaniyah), akal (insaniyah, hayawaniyah) dan nafsu (hayawaniyah).
5.      Demi keseimbangan pendidikan, manusia tidak ingin hanya mengedepankan aspek pendidikan material, tetapi juga pendidikan moral-spiritual.
3.2 Saran
Pada makalah ini masih banyak tema yang terkait secara teoritis dengan kepribadian, yang belum ikut dikaitkan pada penjelasan di makalah ini, seperti misalnya kaitan antara kepribadian dengan konteks filsafat islam dan secara menyeluruh dengan konteks psikologi islam dimana tentunya hal tersebut akan memperkaya pemahaman pembaca mengenai akhlaqul karimah dan pendidikan. Penulis berharap bahwa pada penulisan makalah yang mendatang, aspek tersebut bisa ikut dibahas.
Sebagai generasi muda seharusnya kita dapat lebih menghargai budaya kita sendiri dan menjadi remaja yang bermoral yang mampu melawan dampak negatif dari globalisasi dan menganbil dampak positifnya. Tentunya dengan mengkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.


DAFTAR PUSTAKA
Mujib, A (2006). “Ilmu Pendidikan Islam”. Edisi Pertama (KENCANA)

Mujib, A (2007)” Kepribadain Dalam psikologi Islam”, (Jakarta) : PT Raja Grafindo Persada

Jalaluddin. H. 2005. Psikologi Agama Edisi Revisi 2010. Jakarta. Penerbit: PT. Raja Grafindo Persada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar