ISLAM
DAN KEPRIBADIAN
RISA PENGESTU
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Dalam
memahami kepribadian dan sikap keagamaan, ada banyak tipe-tipe yang di paparkan
oleh berbagai macam teori dari para ahli, mulai dari teori barat yang sangat
dikenal dalam psikologi seperti teori Freud dalam memandang kepribadian dan
juga agama.Begitu pula dengan teori yang menjelaskan tentang kepribadian yang
dihubungkan dengan agama islam. Selain dijelaskan secara gamblang dalam
Al-qur’an, kita harus bisa mengikuti dan mengaplikasikan sebagaimana tipe-tipe
kepribadian yang baik. Dan bisa menjadi contoh bagi orang yang ada di sekitar
kita. Sebab, jika kita sebagai manusia menjalani kehidupanj ini dengan baik,
maka baik pula jiwa dan raga kita dan selalu menjalankan perintah-Nya.Ada bermacam-macam
tipe yang dimiliki oleh manusia. Ada manusia yang dikatakan sehat atau normal
dan ada juga manusia yang dikatakan abnormal. Maksudnya dalam makalah ini akan dijelaskan
bahwa jika ia manusia normal, maka ia akan menjalankan tipe kepribadian yang
baik dan tidak melanggar norma-norma maupun nilai-nilai yang bertentangan
dengan agama.Sebaliknya, jika ia manusia yang dikatakan abnormal, ia tidak
dapat menjalani kehidupan dengan kepribadian yang sehat. Sebab ia banyak
melanggar perintah-Nya yang telah banyak di sebutkan dalam al-qur’an.Baiklah
untuk memperjelas, dan agar kita dapat memahami langsung apa saja yang termasuk
tipe-tipe kepribadian dari berbagai macam teori yang dijelaskan oleh para ahli,
maka makalah ini mencoba mengupas tuntas tentang hal-hal yang berkaitan dengan
kepribadian dan sikap keagamaan tersebut.
Tindakan
yang diduga kuat mampu menyelesaikan paologi sosial tersebu adalah perbaikan
budi pekerti yang luhur (akhlaq
al-karimah). Karena itu, Penulis mencoba member konteks pada makalah ini
dengan mengedepankan judul di atas. Judul yang dimaksudkan untuk menjelaskan
variabel Islam yang dapat memengaruhi
atau berperan pada variabel Pendidikan
Budi Pekerti.
1.2 Perumusan
Masalah
a.
Apa yang
di maksud dengan Agama Islam?
b.
Apa yang
di maksud dengan Kepribadian?
c.
Apa yang
di maksud dengan Kepribadian menurut Islam?
d.
Bagaimana
bentuk-bentuk Struktur kepribadian?
e.
Bagaimana
pandangan Ahli Hadist dan pandangan Al-Quran mengenai Fitrah?
f.
Bagaimana
Kaitannya Pendidikan Kepribadian dengan Islam?
1.3 Tujuan
Penulisan
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk memberikan gambaran dan pemahaman yang jelas mengenai Islam dan
Kepribadian serta kaitannya dengan sikap
keagamaan.
1.3.2
Tujuan Khusus
a.
Memahami
apa yang di maksud Islam
b.
Memahami
apa yang di maksud pendidikan
c.
Memahami
apa yang di maksud kepribadian
d.
Menjelaskan
tingkatan tingkatan kepribadian dalam islam
e.
Mengetahui
bagaimana pandangan Al-Qur’an dan hadist mengenai kepribadian atau fitrah
f.
Mengetahui
peran keislaman pada kepribadian
1.4 Manfaat
Penelitian
Makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menambah wawasan
serta sebagai salah satu rujukan untuk memahami lebih lanjut dari sisi tema
yang sama dalam konteks keislaman pada pendidikan budi pekerti. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk seluruh pembaca pada umumnya
untuk meningkatkan pengetahuan tentang gangguan jiwa, kepribadian dan kaitannya
terhadap keislaman dalam konteks individual ataupun sosial.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1
Agama Islam
2.1.1
Definisi Agama Islam
Islam adalah
doktrin agama, yang diturunkan oleh Allah SWT. Kepada hamba-Nya melalui para
rasul dalam islam memuat sejarah ajaran, yang tidak sebatas pada aspek ritual
tapi juga mencakup aspek peradaban dengan misi utamanya sebagai rahmatan lila’lamin, islam hadir dengan
menyuguhkan tata nilaiyang bersifat plural dan inklusif yang merambah kedalam
semua rana kehidupan. Para ahli dari semua kalangan berusaha menerjemahkan dan
menikmati ‘penjamuan’ islam menurut disiplin nya masing-masing.
Islam adalah
agama kepatuhan, kebersihan dari cacat, dan perdamaian untuk memperoleh
keselamatan dunia dan akhirat. Hal itu didasarkan atas arti harfiyah islam yang
seakar dengan kata:
a. Al-Salam
Menyerahkan diri, kepasrahan, ketundukan, dan kepatuhan
b. Al-Silm
dan Al-Salm
Damai dan aman
c. Al-Salm
dan Al-Salamah
Bersih dan selamat dari cacat, baik lahir maupun batin
Orang yang
berislam (muslim) adalah orang menyerah, tunduk, patuh dalam melakukan yang
baik, agar hidupnya bersih lahir dan batin yang pada gilirannya akan
mendapatkan keselamatan dan perdamaian hidup di dunia dan akhirat.
2.1.2
Ruang Lingkup Ajaran Islam
Ruang lingkup ajaran islam mencakup
tiga domain, yaitu:
a.
Kepercayan
(I’tiqodiyah)
Berhubungan dengan rukun iman seperti iman kepada Allah, malaikat,
kitabullah, rasulullah, hari kebangkitan dan taqdir.
b.
perbuatan
(amaliyah)
perbuatan amaliyah disini
terbagi dalam dua bagian, yaitu:
-
masalah
ibadah berkaitan dengan rukun islam, seperti syahadat, shoal, zakat, puasa,
haji dan ibadah-ibadah lain yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT.
-
Masalah
muamalah, berkaitan dengan interaksi manusia dengan sesamanya, baik
perseorangan maupun kelompok seperti akad, pembelanjaan, hukuman, hukum jinayah
(pidana dan perdata).
c.
etika (khuluqiyah)
berkaitan dengan kesusilaan, budi pekerti, adab(sopan santun) yang
menjadi perhiasan bagi seseorang dalam rangka mencapai keutamaan. Nilai-nilai
seperti jujur(shidiq), terpercaya(amanah), adil, sabar, syukur, pemaaf,
tidak tergantung pada materi(zuhud), menerima apa adanya(qona’ah), berserah
diri kepada Allah(tawakal), malu
perbuat buruk (hayya), persaudaran(ukhuwah), toleransi(tasamuh), tolong menolong(ta’awun)
dan saling menanggung(takaful) adalah
serangkaian bentuk dari budi pekerti yang luhur(akhlaq al-karimah).
2.2
Kepribadian
2.2.1
Pengertian Kepribadian
Personality berasal dari kata “person” yang secara
bahasa memiliki arti: (1) an individual human being (sosok manusia sebagai
individu); (2) a common individual (individu secara umum); (3) a living human
body (orang yang hidup); (4) self (pribadi); personal existence or identity
(eksistensi atau identitas pribadi); dan (6) distinctive personal character
(kekhususan karakter individu).
Pengertian
kepribadian dari sudut terminologi memiliki banyak definisi, karena hal itu
berkaitan dengan konsep-konsep empiris dan filosofis tertentu yang merupakan
bagian dari teori kepribadian. Konsep-konsep empiris dan filosofis disini
meliputi dasar-dasar pemikiran mengenai wawasan, landasan, fungsi-fungsi,
tujuan, ruang lingkup, dan metodologi yang dipakai rumus. Oleh sebab itu, tidak
satupun definisi yang subtantif kepribadian dapat diberlakukan secara umum,
sebab masing-masing definisi dilatar belakangi oleh konsep-konsep empiris dan
filosofis yang berbeda-beda. Dengan begitu tidak berkelebihan jika Allport--
dalam studi kepustakaannya—menemukan sejumlah 50 definisi mengeinai kepribadian
yang berbeda-beda yangdigolongkan kedalam sejumlah kategori.
Dengan
meminjam definisi Allport, kepribadian secara sederhana dapat dirumuskan dengan
definisi “what a man really is” (manusian sebagai mana adanya). Maksudnya,
manusia sebagaimana sunnah atau kodratnya, yang telah ditetapkan oleh Tuhan.
Definisi yang luas dapat berpijak pada struktur kepribadian, yaitu integrasi
sistem kalbu, akal dan hawa nafsu manusia yang menimbulkan tingkah laku.
“definisi ini sebagai bandingan dengan definisi yang dikemukakan oleh para
psikolog psikoanalitik seperti Sigmun Freud dan Cherly Gustav Jung.
Perumusan
makna psikologi kepribadian Islam memiliki arti bagaimana Islam mendefinisikan
kepribadian dari sudut pandang psikologis. Frame kajiannya tetap pada studi
Islam yang menelaah terhadap fenomena perilaku manusia dari sudut pandang
psikologis, sebab satu-satunya wacana yang eksis hanyalah Islam, sementara
psikologi disini hanya satu pendekatan studi dalam studi Islam.
Berdasarkan
pengertian kepribadaian di atas maka yang dimaksud dengan Psikologi Kepribadain
Islam adalah “studi Islam yang berhubungan dengan tingkah laku manusia berdasarkan
pendekatan psikologis dalam relasinya dengan alam, sesamanya, dan kepada sang
Khalik-Nya agar dapat meningkatkan kualitas hisup di dunia dan akhirat”.
2.2.2
Tipe Kepribadian Menurut Ahli Psikologi
1.
Tipe Choleris
Tipe ini disebabkan cairan empedu kuning
yang dominan dalam tubuhnya. Sifatnya agak emosi, mudah marah, dan mudah
tersinggung.
2.
Tipe Melancholic
Tipe ini disebabkan cairan empedu hitam
yang dominan dalam tubuhnya. Sifatnya agak tertutup: rendah diri, mudah sedih,
dan sering putus asa
3.
Tipe Plegmatis
Tipe ini dipengaruhi oleh cairan lendir
yang dominan. Sifat yang dimilikinya agak statis: lambat, apatis, pasif, dan
pemalas.
4.
Tipa Sanguinis
Tipe ini dipengaruhi oleh cairan darah
merah yang dominan. Sifat yang dimilikinya agak aktif, cekatan, periang dan
mudah bergaul.
Carl Gustav
membagi manusia menjadi dua pokok:
1.
Tipe Extrovert, yaitu orang yang terbuka dan banyak
berhubungan dengan kehidupan nyata.
2.
Tipe Introvert, yaitu orang yang tertutup dan
cenderung kepada berfikir dan merenung.
Dengan demikian,
setiap tipe extrovert maupun tipe introvert, masing-masing memiliki tipe:
pikiran, perasaan, pengindraan, dan intuisi. Sehingga tipe kepribadian manusia
tersebut terbagi atas:
a.
Tipe Pemikiran Terbuka, dengan sifat-sifatnya adalah
cenderung bernuat secara praktis, dan memanfaatkannya dalam kehidupan.
b.
Tipe Perasaan Terbuka, dengan sifat-sifatnya:
cenderung untuk ikut merasakan perasaan orang lain: sedih dan gembira, rasa
hormat, rasa sosial dalam bentuk perbuatan nyata.
c.
Tipe Pengindraan Terbuka, dengan
sifat-sifatnya:memiliki kehidupan fikiran dan perasaan yang dangkal.
d.
Tipe Intuisi Terbuka dengan sifat-sifatnya: cenderung
untuk bersifat selalu melaksanakan secara langsung setiap apa yang terlintas
dalam pikirannya.
e.
Tipe Pemikiran Tertutup dengan sifat-sifatnya:cenderung
menekuni pemikiran yang bersifat abstrak sehingga kurang memanfaatkan
implementasi pemikiran dalam bentu perbuatan nyata.
f.
Perasaan Tertutup dengan sifat-sifat: kehidupan
mentalnya dikuasai oleh perasaan yang mendalam.
g.
Tipe Pengindraan Tertutup dengan sifat: cenderung
untuk menenggelamkan diri oleh pengaruh perangsang luar sebagai hasil
pengindraan.
h.
Tipe Intuisi Tertutup dengan sifat: cenderung untuk
membuat keputusan yang cepat dan tajam tanpa di dasarkan atas bukti yang
objektif.
2.2.3
Struktur Kepribadian
1.
Sigmund
Freud
Sigmund Freud Merumuskan sistem kepribadian menjadi tiga sistem.
Ketiga sistem itu dinamai id, ego, dan
superego. Dalam diri orang yang memiliki jiwa yang sehat ketiga sistem itu
bekerja dalam suatu susunan yang harmonis. Segala bentuk tujuan dan segala
gerak-geriknya selalu memenuhi keperluan dan keinginan manusia yang pokok.
Sebaliknya, kalau ketiga sitem itu bekerja secara bertentangan satu sama lainnya, maka orang tersebut dinamai sebagai orang yang tak dapat menyesuaikan diri. Ia menjadi tidak puas dengan diri dan lingkungannya. Dengan kata lain, efisiensinya menjadi berkurang.
Sebaliknya, kalau ketiga sitem itu bekerja secara bertentangan satu sama lainnya, maka orang tersebut dinamai sebagai orang yang tak dapat menyesuaikan diri. Ia menjadi tidak puas dengan diri dan lingkungannya. Dengan kata lain, efisiensinya menjadi berkurang.
a.
Id (Das
Es)
Sebagai suatu sistem
id mempunyai fungsi menunaikan prinsip kehidupan asli manusia berupa penyaluran
dorongan naluriah. Dengan kata lain id mengemban prinsip kesenangan (pleasure
principle), yang tujuannya untuk membebaskan manusia dari ketegangan dorongan
naluri dasar: makan, minum, seks, dan sebagainya.
b.
Ego (Das
Es)
Ego merupakan sistem
yang berfungsi menyalurkan dorongan id ke keadaan yang nyata. Freud menamakan
misi yang di emban oleh ego sebagai prinsip kenyataan.
c.
Super Ego
(Das Uber Ich)
Sebagai suatu sistem
yang memiliki unsur moral dan keadilan, maka sebagian besar super ego mewakili
alam ideal. Tujuan super ego adalah membawa individu ke arah kesempurnaan
sesuai dengan pertimbangan keadilan dan moral.
2.
H. J
Eysenck
Menurut Eysenck, kepribadian tersusun atas tindakan-tindakan dan
disposisi-disposisi yang terorganisasi dalam susunan hierarkis berdasarkan atas
keumuman dan kepentingannya, diurut dari yang paling bawah ke yang paling
tinggi adalah:
a.
Specific
response, yaitu tindakan yang terjadi pada suatu keadaan atau kejadian
tertentu, jadi khusus sekali.
b.
Habitual
response mempunyai corak yang lebih umum daripada specific response, yaitu
respon yang berulang-ulang terjadi saat individu menghadapi kondisi atau
situasi yang sama.
c.
Trait,
yaitu terjadi saat habitual respon yang saling berhubungan satu sama lain, dan
cenderung ada pada individu tertentu.
d.
Type,
yaitu organisasi di dalam individu yang lebih umum dan mencakup lagi.
3.
Sukamto
Menurut pendapat Sukamto M. M. Kepribadian terdiri dari empat sistem/aspek, yaitu:
Menurut pendapat Sukamto M. M. Kepribadian terdiri dari empat sistem/aspek, yaitu:
a.
Qalb
(angan-angan kehatian).
Qalb adalah hati
yang menurut istilah kata (terminologis) artinya sesuatu yang berbolak-balik
(sesuatu yang lebih), berasal dari kata qalaba, artinya membolak-balikkan. Qalb
bisa di artikan hati sebagai daging sekepal (biologis) dan juga bisa berarti
‘kehatian’ (nafsiologis), ada sebuah hadits Nabi riwayat Bukhari/ Muslim
berbunyi sebagai berikut:
“ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekepal daging. Kalau itu baik,
baiklah seluruh tubuh. Kalau itu rusak, rusaklah seluruh tubuh”. Itulah qalb.
b.
Fuad
(perasaan/hati nurani/ulu hati)
Fuad adalah perasaan
yang terdalam dari hati yang sering kita sebut hati nurani (cahaya mata hati)
dan berfungsi sebagai penyimpangan daya ingatan. Berbagai rasa yang dialami
oleh fuad dituturkan dalam ala-qur’an sebagai berikut;
-
Fuad bisa
bergoncang gelisah (QS Al-Qashash: 10):
“Dan fuad ibu musa menjadi bingung (kosong).
Hampir saja ia membukakan rahasia (musa), jika aku tidak meneguhkan hatinya,
sehingga ia menjad orang yang beriman. “
-
Dengan
diwahyukannya Al-qur’an kepada Nabi, fuad Nabi menjadi teguh (QS.
Al-Furqan:32).
“Dan orang-orang kafir bertanya: “mengapa
al-qu’ran tidak diturunkan kepadanya dengan sekaligus”?demikianlah, karena
dengan (cara)itu, aku hendak meneguhkan fuadmu, dan aku bacakan itu dengan
tertib (sebaik-baiknya).”
-
Fuad tidak
bisa berdusta(QS. Al-Najm:11):
“Fuad tidak berdusta tentang apa yang dilihatnya”
-
Orang yang
zalim hatinya kosong (bingung). (QS. Ibrahim:43)
“Dengan terburu-buru sambil menundukkan kepala, mereka tidak
berkedip, tetapi fuadnya kosong(bingung).”
-
Orang
musyrik, fuad dan pandangannya dibolak-balikkan/ digoncang. (QS. Al-An’am :110):
“Aku goncangkan fuad dan pandangan mereka (kaum musyrikin),
sebagaimana sejak semula mereka tidak mau beriman dan aku biarkan mereka dalam
kedurhakaanya mengembara tanpa arah tertentu.”
c.
Ego (aku
sebagai pelaksana dari kepribadian)
Aspek ini timbul karena
kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan
(realistis). Ego atau aku bisa dipandang sebagai aspek eksekutif kepribadian,
mengontrol cara-cara yang ditempuh, memilih kebutuhan-kebutuhan, memilih
objek-objek yang bisa memenuhi kebutuhan, mempersatukan
pertentangan-pertentangan antara qalb, dan fuad dengan dunia luar. Ego adalah
derivat dari qalb dan bukan untuk merintanginya. Kalau qalb hanya mengenal
dunia sesuatu yang subyektif dan yang objek (dunia realitas). Didalam fungsinya,
ego berpegang pada prinsip kenyataan (reality principle). Tujuan prinsip
kenyataan ini ialah mencari objek yang tepat (serasi) untuk mereduksikan
ketegangan yang timbul dalam orgasme. Ia merumuskan suatu rencana untuk
pemuasan kebutuhan dan mengujinya untuk mengetahui apakah rencana itu berhasil
atau tidak.
d.
Tingkah
laku (wujud gerakan)
Nafsiologi kepribadian
berangkat dari kerangka acuan dan asumsi –asumsi subyektif tentang tingkah laku
manusia, karena menyadari bahwa tidak seorangpun bisa bersikap objektif
sepenuhnya dalam mempelajari manusia. Tingkah laku ditentukan oleh keseluruhan
pengalaman yang disadari oleh pribadi. Kesadaran merupakan sebab dari tingkah
laku. Artinya, bahwa apa yang difikir dan dirasakan oleh individu itu
menentukan apa yang akan dikerjakan. Adanya nilai yang dominan mewarnai seluruh
kepribadian seseorang dan ikut serta menentukan tingkah lakunya.
Masalah normal dan abnormal tentang tingkah laku, dalam nafsiologi ditentukan oleh nilai dan norma yang sifatnya universal. Orang yang disebut normal adalah orang yang seoptimal mungkin melaksanakan iman dan amal saleh disegala tempat. Kebalikan dari ketentuan itu adalah abnormal, yaitu sifat-sifat zalim, fasik, syirik, kufur, nifak, dan lain-lain.
Masalah normal dan abnormal tentang tingkah laku, dalam nafsiologi ditentukan oleh nilai dan norma yang sifatnya universal. Orang yang disebut normal adalah orang yang seoptimal mungkin melaksanakan iman dan amal saleh disegala tempat. Kebalikan dari ketentuan itu adalah abnormal, yaitu sifat-sifat zalim, fasik, syirik, kufur, nifak, dan lain-lain.
Meskipun ke empat aspek itu masing-masing
mempunyai fungsi. Sifat, komponen, prinsip kerja, dan dinamika sendiri-sendiri,
namun ke empatnya berhubungan erat dan tidak bisa dipisah-pisahkan.
4.
Menurut mujib (2007), struktur kepribadian perspektif
Islam adalah fitrah. Struktur fitrah memiliki tiga dimensi kepribadian :
a.
Dimensi fisik yang disebut dengan fitrah jasmani
Fitrah ini tidak bisa membentuk kepribadian sendiri, keberadaannya
tergantung pada substansi lain. Keberadaan manusia bukan ditentukan oleh fitrah
jasmani, melainkan fitrah nafsani. Struktur jasmani merupakan aspek biologis
dari struktur kepribadian manusia. Aspek ini tercipta bukan dipersiapkan untuk
membentuk tingkah laku tersendiri, melainkah sebagai wadah atau tempat singgah
struktur ruh. Kedirian dan kesendirian struktur jasmani tidak akan mampu
membentuk suatu tingkah laku lahiriah, apalagi tingkah laku batiniah.
Organisme fisik manusia lebih sempurna dibanding dengan organisme fisik
makhluk-makhluk lain. Pada aspek ini, proses penciptaan manusia memiliki
kesamaan dengan hewan ataupun tumbuhan, sebab semuanya termasuk bagian dari
alam fisikal. Setiap biotik-lahiriah memiliki unsur materiah yang sama, yakni
terbuat dari unsur tanah, api, udara dan air. Sedangkan manusia merupakan
makhluk biotik yang unsur-unsur pembentukan materialnya bersifat proporsional
antara keempat unsur tersebut, sehingga manusia disebut sebagai makhluk yang
terbaik penciptaanya. Firman Allah SWT dalam (Q.S. Al-Tin :9)
“Sesungguhnya kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Struktur jasmani memiliki daya atau energi yang mengembangkan proses
fisiknya. Energi ini lazimnya disebut dengan daya hidup. Daya hidup kendatipun
sifatnya abstrak, tetapi ia belum mampu menggerakkan suatu tingkah laku. Suatu
tingkah laku dapat terwujud apabila struktur jasmani telah ditempati struktur
ruh. Proses ini terjadi pada manusia ketika usia empat bulan didalam kandungan.
Saat ini manusia memiliki struktur nafsani. Oleh karena fitrah struktur jasmani
seperti inilah maka ia tidak mampu bereksistensi dengan sendirinya.
Konsep kepribadian Islam seperti itu berbeda dengan persepsi psikologis
iblis. Iblis menduga bahwa substansi dirinya lebih baik daripada substansi
manusia. Ia tercipta dari apai sedanag manusia tercipta dari tanah. Api yang
menjadi bahan dasar penciptaan iblis lebih baik naturnya daripada tanah yang
menjadi bahan dasar penciptaan manusia. Allah SWT berfirman:
“Aku lebih baik darinya, karena Engkau
ciptakan aku dari api, sedangkan ia Engkau ciptakan dari tanah” (QS Shad : 76).
Menurut Ikhwan al-Shafa, iblis mengalami kesalahan persepsi dalam
melihat keutuhan manusia. Iblis hanya melihat aspek fisik manusia tanpa melihat
aspek ruhaninya. Oleh karena kesalahan persepsi ini ia enggan bersujud pada
Adam a.s. ketika ditiupkan ruh padanya.
Banyak pakar kontemporer yang telah menentukan bahwa, substansi manusia
sama dengan substansi binatang. Diantara mereka misalnya Lemettrie (1709-1751)
seorang materialisme, Darwin
(1809-1882) seorang evolusionisme, dan
Haeckel (1834-1919) seorang biologisme-animalisme. Persepsi iblis tersebut
kemudian disempurnakan dengan konsep bahwa manusia adalah hewan yang berpikir,
berpolitik, bersosial, berbudaya, berjiwa, berbahasa, menyadari dirinya sendiri
dan bertanggungjawab atas perbuatannya.
Dengan begitu hal ini hanyalah menyentuh pada aspek-aspek yang
instrumental, belum pada aspek substansial. Dalam Islam, manusia adalah
manusia, makhluk Allah SWT yang memikul amanah sebagai hamba dan Khalifah-Nya.
Ia bukan hewan yang bebas dari taklif, melainkan makhluk mendataris Tuhan.
Sekalipun manusia berpotensi untuk mengaktualisasikan naluri kehewanannya,
bukan ia lebih hina daripada hewan, tetapi ia tetap makhluk yang bernama
manusia, yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
b.
Dimensi psikis yang disebut dengan fitrah rohani
meskipun belum menyatu dengan jasmani, namun ia memiliki eksistensi tersendiri
di alam arwah. Karena ia telah di alam arwah telah mengadakan perjanjian dg
Allah SWT, yang berupa amanat. Struktur ruhani merupakan aspek psikologis dari
struktur kepribadian manusia. Aspek ini tercipta dari Amar Allah yang sifatnya
ghaib. Ia diciptakan untuk jadi substansi sekaligus esensi kepribadian manusia.
Eksistensinya tidak hanya dialam imateri, tetapi juga dialam materi (setelah
bergabung dengan fisik), sehingga ia lebih dulu dan lebih abadi adanya. Dari
pada stuktur jasmani. Naturnya suci dan mengejar pada dimensi-dimensi
spiritual. Kedirian dan kesendiriannya mampu bereksistensi meskipun sifatnya
didunia imateri. Suatu tingkah laku “ruhaniah” dapat terwujud dengan
kesendirian struktur ruhani. Tingkah laku menjadi aktual apabila struktur
jasmani menjadi satu dengan struktur ruhani.
Keunikan esensial psikologi kepribadian islam dengan psikologi
kepribadian yang lain adalah masalah strutur ruh. Karena ruh, seluruh bangunan
kepribadian manusia dalam islamm menjadi khas. Ruh merupakan substansi (jawhar)
psikologis manusia yang menjadi esensi keberadaannya, baik di dunia ataupun di
akhirat. Hal itu berbeda dengan psikologi kepribadian barat yang hanya
menerjemahkan ruh dengan spirit yang accident (‘aradh). Sebagai substansi yang
esensial, ruh membutuhkkan jasad untuk aktualisasi diiri, bukan sebaliknya. Ruh
yang menjadi perbedaan antara eksistensi manusia dengan makhluk lain.
Firman Allah SWT: (QS Al-An’am: 162). Allah SWT dalam firman tersebut
merupakan asal dan tujuan dari segala kepribadain yang ada. Dikatakan “asal”
karena komponen atau struktur kepribadian diciptakan dan diatu oleh-Nya.
Penciptaan dan pengaturannya telah ditetapkan dialam perjanjian (mitsaq)
sebelum kejadian material ada. Dikatakan “tujuan” karena semua tindakan atau
tingkah laku manusia hanya untuk merealisasikan perjanjian-Nya. Dia-lah yang
menjadai tujuan hakiki kehidupan manusia. Apabila kepribadian seseorang tertuju
pada-Nya berartia ia rela menempatkan dirinya pada tujuan yang hakiki, sebab
Dia Maha Segalanya. Kepribadain semacam ini tidak akan disia-siakan oleh-Nya
melainkan diberi kenikmatan dan hakiki pula. Sebaliknya, suatu kepribadain yang
tidak termotivasi dan tetuju pada-Nya berarti ia rela menempatkan dirinya pada
posisi yang paling hina, sebab ia tidak mengetahui yang Maha Besar. kepribadain
semacam ini kelak akan mendapatkan siksaan yang pedih.
c.
Dimensi psikologis yang disebut dengan fitrah nafsani
merupakan psikofisik manusia. Memiliki 3 daya pokok:
-
Kalbu
Daya qalb yang berhubungan dengan emosi (rasa) yang berhubungan dengan
aspek-aspek afektif;
-
Akal
Daya ‘aqal yang berhubungan dengan kognisi (cipta) (kognitif) yang
berhubungan dengan aspek-aspek kognitif;
-
nafsu.
Daya hawa nafs yang berhubungan dengan konasi (karsa) yang berhubungan
dengan aspek-aspek psikomotorik.
Ketiga Struktur ini diciptaakn untuk mengaktualisasikan semua rencana
dan perjanjian Allah SWT, kepada manusia dialam arwah. Aktualisasi itu berwujud
tingkah laku atau kepribadain. Struktur nafsani tidak sama dengan sruktur jiwa
sebagai mana yang difahami dalam psikologi Barat. Ia merupaka paduan integral
antara struktur jasmani dan struktur ruhani. Aktifitas psiskis tanpa fisik
merupakan sesuatu yang ghaib, sedang aktifitas fisik tanpa psikis merupakan
mesin atau robot. Kepribadain manusia yang terstruktur dari nafsani bukanlah
seperti kepribadian malaikat dan hewan yang diprogram secara deterministik. Ia
mampu berubah dan dapat menyusun drama kehidupannya sendiri. Kehidupan semacam
itu akan terwujud apabila terjadi interaksi aktif antar aspek fisik dan aspek
psikis dari struktur nafsani.
2.2.4
Tingkatan Kepribadian
Menurut Mujib dan Mudzakir (2001)
ada 3 komponen Kepribadian, yaitu :
1.
Kepribadian
Ammarah (Nafs Al- Ammarah).
Yaitu kepribadian yang cenderung pada tabiat jasadda mengejar pada prinsip – prinsip kenikmatan kepribadian
itu merupakan tempat dan sumber
kejelekan dan tingkah laku tercela. Manusia yang berkepribadian amarah tidak saja dapat
dirinya merusak sendiri, tetapi juga
merusak diri orang lain keberadaannya ditentukan oleh 2 daya yaitu :
a.
Dayasyahwatyang
selalu menginginkan birahi ksukaan diri ingin tahu dan campur tangan urusan
orang lain dan sebagainya.
b.
Daya Qhadhabyang selalu menginginkan tamak,
serakah, mencekal, berkelahi, ingin menguasai orang lain, keras, sombong,
angkuh, dan sebagainya.
Jadi
orientasi kepribadian amarah adalah mengikuti sifat – sifat binatang kepribadian ini dapat berubah
menjadi baik apabila telah diberi rahmat oleh Allah SWT salah satu caranya
dengan mendekatkan diri kepada Allah, melakukan puasa, sholat, berdoa dan
ibadah – ibadah yang lain.
2.
Kepribadian
Lawwamah( Nafs Al- lawwamah)
3.
Yaitu
kepribadian yang telah memperoleh cahaya kalbu, lalu ia
bangkit untuk memperbaiki kebimbangannya antara 2 hal kepribadian
ini didominasikan oleh komponen akal. Di dalamnya kadang – kadang tubuh
perbuatan buruk namun kemudian ia sadar dan bertaubat , sehingga kepribadian
ini berada diantara kepribadianammarah dan kepribadianmuthmainnah.
3.
Kepribadian
Muthmainnah(Nafs Al – Muthmainnah)
yaitu kepribadian yang telah diberi kesempurnaan kalbu, sehingga
dapat meninggalkan sifat – sifat tercela dalam tubuh sifat – sifat yang baik.
Kepribadian ini selalu berorientasi pada kalbu untuk mendapatkan kesucian dan
menghilangkan segala kotoran, sehingga dirinya menjadi tenang sebagai komponen
yang bernatur ilahiah, kalbu selalu cenderung pada ketenangan dalam beribadah,
menyintai, bertaubat, bertawakal dan mencari ridha Allah SWT.
Kepribadian Muthmainnah selalu menggunakan metodezawq (cita rasa)
dan ‘ain al-bashirah(mata bathin) dalam menerima sesuatu, sehingga ia merasa
yakin dan tenang.
Kepribadian muthmainnah
berbentuk enam kompetensi keimanan, lima kompetensi keislaman, dan multi
kompetensi keihsanan. Aktualsasi bentuk – bentuk tersebut dimotivasikan oleh
energi psikis yang disebut dengan amanah yang hujamkan oleh Allah
SWT di dalam arwah (ruh al – munazzalah). Realisasinya amanah selain
berfungsi memenuhi kebutuhan juga melaksanakan kewjiban jiwa, sebab jika tidak
direalisasikan maka akan mengakibatkan kecemasan, kegelisahan dan ketegangan.
NO
|
DAYA FITRAH INSAN
|
TINGKATAN KEPRIBADIAN
|
||
KEPRIBADIAN MUTHMAINNAH
|
KEPRIBADIAN LAWAMAH
|
KEPRIBADIAN AMANAH
|
||
1
|
Qalb
|
56%
|
30%
|
15%
|
2
|
‘Akal
|
30%
|
40%
|
30%
|
3
|
Nafsu
|
15%
|
30%
|
55%
|
Kepribadian muthmainnah
: kepribadian yang di dominasi oleh daya kalbu yang dibantu oleh daya
akal dan daya nafsu.
Kepribadian lawamah
: kepribadian yang didominasi oleh daya akal yang dibantu oleh daya
kalbu dan daya nafsu.
Kepribadian amanah :
kepribadian yang didominasi oleh daya nafsu yang dibantu oleh daya akal dan
daya kalbu.
|
2.2.5
Komponen Psikologi Islam
Rumusan tersebut
memiliki lima kompenen dasar yakni sebagai berikut :
1.
Studi Islam
Psikologi Kepribadian Islam merupakan salah
satu kajian dalam studi keislaman, bukan bagian dari studi (atau cabang)
psikologi. Sebagai disiplin ilmu keislaman, ia memiliki kedudukan yang sama
dengan disiplin keislaman yang lain, seperti teologi Islam, hukum Islam,
ekonomi Islam, kebudayaan Islam, polotik Islam, dan sebaginya. Penggunaan term
Islam disini memiliki arti corak, pola pikir, atau aliran dalam
psikologikepribadian, yang memiliki eksistensi unik dibading dengan aliran
psikologi kepribadian lain. Keunikannya baik dari aspek ontologi, epistimologi
maupun aksiologinya. Studi Islam di sini juga memiliki arti bahwa bangunan
kepribadain didasarkan atas Alquran, al-Sunnah,khazanah Islam sendiri, bukan
dari bangunan kepribadain Barat.
2.
Berhubungan dengan tingkah laku, manusia
Psikologi Kepribadain Islam mempelajari
tingkah laku manusia. Dalam bentuk potensial, seluruh tingkah laku manusiatelah
memilki takdir atau sunnatullah yang ditetapkan oleh Tuhan, meskipun takdir
yang dimaksud memiliki banyak pilihan. Namun dalam bentuk aktual, manusia
diberi kebebasan untuk mengekspresikannya, sehingga menimbulkan dinamika
tingkah laku. Setiap tingkah laku memilki citra (image) dan keunikan tersendiri
sesuai sesuai apa yang terdapat pada pelakunya. Tingkah laku disini bisa
berupatingkah laku lahir maupun tingkah laku batin atau kedua-duanya. Tingkah
laku lahir ada yang mencerminkan tingkah laku batinnya dan ada juga yang
berbeda. Baik mencerminkan atau tidak semuanya disebut dengan tingkah laku.
3.
Berdasarkan pendekatan psikologis
Studi tentang kepribadian dapat didekati
dengan beberapa pendekatan, misalnya filsafat, psikologi, antropologi, dan
sebagainya. Psikologi Kepribadain Islam merupaka\n studi kepribadain Islam yang
dipandang dari sudut psikologi. Studi ini setidak-tidaknya menggambarkan apa
dan bagaimana tingkah laku manusia menurut pandangan Islam yang ditimbulkan
dari jiwanya.
4. Relasinya dengan alam,
sesamanya, dan kepada Sang Khalik. Psikologi Kepribadain Islam mengkaji tingkah
laku manusia dengan berpijak pada fungsi kehidupan manusia. Manusia adalah
sebagai mandataris Sang Khalik untuk menjadai khalifah dimuka bumi. Dalam
bertingkah laku, manusia selain diberi potensi fitrah, juga memiliki relasi
sesamanya dan dikaruniai alam dan isinya untuk dikelola yang baik. Oleh karena
kedudukan ini maka setiap realisasi tingkah laku manusia merupakan cerminan
ibadah, baik berkaitang dengan Tuhan, diri sendiri, sesamanya, serta pada alam
semesta.
5.
meningkatkan kebahagiaan hidup didunia dan akhirat
Psikologi kepribadian Islam syarat akan
nilai, yang dapat menghantarkan kebahagiaan hidup manusia. Kebahagian yang
dimaksud tidak terbatas pada kebahagiaan duniawi yang sifatnya temporer dan
semu, tetapi juga kebahgiaan ukhrowi yang sifatnya abadi dan hakiki. Pda aspek
ini, Psikologi Kepribadain Islam bukan sekedar memotret dan mengidentifikasi
tingkah laku (bicara apa adanya), melainkan juga mengungkap bagaimana
seharusnya tingkah laku itu. Tentunya dalam hal ini tidak terlepas norma-norma
baik-buruk yang telah ditetapka oleh Sang Khalik. Oleh karena tujuan ini maka
studi Psikologi Kepribadain Islam diharapkan memiliki implikasi penting dalam
kehidupan manusia.
2.3
Agama dan Pengaruhnya terhadap Kepribadian
Gangguan
mental dapat dikatakan sebagai perilaku abnormal atau perilaku yang menyimpang
dari norma-norma yang berlaku dimasyarakat, perilaku tersebut baik yang berupa
pikiran, perasaan maupun tindakan. Stress, depresi dan alkoholik tergolong
sebagai gangguan mental karena adanya penyimpangan, hal ini dapat disimpulkan
bahwa gangguan mental memiliki titik kunci yaitu menurunnya fungsi mental dan
berpengaruhnya pada ketidak wajaran dalam berperilaku ini sesuai dengan
Al-Quran (QS. Al-Baqoroh 2:10)
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
Artinya:
Dalam hati mereka ada penyakit lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka
siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. yakni keyakinan mereka terdahap
kebenaran nabi Muhammad s.a.w. lemah. Kelemahan keyakinan itu, menimbulkan
kedengkian, iri-hati dan dendam terhadap nabi s.a.w., agama dan orang-orang
Islam.
Adapun
gangguan mental yang dijelaskan oleh (A. Scott, 1961) meliputi beberapa hal :
1.
Salah
dalam penyesuaian sosial, orang yang mengalami gangguan mental perilakunya bertentangan
dengan kelompok dimana dia ada.
2.
Ketidak
bahagiaan secara subyektif
3.
Kegagalan
beradaptasi dengan lingkungan
4.
Sebagian
penderita gangguan mental menerima pengobatan psikiatris dirumah sakit, namun
ada sebagian yang tidak mendapat pengobatan tersebut.
Seseorang yang gagal dalam beradaptasi secara positif dengan
lingkungannya dikatakan mengalami gangguan mental. Proses adaptif ini berbeda
dengan penyesuaian sosial, karena adaptif lebih aktif dan didasarkan atas
kemampuan pribadi sekaligus melihat konteks sosialnya. Atas dasar pengertian
ini tentu tidak mudah untuk mengukur ada tidaknya gangguan mental pada
seseorang, karena selain harus mengetahui potensi individunya juga harus
melihat konteks sosialnya.
Agama tampaknya memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia. Pengingkaran manusia terhadap agama mungkin karena faktor-faktor
tertentu baik yang disebabkan oleh
kepribadian maupun lingkungan masing-masing. Namun untuk menutupi atau meniadakan sama sekali dorongan dan rasa keagamaan kelihatannya sulit dilakukan, hal ini Karena manusia ternyata memiliki unsur batin yang cenderung mendorongnya untuk tunduk kepada Zat yang gaib, ketundukan ini merupakan bagian dari faktor intern manusia dalam psikologi kepribadian dinamakan pribadi (Self) ataupun hati nurani (conscience of man).
kepribadian maupun lingkungan masing-masing. Namun untuk menutupi atau meniadakan sama sekali dorongan dan rasa keagamaan kelihatannya sulit dilakukan, hal ini Karena manusia ternyata memiliki unsur batin yang cenderung mendorongnya untuk tunduk kepada Zat yang gaib, ketundukan ini merupakan bagian dari faktor intern manusia dalam psikologi kepribadian dinamakan pribadi (Self) ataupun hati nurani (conscience of man).
Fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT ialah
manusia diciptakan mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada
manusia tidak beragama tauhid, maka tidak wajar, mereka tidak beragama tauhid
itu hanya karena pengaruh lingkungan, seperti yang ada dalam (QS Ar Ruum 30:30)
Artinya:
30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus
kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama
yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,
fitrah Allah: maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan
fitrah Allah: maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan
BAB
III
PENUTUP
Pada
bab tiga penulis akan memaparkan lebih lanjut hasil dari pembahasan yang telah
dilakukan. Bab ini terdiri dari dua bagian yaitu kesimpulan, dan saran.
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil kajian literatur dan diskusi maka kesimpulan yang dapat diambil dari
makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Pada
hakikatnya kepribadian dalam islam ialah yang
berhubungan dengan tingkah laku manusia berdasarkan pendekatan psikologis dalam
relasinya dengan alam, sesamanya, dan kepada sang Khalik-Nya agar dapat
meningkatkan kualitas hisup di dunia dan akhirat
2.
Islam yang
ajaran intinya berpijak pada prinsip keutuhan (tauhid) menolak segala fikiran dan tindakan yang berbau sekuler,
yang memisahkan antara ajaran agama dan falsafah hidup berbangsa dan bernegara,
karena sekularisasi akan melahirkan kepribadian yang pecah (split personality).
3.
Struktur
kepribadian dalam islam antara lain dimensi fisik (jasmani) yang merupakan
komponen hanya memiliki daya indrawi yang empiric dan tidak memiliki daya
batini, psikis (rohani) yang merupakan citra penciptaan manusia yang mempunyai
komponen, potensi, fungsi, sifat, prinsip kerja, dinamisme dan mekanisme
tersendiri untuk mewujudkan hakikat manusia yang sebenarnya, dan dimensi
psikologis (nafsani) yang merupakan citra penciptaan manusia, secara inhhern
telah ada sejak manusia siap menerimanya, yaitu usia empat bulan dalam
kandungan.
4.
Cara kerja
fitrah nafsani dalam pembentukan kepribadian antara lain qalb (ilahiyah,
insaniyah, hayawaniyah), akal (insaniyah, hayawaniyah) dan nafsu (hayawaniyah).
5.
Demi
keseimbangan pendidikan, manusia tidak ingin hanya mengedepankan aspek
pendidikan material, tetapi juga pendidikan moral-spiritual.
3.2 Saran
Pada makalah ini
masih banyak tema yang terkait secara teoritis dengan kepribadian, yang belum
ikut dikaitkan pada penjelasan di makalah ini, seperti misalnya kaitan antara
kepribadian dengan konteks filsafat islam dan secara menyeluruh dengan konteks
psikologi islam dimana tentunya hal tersebut akan memperkaya pemahaman pembaca
mengenai akhlaqul karimah dan
pendidikan. Penulis berharap bahwa pada penulisan makalah yang mendatang, aspek
tersebut bisa ikut dibahas.
Sebagai
generasi muda seharusnya kita dapat lebih menghargai budaya kita sendiri dan
menjadi remaja yang bermoral yang mampu melawan dampak negatif dari globalisasi
dan menganbil dampak positifnya. Tentunya dengan mengkatkan keimanan dan
ketakwaan kita kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
DAFTAR
PUSTAKA
Mujib,
A (2006). “Ilmu Pendidikan Islam”.
Edisi Pertama (KENCANA)
Mujib, A (2007)” Kepribadain
Dalam psikologi Islam”, (Jakarta) : PT Raja Grafindo Persada
Jalaluddin. H. 2005. Psikologi Agama Edisi Revisi 2010.
Jakarta. Penerbit: PT. Raja Grafindo Persada
http://www.kompasiana.com/ditarahayu/makalah-krisis-moral-remaja-pada-era-globalisasi_54f7ae21a33311541d8b478c (di
unduh pada tanggal 20 november 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar