Kamis, 25 Februari 2016

PENGUKURAN SABAR (MUHAMMAD ARIF)

PENGUKURAN SABAR

OLEH: MUHAMMAD ARIF

PENDAHULUAN

Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. Di dalamnya penuh dengan informasi yang selalu hangat dan actual dari zaman ke zaman. Walaupun segala daya upaya telah dikerahkan tidak akan ada habisnya waktu untuk menyelaminya. “Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”. (QS. Al-Kahfi: 109) (Depag RI, 2005: 459).

DALIL

Alqur’an

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (QS. Al-Baqarah: 155) (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. (QS. Al-Baqarah: 156) Mereka itulah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-Baqarah: 157).

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Sesungguhnya, hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS. Az-Zumar : 10)

Hadist

Abdullah bin Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhu berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
«خَصْلَتَانِ مَنْ كَانَتَا فِيهِ كَتَبَهُ اللَّهُ شَاكِرًا صَابِرًا، وَمَنْ لَمْ تَكُونَا فِيهِ لَمْ يَكْتُبْهُ اللَّهُ شَاكِرًا وَلَا صَابِرًا، مَنْ نَظَرَ فِي دِينِهِ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَهُ فَاقْتَدَى بِهِ، وَنَظَرَ فِي دُنْيَاهُ إِلَى مَنْ هُوَ دُونَهُ فَحَمِدَ اللَّهَ عَلَى مَا فَضَّلَهُ بِهِ عَلَيْهِ كَتَبَهُ اللَّهُ شَاكِرًا وَصَابِرًا، وَمَنْ نَظَرَ فِي دِينِهِ إِلَى مَنْ هُوَ دُونَهُ، وَنَظَرَ فِي دُنْيَاهُ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَهُ فَأَسِفَ عَلَى مَا فَاتَهُ مِنْهُ لَمْ يَكْتُبْهُ اللَّهُ شَاكِرًا وَلَا صَابِرًا»
Ada dua sifat yang jika terdapat pada diri seorang hamba, niscaya Allah mencatat hamba tersebut sebagai seorang hamba yang bersyukur dan bersabar. Dan barangsiapa pada dirinya tidak terdapat dua sifat tersebut, maka Allah tidak mencatatnya sebagai hamba yang bersyukur dan tidak pula hamba yang bersabar. Barangsiapa melihat dalam perkara agama kepada orang yang posisinya lebih tinggi darinya, lalu ia mencontoh orang tersebut, dan dalam perkara dunia ia melihat kepada orang yang lebih rendah darinya sehingga ia memuji Allah atas karunia yang dengannya Allah melebihkan dia dari orang lain tersebut, niscaya niscaya Allah mencatat dirinya sebagai seorang hamba yang bersyukur dan bersabar. (HR. Tirmidzi no. 2512, dia berkata: Hadits hasan gharib).

Definisi Sabar

            Di dalam Al-Qur’an Allah Swt. banyak sekali menggunakan kata “sabar” atau kata jadiannya, bahkan kata sabar disebut Allah Swt. tidak kurang dari 90 kali (Yasin, 2009: 12), antara lain Allah Swt. berfirman: Artinya: “Tetapi orang yang bersabar dan mema’afkan, Sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS. Asy-Syura: 43) (Depag RI, 2005: 576). Pada ayat lain Allah Swt. juga berfirman: Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqarah: 153) (Depag RI, 2005).
Sabar berasal dari bahasa Arab Sabara. Ia memiliki sejumlah makna, tergantung pada harf jarrin yang mengikutinya. Sabara ‘ala bermakna bersabar atau tabah hati. Sabara ‘an bermakna menahan atau mencegah. Sabara bihi artinya menangung (Munawir, 1997). Rangkaian huruf-huruf shad, ba’, dan ra’, maknanya berkisar pada tiga hal, yaitu: “menahan”, “ketinggian sesuatu”, dan “sejenis batu”. Dari kata “menahan”, lahir makna “konsisten”; “bertahan”, karena yang bertahan menahan pandangannya pada satu sikap. Seseorang yang menahan gejolak hatinya dinamai sabar; yang ditahan dipenjara sampai mati dinamai “mashburah”. Dari makna kedua lahir kata “shubr”, yang yang berarti puncak sesuatu. Sedangkan makna ketiga muncul kata “as-Shubrah” yakni batu yang kukuh lagi kasar atau “potongan kecil” (Yasin, 2009: 12-13).
Secara etimologi (bahasa) sabar adalah menahan atau melarang (Khalid, 2006: 6). Sedangkan secara terminologi, sabar adalah menahan diri untuk melakukan keinginan dan meninggalan larangan Allah Swt. Sabar juga berarti sikap tegar dan kukuh dalam menjalankan ajaran islam ketika muncul dorongan nafsu, ketegaran yang dibangun di atas landasan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sabar dapat juga berarti puncak sesuatu, orang yang memiliki kesabaran, akan sampai pada puncak kemuliaan. Allah Swt. telah memuji orang-orang yang bersabar dan menyebutkan mereka dalam firman-Nya: Artinya: “Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu’. orang-orang yangberbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10) (Depag RI, 2005: 747).
            Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Sabar adalah tahan menderita sesuatu (tidak lekas marah, tidak lekas patah hati, tidak lekas putus asa, dan sebagainya. Sabar adalah tenang, tidak pemarah, suka-penurut (Poerwadarminta, 2007: 1001). Secara psikologis sabar dimaknai sebagai kemampuan menerima, mengolah dan menyikapi kenyataan. Dengan kata lain sabar adalah upaya menahan diri dari dalam sesuatu atau meninggalkan sesuatu untuk menggapai ridha Allah SWT. Sabar adalah bentuk ketenangan emosi yang luar biasa.
Dalam Tafsir Al Misbah, Sabar bermakna menahan diri atau tabah menghadapi sesuatu yang sulit berat dan mencemaskan, baik itu yang bersifat jasmani maupun rohani. Pertama sabar Jasmani yaitu sabar dalam peperangan dan sabar atas siksa. Sabar rohani terdiri dari sabar dalam beribadah, sabar dalam menahan hawa nafsu, sabar atas cobaan dan berani.
Sabar adalah bentuk ketenangan emosi yang luar biasa (sakinah, emotional stability), dimana struktur kalbunya tetap tidak bergeming dari tatapannya kepada Ilahi. Sabar merupakan  kondisi pngendalian diri terhadap gejolak hawa nafsu yang mencuat dengan gejolak amarah atau pemberontakan terhadap tekanan batin (depression).
Kesabaran tumbuh dari jiwa yang mendambakan (membiasakan) zikir dan melatih jiwanya dalam kesengsaraan. Dia tidak merasakan ada sesuatu yang berubah pada saat menerima nikmat maupun mendapat ujian. Sikap sabar adalah ketangguhan seseorang dalam menghadapi segala cobaan dan musibah, tanpa ada sedikitpun yang berubah padanya yang tiada terbilang. Bahkan, dia menyatakan rasa syukur atas musibah yang dihadapinya karena bagi dirinya adalah sebuah keprihatinan yang nelangsa apabila dibandingkan dengan musibah yang lebih pahit di akhirat kelak. Begitu mulyanya tingkat kesabaran, sehingga dijadikan salah satu dari “Asmaul Husna” dan mereka sangat dipujikan dan berhak mendapatkan shalawat, sebuah sapaan cinta dari Allah Swt. yang sejatinya hanya disampaikan kepada baginda Rasulullah Saw. (Tasmara, 2000: 173-174).

Hikmah Sabar

Menurut Yasin (2009: 53), bahwa sabar mempunyai beberapa hikmah, antara lain:
Sabar Sebagai Penolong
Kesabaran bisa menjadi penolong yang akan menyelamatkan seseorang dari bahaya, baik bahaya dunia terlebih bahaya akhirat. Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153) (Depag RI, 2005: 38).
Sabar dan shalat merupakan dua sumber kekuatan mental. Manusia dalam hidupnya memerlukan kekuatan, baik kekuatan jasmani (fisik) maupun kekuatan rohani (mental), karena sepanjang jalan kehidupan akan bertemu dengan berbagai halangan dan rintangan. Untuk memperoleh kekuatan mental supaya sanggup berdiri tegak menghadapi berbagai peristiwa hidup, jalan satu-satunya adalah mengusahakan dan melatih diri agar bersifat sabar dan tetap mengerjakan shalat, karena dalam shalat itu kita berbisik langsung dengan Tuhan, memuja, memuji, bersyukur, berdoa, dan memohon ampun kepada-Nya dari segala dosa yang terlanjur dibuatnya, serta berjanji melaksanakan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya dengan segala kesungguhan dan keikhlasan hati (Fachruddin, 1992: 50-52).
Sabar Pembawa Keberuntungan
Allah Swt. memberikan konsep dan cara-cara memperoleh keberuntungan bagi siapa saja yang beriman kepada Allah Swt., percaya kepada malaikat, kitab-kitab Allah Swt., para rasul, hari akhir dan takdir Allah Swt., agar mereka bersabar dan bertaqwa, supaya dapat meraih keberuntungan sebagaimana tersurat dalam firman Allah Swt. berikut:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (QS. Ali Imran: 200) (Depag RI, 2005: 111).
Tak ada yang perlu diragukan dari janji Allah Swt., karena Dia tidak pernah dan tak akan pernah mengingkari janjinya. Tak ada yang perlu dibimbangkan lagi dari keberuntungan bagi orang-orang beriman yang bersabar dan bertaqwa, keberuntungan itu pasti datang, pasti akan mereka terima, baik di dunia maupun di akhirat, kalau tidak di dunia pasti di akhirat, asal mereka benar-benar beriman dan bersabar.
Mendapat Tempat yang Baik di Akhirat
Kesudahan yang baik, yang dimaksud disini adalah kehidupan setelah di dunia. Sebab, kehidupan ini secara umum ada dua kelompok, yaitu kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Disebut kehidupan dunia sebab di alam dunia orang melewati dua alam, yaitu alam rahim dan alam dunia. Sedangkan kelompok akhirat, karena disana ada dalam kubur, alam mahsyar, alam surga dan atau neraka. Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang Itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik).” (QS. Ar-Raad: 22) (Depag RI, 2005: 372).
Surga didapatkan dengan berbagai macam ujian dan cobaan, rintangan, dan gangguan. Asy-Syaikh As-Sa’di dalam (Mubarak, 2008: 47) mengatakan:
“Allah Swt., memberitakan bahwa Dia pasti akan menguji hamba-hambanya dengan kesenangan, malapetaka, dan kesulitan sebagaimana telah dilakukan atas orang-orang sebelum mereka. Ujian ini merupakan sunnatullah yang terus berlangsung, tidak akan berubah dan berganti. Barang siapa yang melaksanakan ajaran agama dan syari’atnya, pasti Dia akan mengujinya. Jika ia bersabar atas perintah Allah Swt. dan tidak perduli dengan segala rintangan yang terjadi di jalan-Nya, maka dia-lah orang yang akan mendapat tempat kesudahan yang baik (surga) dan telah memperoleh kebahagiaan yang sempurna.”
Semua itu menuntut agar manusia memiliki kesiapan untuk menrima berbagai macam ujian dengan bermacam-macam bentuk dan kadarnya. Terkadang sebuah perkara yang tidak disukai, ternyata mengandung banyak kebaikan. Orang yang beriman tidak lagi memiliki pilihan melainkan bersabar terhadap cobaan atau ujian yang menimpanya dan bersyukur jika ujian tersebut berbentuk kesenangan atau kegembiraan.

Sabar Dapat Menghapus Dosa
Diantara bentuk ujian dan cobaan itu adalah adanya berbagai jenis penyakit di zaman ini, karena kemaksiatan dan kedurhakaan umat terhadap Allah Swt. dan Rasulullah Saw. Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41) (Depag RI, 2005: 647).
Menusia adalah wadah kelemahan dan keteledoran. Al-Qur’an memberi petunjuk tentang cara terampuh untuk menutupi dosa-dosa kecil yang diakibatkan oleh kelemahan itu serta menghindarkan dampak buruk keteledoran dan kelesuan untuk meraih keistiqomahan, yaitu dengan melaksanakan shalat secara teratur dan benar sesuai dengan ketentuan, rukun, syarat dan sunnah-sunnahnya pada kedua tepi siang dan pada bagian permulaan dari malam, karena yang demikian itu dapat menyucikan jiwa dan mengalahkan kecenderungan nafsu untuk berbuat kejahatan. Sesungguhnya kebajikan-kebajikan itu, yakni perbuatan-perbuatan baik seperti shalat, zakat, dan aneka ketaatan lain dapat menghapuskan dosa kecil yang merupakan keburukan, yakni perbuatan buruk yang tidak mudah dihindari manusia maka petunjuk-petunjuk yang disampaikan dalam Al-Qur’an sungguh tinggi nilai dan kedudukannya. Itulah peringatan yang sangat bermanfaat bagi orang-orang yang siap menerimanya dan yang mengingat Allah Swt. Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS. Huud: 114) (Depag RI, 2005: 344).
Seandainya, setiap dosa dan kesalahan yang dilakukan manusia mesti dibalas tanpa ada maghfirah (ampunan)-Nya atau penghapus dosa yang lain, maka tidak akan ada di dunia diantara manusia yang selamat dari kemurkaan Allah Swt., sehingga termasuk hikmah dan keadilan Allah Swt. bahwa dia menjadikan berbagai ujian dan cobaan itu sebagai penghapus dosa-dosa manusia (Ihsan, 2008: 50). Sebagaimana hadits Rasulullah Saw., berikut:
Artinya: “Dari Abi Said dan Abu Hurairah Ra., berkata: Rasulullah Saw. bersabda: ‘tiada menimpa seorang muslim kelelahan, sakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan, dan duka, sampai pun duri yang mengenai dirinya, kecuali Allah Swt. akan menghapus dengannya dosa-dosanya’.” (HR. Bukhari Muslim) (as-Suyuti, 1995: 186).
Asy-Syaikh ibnu Utsaimin dalam kitab Riyadus Shalihin I (Bahraeisy, 1978: 476), berkata:
“Apabila engkau ditimpa musibah maka janganlah engkau berkeyakinan bahwa kesedihan atau rasa sakit yang menimpamu, sampaipun duri yang mengenai dirimu, akan berlalu tanpa arti. Bahkan Allah Swt. akan menggantikan dengan yang lebih baik (pahala) dan menghapuskan dosa-dosamu dengan sebab itu, sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya. Ini merupakan nikmat Allah Swt. Sehingga apabila musibah itu terjadi dan orang yang tertimpa musibah itu mengingat pahala dan mengharapkannya, maka dia akan mendapatkan dua balasan, yaitu menghapus dosa dan tambahan kebaikan.”
Dari keterangan di atas, apabila musibah itu terjadi dan orang yang tertimpa musibah itu mengingat pahala dan mengharapkannya, maka ia akan mendapat dua balasan, yaitu menghapus dosa dan tambahan kebaikan (sabar dan ridlo terhadap musibah). Namun, apabila ia lupa akan janji Allah Swt., maka akan sesaklah dadanya sekaligus menjadikannya lupa terhadap niat mendapatkan pahala dari Allah Swt.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa ada dua pilihan bagi seseorang yang tertimpa musibah;pertama, beruntung dengan mendapatkan penghapus dosa dan tambahan kebaikan; kedua, merugi, mendapatkan murka Allah Swt. karena ia marah dan tidak sabar atas takdir tersebut.



DAFTAR PUSTAKA


Chizanah, Lu’luatul.  2011. Validitas Konstruk Ikhlas: Analisis Faktor Eksploratori terhadap Instrumen Skala Ikhlas. Jurnal Psikologi.

Hafiz, Subhan El, dkk. . Konstruk Psikologi Kesabaran Dan Perannya Dalam Kebahagiaan Seseorang. Jogjakarta: Psikologi UMY

Munawir, A.W. (1997). Al-Munawir: Kamus Arab Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif.

Shihab., M.Q. (2007a). Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Vol. 1. Jakarta: Lentera Hati.

Solikhin, Muhammad. 2009. The Power Of Sabar. Solo: Tiga Serangkai

Ita, Nur. Perspektif Al-Qur’an Tentang Kesabaran Dalam Surat Yusuf. https://ummatunnisa.wordpress.com/2010/12/07/perspektif-al-qur’an-tentang-kesabaran-dalam-surat-yusuf/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar