PENGUKURAN SABAR
OLEH:
MUHAMMAD ARIF
PENDAHULUAN
Al-Qur’an merupakan petunjuk
bagi orang-orang yang bertaqwa. Di dalamnya penuh dengan informasi yang selalu
hangat dan actual dari zaman ke zaman. Walaupun segala daya upaya telah
dikerahkan tidak akan ada habisnya waktu untuk menyelaminya. “Katakanlah: Sekiranya
lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah
lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami
datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”. (QS. Al-Kahfi: 109) (Depag RI, 2005:
459).
DALIL
Alqur’an
“Dan sungguh
akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar, (QS. Al-Baqarah: 155) (yaitu) orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.
(QS. Al-Baqarah: 156) Mereka itulah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna
dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
(QS. Al-Baqarah: 157).
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya, hanya orang-orang yang bersabarlah yang
dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS.
Az-Zumar : 10)
Hadist
Abdullah bin
Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhu berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
«خَصْلَتَانِ مَنْ كَانَتَا فِيهِ كَتَبَهُ اللَّهُ شَاكِرًا صَابِرًا،
وَمَنْ لَمْ تَكُونَا فِيهِ لَمْ يَكْتُبْهُ اللَّهُ شَاكِرًا وَلَا صَابِرًا،
مَنْ نَظَرَ فِي دِينِهِ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَهُ فَاقْتَدَى بِهِ، وَنَظَرَ فِي
دُنْيَاهُ إِلَى مَنْ هُوَ دُونَهُ فَحَمِدَ اللَّهَ عَلَى مَا فَضَّلَهُ بِهِ
عَلَيْهِ كَتَبَهُ اللَّهُ شَاكِرًا وَصَابِرًا، وَمَنْ نَظَرَ فِي دِينِهِ إِلَى
مَنْ هُوَ دُونَهُ، وَنَظَرَ فِي دُنْيَاهُ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَهُ فَأَسِفَ
عَلَى مَا فَاتَهُ مِنْهُ لَمْ يَكْتُبْهُ اللَّهُ شَاكِرًا وَلَا صَابِرًا»
“Ada dua sifat yang jika terdapat pada diri seorang
hamba, niscaya Allah mencatat hamba tersebut sebagai seorang hamba yang
bersyukur dan bersabar. Dan
barangsiapa pada dirinya tidak terdapat dua sifat tersebut, maka Allah tidak
mencatatnya sebagai hamba yang bersyukur dan tidak pula hamba yang bersabar. Barangsiapa melihat dalam perkara
agama kepada orang yang posisinya lebih tinggi darinya, lalu ia mencontoh orang
tersebut, dan dalam perkara dunia ia melihat kepada orang yang lebih rendah
darinya sehingga ia memuji Allah atas karunia yang dengannya Allah melebihkan
dia dari orang lain tersebut, niscaya niscaya Allah mencatat dirinya sebagai
seorang hamba yang bersyukur dan bersabar. (HR. Tirmidzi no. 2512, dia berkata:
Hadits hasan gharib).
Definisi Sabar
Di dalam Al-Qur’an Allah Swt. banyak
sekali menggunakan kata “sabar” atau kata jadiannya, bahkan kata sabar disebut
Allah Swt. tidak kurang dari 90 kali (Yasin, 2009: 12), antara lain Allah Swt.
berfirman: Artinya: “Tetapi orang yang bersabar dan mema’afkan, Sesungguhnya
(perbuatan) yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS.
Asy-Syura: 43) (Depag RI, 2005: 576). Pada ayat lain Allah Swt. juga berfirman:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS.
Al-Baqarah: 153) (Depag RI, 2005).
Sabar berasal dari bahasa Arab Sabara. Ia memiliki
sejumlah makna, tergantung pada harf
jarrin yang mengikutinya. Sabara ‘ala
bermakna bersabar atau tabah hati. Sabara
‘an bermakna menahan atau mencegah. Sabara
bihi artinya menangung (Munawir, 1997). Rangkaian huruf-huruf shad, ba’,
dan ra’, maknanya berkisar pada tiga hal, yaitu: “menahan”, “ketinggian
sesuatu”, dan “sejenis batu”. Dari kata “menahan”, lahir makna “konsisten”;
“bertahan”, karena yang bertahan menahan pandangannya pada satu sikap.
Seseorang yang menahan gejolak hatinya dinamai sabar; yang ditahan dipenjara
sampai mati dinamai “mashburah”. Dari makna kedua lahir kata “shubr”, yang yang
berarti puncak sesuatu. Sedangkan makna ketiga muncul kata “as-Shubrah” yakni
batu yang kukuh lagi kasar atau “potongan kecil” (Yasin, 2009: 12-13).
Secara etimologi (bahasa) sabar adalah menahan atau melarang
(Khalid, 2006: 6). Sedangkan secara terminologi, sabar adalah menahan diri
untuk melakukan keinginan dan meninggalan larangan Allah Swt. Sabar juga
berarti sikap tegar dan kukuh dalam menjalankan ajaran islam ketika muncul
dorongan nafsu, ketegaran yang dibangun di atas landasan Al-Qur’an dan
As-Sunnah. Sabar dapat juga berarti puncak sesuatu, orang yang memiliki
kesabaran, akan sampai pada puncak kemuliaan. Allah Swt. telah memuji
orang-orang yang bersabar dan menyebutkan mereka dalam firman-Nya: Artinya:
“Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu’.
orang-orang yangberbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. dan bumi Allah
itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang
dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10) (Depag RI, 2005:
747).
Dalam kamus besar bahasa Indonesia,
Sabar adalah tahan menderita sesuatu (tidak lekas marah, tidak lekas patah
hati, tidak lekas putus asa, dan sebagainya. Sabar adalah tenang, tidak
pemarah, suka-penurut (Poerwadarminta, 2007: 1001). Secara psikologis sabar
dimaknai sebagai kemampuan menerima, mengolah dan menyikapi kenyataan. Dengan
kata lain sabar adalah upaya menahan diri dari dalam sesuatu atau meninggalkan
sesuatu untuk menggapai ridha Allah SWT. Sabar adalah bentuk ketenangan emosi
yang luar biasa.
Dalam Tafsir Al Misbah, Sabar bermakna menahan diri atau
tabah menghadapi sesuatu yang sulit berat dan mencemaskan, baik itu yang
bersifat jasmani maupun rohani. Pertama sabar Jasmani yaitu sabar dalam
peperangan dan sabar atas siksa. Sabar rohani terdiri dari sabar dalam
beribadah, sabar dalam menahan hawa nafsu, sabar atas cobaan dan berani.
Sabar adalah bentuk ketenangan emosi yang luar biasa
(sakinah, emotional stability), dimana struktur kalbunya tetap tidak bergeming
dari tatapannya kepada Ilahi. Sabar merupakan
kondisi pngendalian diri terhadap gejolak hawa nafsu yang mencuat dengan
gejolak amarah atau pemberontakan terhadap tekanan batin (depression).
Kesabaran tumbuh dari jiwa yang mendambakan
(membiasakan) zikir dan melatih jiwanya dalam kesengsaraan. Dia tidak merasakan
ada sesuatu yang berubah pada saat menerima nikmat maupun mendapat ujian. Sikap
sabar adalah ketangguhan seseorang dalam menghadapi segala cobaan dan musibah,
tanpa ada sedikitpun yang berubah padanya yang tiada terbilang. Bahkan, dia
menyatakan rasa syukur atas musibah yang dihadapinya karena bagi dirinya adalah
sebuah keprihatinan yang nelangsa apabila dibandingkan dengan musibah yang
lebih pahit di akhirat kelak. Begitu mulyanya tingkat kesabaran, sehingga
dijadikan salah satu dari “Asmaul Husna” dan mereka sangat dipujikan dan berhak
mendapatkan shalawat, sebuah sapaan cinta dari Allah Swt. yang sejatinya hanya
disampaikan kepada baginda Rasulullah Saw. (Tasmara, 2000: 173-174).
Hikmah Sabar
Menurut
Yasin (2009: 53), bahwa sabar mempunyai beberapa hikmah, antara lain:
Sabar Sebagai Penolong
Kesabaran
bisa menjadi penolong yang akan menyelamatkan seseorang dari bahaya, baik
bahaya dunia terlebih bahaya akhirat. Allah Swt. berfirman:
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu,
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153)
(Depag RI, 2005: 38).
Sabar
dan shalat merupakan dua sumber kekuatan mental. Manusia dalam hidupnya
memerlukan kekuatan, baik kekuatan jasmani (fisik) maupun kekuatan rohani
(mental), karena sepanjang jalan kehidupan akan bertemu dengan berbagai
halangan dan rintangan. Untuk memperoleh kekuatan mental supaya sanggup berdiri
tegak menghadapi berbagai peristiwa hidup, jalan satu-satunya adalah
mengusahakan dan melatih diri agar bersifat sabar dan tetap mengerjakan shalat,
karena dalam shalat itu kita berbisik langsung dengan Tuhan, memuja, memuji,
bersyukur, berdoa, dan memohon ampun kepada-Nya dari segala dosa yang terlanjur
dibuatnya, serta berjanji melaksanakan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya
dengan segala kesungguhan dan keikhlasan hati (Fachruddin, 1992: 50-52).
Sabar Pembawa Keberuntungan
Allah
Swt. memberikan konsep dan cara-cara memperoleh keberuntungan bagi siapa saja
yang beriman kepada Allah Swt., percaya kepada malaikat, kitab-kitab Allah
Swt., para rasul, hari akhir dan takdir Allah Swt., agar mereka bersabar dan
bertaqwa, supaya dapat meraih keberuntungan sebagaimana tersurat dalam firman
Allah Swt. berikut:
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan
tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah,
supaya kamu beruntung.” (QS. Ali Imran: 200) (Depag RI, 2005: 111).
Tak
ada yang perlu diragukan dari janji Allah Swt., karena Dia tidak pernah dan tak
akan pernah mengingkari janjinya. Tak ada yang perlu dibimbangkan lagi dari
keberuntungan bagi orang-orang beriman yang bersabar dan bertaqwa, keberuntungan
itu pasti datang, pasti akan mereka terima, baik di dunia maupun di akhirat,
kalau tidak di dunia pasti di akhirat, asal mereka benar-benar beriman dan
bersabar.
Mendapat Tempat yang Baik di Akhirat
Kesudahan
yang baik, yang dimaksud disini adalah kehidupan setelah di dunia. Sebab,
kehidupan ini secara umum ada dua kelompok, yaitu kehidupan dunia dan kehidupan
akhirat. Disebut kehidupan dunia sebab di alam dunia orang melewati dua alam,
yaitu alam rahim dan alam dunia. Sedangkan kelompok akhirat, karena disana ada
dalam kubur, alam mahsyar, alam surga dan atau neraka. Allah Swt. berfirman:
Artinya:
“Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan
shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara
sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan;
orang-orang Itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik).” (QS. Ar-Raad:
22) (Depag RI, 2005: 372).
Surga
didapatkan dengan berbagai macam ujian dan cobaan, rintangan, dan gangguan.
Asy-Syaikh As-Sa’di dalam (Mubarak, 2008: 47) mengatakan:
“Allah
Swt., memberitakan bahwa Dia pasti akan menguji hamba-hambanya dengan
kesenangan, malapetaka, dan kesulitan sebagaimana telah dilakukan atas
orang-orang sebelum mereka. Ujian ini merupakan sunnatullah yang terus
berlangsung, tidak akan berubah dan berganti. Barang siapa yang melaksanakan
ajaran agama dan syari’atnya, pasti Dia akan mengujinya. Jika ia bersabar atas
perintah Allah Swt. dan tidak perduli dengan segala rintangan yang terjadi di
jalan-Nya, maka dia-lah orang yang akan mendapat tempat kesudahan yang baik
(surga) dan telah memperoleh kebahagiaan yang sempurna.”
Semua
itu menuntut agar manusia memiliki kesiapan untuk menrima berbagai macam ujian
dengan bermacam-macam bentuk dan kadarnya. Terkadang sebuah perkara yang tidak
disukai, ternyata mengandung banyak kebaikan. Orang yang beriman tidak lagi
memiliki pilihan melainkan bersabar terhadap cobaan atau ujian yang menimpanya
dan bersyukur jika ujian tersebut berbentuk kesenangan atau kegembiraan.
Sabar Dapat Menghapus Dosa
Diantara
bentuk ujian dan cobaan itu adalah adanya berbagai jenis penyakit di zaman ini,
karena kemaksiatan dan kedurhakaan umat terhadap Allah Swt. dan Rasulullah Saw.
Allah Swt. berfirman:
Artinya:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)
(Depag RI, 2005: 647).
Menusia
adalah wadah kelemahan dan keteledoran. Al-Qur’an memberi petunjuk tentang cara
terampuh untuk menutupi dosa-dosa kecil yang diakibatkan oleh kelemahan itu
serta menghindarkan dampak buruk keteledoran dan kelesuan untuk meraih
keistiqomahan, yaitu dengan melaksanakan shalat secara teratur dan benar sesuai
dengan ketentuan, rukun, syarat dan sunnah-sunnahnya pada kedua tepi siang dan
pada bagian permulaan dari malam, karena yang demikian itu dapat menyucikan
jiwa dan mengalahkan kecenderungan nafsu untuk berbuat kejahatan. Sesungguhnya
kebajikan-kebajikan itu, yakni perbuatan-perbuatan baik seperti shalat, zakat,
dan aneka ketaatan lain dapat menghapuskan dosa kecil yang merupakan keburukan,
yakni perbuatan buruk yang tidak mudah dihindari manusia maka petunjuk-petunjuk
yang disampaikan dalam Al-Qur’an sungguh tinggi nilai dan kedudukannya. Itulah
peringatan yang sangat bermanfaat bagi orang-orang yang siap menerimanya dan
yang mengingat Allah Swt. Allah Swt. berfirman:
Artinya:
“Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada
bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik
itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi
orang-orang yang ingat.” (QS. Huud: 114) (Depag RI, 2005: 344).
Seandainya,
setiap dosa dan kesalahan yang dilakukan manusia mesti dibalas tanpa ada
maghfirah (ampunan)-Nya atau penghapus dosa yang lain, maka tidak akan ada di
dunia diantara manusia yang selamat dari kemurkaan Allah Swt., sehingga
termasuk hikmah dan keadilan Allah Swt. bahwa dia menjadikan berbagai ujian dan
cobaan itu sebagai penghapus dosa-dosa manusia (Ihsan, 2008: 50). Sebagaimana
hadits Rasulullah Saw., berikut:
Artinya:
“Dari Abi Said dan Abu Hurairah Ra., berkata: Rasulullah Saw. bersabda: ‘tiada
menimpa seorang muslim kelelahan, sakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan, dan
duka, sampai pun duri yang mengenai dirinya, kecuali Allah Swt. akan menghapus
dengannya dosa-dosanya’.” (HR. Bukhari Muslim) (as-Suyuti, 1995: 186).
Asy-Syaikh
ibnu Utsaimin dalam kitab Riyadus Shalihin I (Bahraeisy, 1978:
476), berkata:
“Apabila
engkau ditimpa musibah maka janganlah engkau berkeyakinan bahwa kesedihan atau
rasa sakit yang menimpamu, sampaipun duri yang mengenai dirimu, akan berlalu
tanpa arti. Bahkan Allah Swt. akan menggantikan dengan yang lebih baik (pahala)
dan menghapuskan dosa-dosamu dengan sebab itu, sebagaimana pohon menggugurkan
daun-daunnya. Ini merupakan nikmat Allah Swt. Sehingga apabila musibah itu
terjadi dan orang yang tertimpa musibah itu mengingat pahala dan
mengharapkannya, maka dia akan mendapatkan dua balasan, yaitu menghapus dosa
dan tambahan kebaikan.”
Dari
keterangan di atas, apabila musibah itu terjadi dan orang yang tertimpa musibah
itu mengingat pahala dan mengharapkannya, maka ia akan mendapat dua balasan,
yaitu menghapus dosa dan tambahan kebaikan (sabar dan ridlo terhadap musibah).
Namun, apabila ia lupa akan janji Allah Swt., maka akan sesaklah dadanya
sekaligus menjadikannya lupa terhadap niat mendapatkan pahala dari Allah Swt.
Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa ada dua pilihan bagi seseorang yang tertimpa
musibah;pertama, beruntung dengan mendapatkan penghapus dosa dan
tambahan kebaikan; kedua, merugi, mendapatkan murka Allah Swt.
karena ia marah dan tidak sabar atas takdir tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Chizanah,
Lu’luatul. 2011. Validitas Konstruk
Ikhlas: Analisis Faktor Eksploratori terhadap Instrumen Skala Ikhlas. Jurnal
Psikologi.
Hafiz,
Subhan El, dkk. . Konstruk Psikologi Kesabaran Dan Perannya Dalam Kebahagiaan
Seseorang. Jogjakarta: Psikologi UMY
Munawir,
A.W. (1997). Al-Munawir: Kamus Arab Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif.
Shihab.,
M.Q. (2007a). Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Vol. 1.
Jakarta: Lentera Hati.
Solikhin,
Muhammad. 2009. The Power Of Sabar. Solo: Tiga Serangkai
Ita,
Nur. Perspektif Al-Qur’an Tentang Kesabaran Dalam Surat Yusuf.
https://ummatunnisa.wordpress.com/2010/12/07/perspektif-al-qur’an-tentang-kesabaran-dalam-surat-yusuf/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar