Kamis, 25 Februari 2016

PENGUKURAN IKHLAS (MUHAMMAD HADI WIRAWAN)

PENGUKURAN IKHLAS
OLEH MUHAMMAD HADI WIRAWAN

Pendahuluan
Syarat diterimanya ibadah adalah rasa ikhlas. Sebagaimana diterangkan dalam ayat Al-Qur'an (QS. Az-Zumar: 65): “Dan sungguh, telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, “Sungguh, jika engkau menyekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi.". Dengan ikhlas kita tidak akan tersesat ke jalan yang tidak diridhoi Allah, dengan ikhlas pula kita tidak akan menjadi orang yang riya’ atau sombong, karena sombong itu merupakan sifatnya iblis. Ia (Iblis) berkata, “Tuhanku, oleh karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat,aku pasti akan jadikan (kejahatan) terasa indah bagi mereka di bumi, dan aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih diantara mereka.” (QS. Al-Hijr: 39-40)
Seseorang yang ikhlas ibarat orang yang sedang membersihkan beras dari kerikil-kerikil dan batu-batu kecil di sekitar beras. Jika beras itu telah bersih, beras yang dimasak menjadi nikmat dimakan. Tetapi jika beras itu masih kotor, ketika nasi dikunyah akan tergigit kerikil dan batu kecil. Demikianlah keikhlasan, menyebabkan beramal menjadi nikmat, tidak membuat lelah, dan segala pengorbanan tidak terasa berat. Sebaliknya, amal yang dilakukan dengan riya’ akan menyebabkan amal tidak terasa nikmat. Pelakunya akan mudah menyerah dan selalu kecewa. Namun, banyak dari kita yang beribadah tidak berlandaskan rasa ikhlas kepada Allah SWT, melainkan dengan sikap riya’ atau sombong agar mendapat pujian dari orang lain. Hal inilah yang dapat menyebabkan ibadah kita tidak diterima oleh Allah SWT.





Pembahasan
A.    Pengertian
a.      Ikhlas
o   Ditinjau dari segi etimologi dan terminologi
ü  Ditinjau dari segi etimologi, ikhlas berarti memurnikan sesuatu dan membebaskannya dari selainnya. Sesuatu disebut ikhlas apabila terbebas dari kotoran, aib dan tidak bercampur dengan sesuatu apapun. Sehingga ikhlas berarti perbuatan yang terbebas dari kotoran atau campuran.
ü  Adapun secara terminologi, ikhlas berarti memurnikan dan membebaskan seluruh amalan peribadatan dari segala bentuk kotoran yang dapat merusak kemurniannya dan menodai keikhlasan kepada Allah ta’ala, sehingga amalan tersebut hanya ditujukan untuk mengharap pahala Allah ta’ala semata.
o   Pengertian Ikhlas Menurut Para Ulama
ü  Abul Qosim Al Qusyairi mengatakan, “Ikhlas adalah menjadikan niat hanya untuk Allah dalam melakukan amalan ketaatan. Jadi, amalan ketaatan tersebut dilakukan dalam rangka mendekatkan diri pada Allah. Sehingga yang dilakukan bukanlah ingin mendapatkan perlakuan baik dan pujian dari makhluk atau yang dilakukan bukanlah di luar mendekatkan diri pada Allah.”
ü  Hudzaifah Al Mar’asiy mengatakan, “Ikhlas adalah kesamaan perbuatan seorang hamba antara zhohir (lahiriyah) dan batin.” Berkebalikan dengan riya'. Riya’ adalah amalan zhohir (yang tampak) lebih baik dari amalan batin yang tidak ditampakkan. Sedangkan ikhlas, minimalnya adalah sama antara lahiriyah dan batin.
ü  Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Meninggalkan amalan karena manusia adalah riya’. Beramal karena manusia termasuk kesyirikan. Sedangkan ikhlas adalah engkau terselamatkan dari dua hal tadi.”
Ada empat definisi dari ikhlas yang bisa kita simpulkan dari perkataan ulama di atas.
1.  Meniatkan suatu amalan hanya untuk Allah.
2.  Tidak mengharap-harap pujian manusia dalam beramal.
3.  Kesamaan antara sesuatu yang tampak dan yang tersembunyi.
4.  Mengharap balasan dari amalannya di akhirat.
b.      Psikoterapi
      Psikoterapi (psychoterapy) adalah pengobatan alam pikiran, atau lebih tepatnya, pengobatan dan perawatan gangguan psikis melalui metode psikologis. [1] Istilah ini mencakup berbagai teknik yang bertujuan untuk membantu individu dalam mengatasi gangguan emosionalnya, dengan cara memodifikasi perilaku, pikiran, dan emosinya, sehingga individu tesebut mampu mengembangkan dirinya dalam mengatasi masalah psikisnya.
      James P. Chaplin lebih jauh membagi pengertian psikoterapi dalam dua sudut pandang. Secara khusus, psikoterapi diartikan sebagai penerapan teknik khusus pada penyembuhan penyakit mental atau pada kesulitan-kesulitan penyesuaian diri setiap hari. Secara luas, psikoterapi mencakup penyembuhan lewat keyakinan agama melalui pembicaraan informal atau diskusi personal dengan guru atau teman.[2]  Pada pengertian diatas, psikoterapi selain digunakan untuk penyembuhan penyakit mental, juga dapat digunakan untuk membantu, mempertahankan dan mengembangkan integritas juwa, agar ia tetap tumbuh secara sehat dan memiliki kemampuan penyesuaian diri lebih efektif terhadap lingkungannya. Tugas utama psikiater adalah memberi pemahaman dan wawasan yang utuh mengenai diri pasien serta memodifikasi atau bahkan mangubah tingkah laku yang dianggap menyimpang. Oleh karena itu, boleh jadi psikiater yang dimaksudkan disini adalah para guru, orang tua, saudara dan teman dekat yang biasa digunakan sebagai tempat curahan hati serta memberi nasihat-nasihat kehidupan yang baik.
      Pengetahuan tentang psikoterapi sangat berguna untuk (1) membantu penderita dalam memahami dirinya, mengetahui sumber-sumber psikopatologi dan kesulitan penyesuaian diri, serta memberikan perspektif masa depan yang lebih cerah dalam kehidupan jiwanya; (2) membantu penderita dalam mendiagnosis bentuk-bentuk psikopatologi; dan (3) membantu penderita dalam menentukan langkah-langkah praktis dan pelaksanaan terapinya.[3]  Diakui atau tidak, banyak orang yang sebenarnya telah mengidap penyakit jiwa, namun ia tidak sadar akan sakitnya, bahkan ia tidak mengerti dan memahami bagaimana seharusnya yang diperbuat untuk menghilangkan penyakitnya. Karenanya dibutuhkan pengetahuan tentang psikoterapi.
B.     Kedudukan Ikhlas
Ikhlas memiliki kedudukan atau derajat yang tinggi di mata Allah. Para ahli sufi mengatakan, “Amal itu bersifat fisik, sedangkan ruhnya adalah ikhlas.” Oleh karenanya, setiap amal yang tidak dibangun di atas landasan keikhlasan adalah amalan mati yang tertolak dan tidak diberkahi. Imam muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat tubuh dan penampilanmu, tetapi Allah melihat hatimu.”
Tatkala jibril bertanya tentang ihsan, Rasul saw berkata, “engkau beribadah kepada Allah seolah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah melihatmu.” Rasulullah saw. Bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali dilakukan dengan ikhlas dan mengharap ridha-Nya.”
Fudhail bin Iyadh memahami kata ihsan dalam firman Allah surat Al-Mulk ayat 2 yang berbunyi, “liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amala, untuk menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya” dengan makna akhlasahu (yang paling ikhlas) dan ashwabahu (yang paling benar). Katanya, “Sesungguhnya jika amal dilakukan dengan ikhlas tetapi tidak benar, maka tidak diterima. Dan jika amal itu benar tetapi tidak ikhlas, juga tidak diterima. Sehingga amal itu harus ikhlas dan benar. Ikhlas jika dilakukan karena Allah Azza wa Jalla dan benar jika dilakukan sesuai sunnah.” Pendapat Fudhail ini disandarkan pada firman Allah swt: “Katakanlah, sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (QS. Al-Kahfi:110)
Imam Syafi’i pernah memberi nasihat kepada temannya, “wahai Abu Musa, jika engkau berijtihad dengan sebenar-benarnya kesungguhan untuk membuat seluruh manusia ridha (suka), maka itu tidak akan terjadi. Jika demikian, maka ikhlaskan amalmu dan niatmu karena Allah Azza wa Jalla.” Karena itu, tak heran jika Ibnul Qayyim memberi perumpamaan seperti ini, “Amal tanpa keikhlasan seperti musafir yang mengisi kantong dengan kerikil pasir. Memberatkannya tapi tidak bermanfaat.”
C.    Bentuk-bentuk Ikhlas
Bentuk-bentuk ikhlas dapat dilihat dari bagaimana setiap individu melakukan segala amal perbuatan yang dilakukan sehari-hari, kemudian  bentuk-bentuk ikhlas pada setiap individu memberikan ciri-ciri tertentu. Berpijak pada definisi para ulama diatas, maka para ulama memberikan ciri-ciri khusus dari sifat ikhlas, sebagaimana dikutip dari Mahmud Ahmad Mustafa (2009: 18), antara lain sebagai berikut:
1.      Tidak Terpengaruh oleh Pujian dan Hinaan Orang lain
­Pada umumnya manusia menyukai pujian dan sanjungan. Siapa yang tidak suka dipuji? Bukankah pujian itu menyenangkan dan menggembirakan? Bahkan Rasulullah SAW pernah menyatakan ketika ditanya tentang seseorang yang beramal kemudian dipuji oleh manusia karenanya, beliau menjawab, “itu adalah kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin.” (HR. Muslim)
Sebaliknya, celaan dan hinaan merupakan hal yang tidak disenangi oleh manusia pada umumnya. Pada dasarnya manusia akan marah kalau dihina, dicaci dan dicela. Mekipun ia jelas-jelas berbuat salah, tetapi kalau dihina dan dicaci, pasti akan melawan.
Namun bagi ornag ikhlas, ia tidak akan terpengaruh dan terkecoh dengan pujian dan sanjungan. Ia juga tidak akan terpengaruh dan kemudian berubah sikapnya, karena dicela orang lain. Hati dan perilaku orang yang ikhlas akan tetap, meskipun dalam kondisi dipuji atau dicaci manusia. Ada atau tidak pujian dari manusia, ia tetap beribadah, bahkan ia tak berharap sedikitpun balasan dan pujian manusia. Itulah ciri pokok manusia yang ikhlas.
2.      Tidak kecewa Jika Kebaikan Kita tidak Dibalas
Bagaimana sikap kita, jika suatu ketika orang yang pernah kita bantu ternyata cuek terhadap kita, tidak menghargai kebaikan kita atau bahkan mencela dan menggunjing kita? Jika kita tetap tenang dan respect terhadapnya dan mengembalikan semua urusannya pada Allah, itu pertanda kita telah ikhlas. Namun, jika kita kecewa, kemudian kita berubah membencinya, mengatakan tidak baik kepadanya, tidak mau menghormatinya atau bahkan menghinanya, itu pertanda bahwa kita belum benar-benar ikhlas. Sebab, amal perbuatan kita masih dipengaruhi oleh orang lain.
3.      Sama Amalnya ketika sendiri atau Bersama Orang Lain
Di antara tanda kalu kita telah ikhlas adalah kesamaan amal ibadah kita, baik sewaktu kita sendiri maupun ditengah orang banyak. Orang-orang yang ikhlas adalah orang yang kualitas amalnya dalam kondisi ada atau tidak ada ornag yang memperhatikannya tetap sama. Ia tidak pernah mencari perhatian dan bikin ‘aksi’ di depan ornag banyak dengan amalnya. Berbeda dengan orang yang tidak ikhlas, ibadahnya justru lebih baik dilakukan ketika ada orang yang melihatnya. Namun ketika orang tidak melihat dan memperhatikannya, ia malas dalam beribadah.
Ketika shalat berjama’ah apalagi sebagai imam, kita mengerjakannya dengan khusyuk dan lama. Namun apakah kita melakukan dengan kadar yang sama di saat kita shalat sendirian. Apabila kualitas shalat kita tetap sama atau bahkan lebih baik dan lebih khusyuk, insya Allah termasuk hamba-hamba yang ikhlas. Namun bila sebaliknya, hati-hatilah mungkin Anda terjangkit penyakit riya’.
4.      Tidak Berbangga Diri di Hadapan Orang Lain
Ciri lain dari orang yang ikhlas adalah tidak membanggakan dan menyombongkan diri di hadapan  orang lain, atas kebaikan yang dilakukannya. Misalnya, seseorang yang ikhlas tidak akan memulai pembicaraan yang menyebutkan kebaikannya dan memuji dirinya pada setiap majelis yang didudukinya. Jika ia melakukan itu, merupakan salah satu bentuk kesombongan dan berbangga dengan amal yang justru akan menghilangkan amalnya.
Orang yang ikhlas juga tidak mencari perhatian, popularitas, dan menonjolkan diri didepan orang lain. Karena ia sadar, sehebat apapun ketenaran di sisi manusia, tiada artinya di hadapan Allah, andaikataia tidak meiliki keikhlasan. Seorang hamba yang ikhlas tidak suka menonjolkan diri, menyebut-nyebut amalnya, memamerkan hartanya, keilmuannya, kedudukannya, dan aneka tipeng dunia lainnya.
5.      Suka Beramal Secara Diam-diam
Orang yang ikhlas adalah orang yang mencukupkan dengan pandangan dan pengawasan Allah saja terhadap dirinya. Ia telah puas dan bahagia dengan penilaian dn pahala dari Allah SWT. Orang lain tidak perlu tahu dengan amal kebaikannya. Karena itu, ia justru suka jika amalnya tidak dilihat orang lain. Ia senang berbuat secara diam-diam. Ia berusaha menyembunyikan kebaikannya, sebagaimana ia berusaha menyembunyikan keburukannya. Ketika tangan kanannya mengeluarkan sedekah, ia menyembunyikan dari tangan kirinya. Ia lebih suka menjadi prajurit bayangan yang rela berkorban, tetapi tidak diketahui dan menjadi pejuang yang tidak dikenal.
6.      Tidak Merasa Paling Benar dan Fanatik terhadap Golongannya
­Orang yang ikhlas sangat sadar bahwa tujuan dan perjuangan hidupnya hanyalah untuk Allah SWT, sehingga yang akan dibela pun adalah kepentingan yang diridhai Allah. Selama apa yang diperjuangkan adalah untuk membela agama Allah, ia pun akan turut membela. Selama apa yang dilakukan adalah diridhai, ia akan mendukung dan membantunya, ia tidak melakukannya berdasarkan kepentingan pribadi dan golongannya.
Ciri lainnya dari orang ikhlas adalah kuat pendiriannya, istiqomah ibadahnya, sama antara lahir dan batinnya, tidak mengungkit-ungkit dan menyebut-nyebut amalnya, keberhasilan dan kegagalannya sama saja, ikut senang jika orang lain mendapatkan nikmat, ringan dan nikmat dalam beramal, dan gemar berbuat kebaikan dimanapun dan kapanpun.
D.    Ikhlas Sebagai Psikoterapi
            Ikhlas adalah sebuah kata yang sangat mudah diucapkan, tapi sulit dilaksanakan. Mulut kita setiap saat boleh jadi mengatakan, “Saya ikhlas kok.” Tetapi, karena keikhlasan bukanlah aktivitas mulut, maka sebanyak apa pun kita mengatakan kita ikhlas kalau hati tidak ikhlas maka itu tidak akan mempunyai arti sedikit pun di hadapn Allah.
            Ada berbagai dorongan kejiwaan yang dapat menyelewengkan kita dari keikhlasan, diantaranya: kekayaan, penampilan, pangkat, dan kepentingan. Setiap kita hendaknya meneliti hati dan jiwa kita, adakah salah satu dari hal tersebut diatas menjadi motivasi atau niat dalam kita beramal. Jikalau ternyata benar, jangan serat merta amalan itu kita tinggalkan, tetapi hendaklah kita luruskan niat semata-mata karena Allah, kemudian kita lanjutkan amal dan kerja dengan niat yang ikhlas  
      Dalam hal ini ikhlas dapat menjadi salah satu psikoterapi khususnya dalam psikoterapi Islam. Psikoterapi ikhlas ini terkandung dalam salah satu dari 5 teknik terapi islam, sebelumnya kelima teknik terapi Islam tersebut adalah:
1.      Membaca Al-Qur’an sambil mencoba memahami artinya.
2.      Melakukan sholat malam.
3.      Bergaul dengan orang yang shaleh.
4.      Melakukan puasa.
5.      Zikir
Dari kelima teknik terapi diatas, ikhlas termasuk kedalam pembahasan teknik terapi yang ketiga, yaitu: Bergaul dengan orang yang shaleh. Orang yang saleh adalah orang yang mampu mengintegrasikan dirinya dan mampu mengaktualisasikan potensinya semaksimal mungkin dalam berbagai dimensi kehidupan. Jika seseorang dapat bergaul dengan orang saleh berarti ia dapat berbagi rasa dan berbagi pengalaman. Nasihat-nasihat orang saleh akan dapat memberikan terapi bagi kelainan atau penyakit mental seseorang. Apabila akhlaq tercela dipandang sebagai suatu penyakit, maka satu-satunya dokter yang paling kompeten untuk menyembuhkannya menurut Al-Sharqawi, adalah Al-thabib Al-Murabbi (dokter pendidik). Dokter seperti ini lazimnya memberikan resep penyembuhan kepada pasiennya melalui 2 cara yaitu:
a.   Negatif (Al-salabi), dengan cara membersihkan diri dari segala sifat-sifat dan akhlaq yang tercela seperti meninggalkan sifat egosentris, suka menguasai orang lain, penakut, iri, dengki, benci, dan ragu-ragu;
b.  Positif (Al-ijabi) dengan cara mengisi diri dari sifat-sifat atau akhlaq yang terpuji seperti sifat taat, ridho, ihsan, sabar, dan ikhlas.[4]
Salah satu dari 2 cara diatas, yaitu cara positif; bahwa ikhlas termasuk salah satu cara positif dalam penyembuhan, karena ikhlas termasuk cara mengisi diri dari sifat-sifat atau akhlaq yang terpuji agar nantinya si pasien dapat lebih merasa rela dalam melakukan hal-hal yang semata-mata tidak ada niatan sama sekali terhadap imbalan duniawi apapun melainkan dia melakukan hal-hal tersebut “Lillahita’ala (hanya untuk Allah semata)”. jadi, jika  semua hal yang kita lakukan dengan rasa ikhlas, maka Insyaalah akan berdampak baik pada jiwa dan hati kita 
Dalam psikoterapi Islami, terdapat 3 metode inti, yaitu sentuhan tangan, penggunaan lisan, dan ajakan kepada hati (Sus Budiharto, 2010). Ketiga metode yang digunakan dalam psikoterapi ini mengacu pada hadits:
Barang siapa melihat suatu kemungkaran maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya. Apabila ia tidak mampu, hendaklah dengan lisan (ucapan), dan apabila tidak mampu juga dengan hatinya dan
itulah selemah-lemahnya iman.
1. Sentuhan kedua tangan, berfungsi sebagai pengendali terhadap otoritas, power, dan kekuasaan maupun keinginan. Sentuhan ini memiliki kekuatan dalam menangani korban bencana. Metode sentuhan tangan ini dinilai cukup banyak membantu meringankan beban batin korban.
2.    Penggunaan lisan dengan memberikan nasihat-nasihat, imbauan, ajakan, bimbingan yang benar maupun pengucapan doa.
3.     Ajakan kepada hati/ qolbu untuk terus berharap (dalam hati) dengan penuh kepasrahan dan keyakinan total kepada Allah SWT. Dalam proses ini terdapat 3 tahapan yang dilakukan, yaitu takhalli (self awareness), tahalli (self identification), serta tajalli (self development). Ketiga tahapan ini merupakan rangkaian proses pembersihan hati. Dalam pesantrenvirtual.com dijelaskan makna dari ketiga tahapan tersebut, sebagai berikut.
a. Takhalli (kesadaran diri, self awareness)
Takhalli merupakan tahap pertama dalam mengurus hati, yaitu membersihkan hati dari keterikatan pada dunia dan selanjutnya untuk melepaskan diri dari segala bentuk kesedihan, seorang manusia harus terlebih dulu melepaskan hatinya dari kecintaan pada dunia.
b. Tahalli (identifikasi diri, self identification)
Tahap berikutnya adalah tahalli, yaitu upaya pengisian hati yang telah dikosongkan dengan isi yang lain yaitu Allah SWT. Pada tahap ini, hati harus selalu disibukkan dengan dzikir dan mengingat Allah. Dengan mengingat Allah, melepas selain-Nya, akan mendatangkan kedamaian. Tidak ada yang ditakutkan selain lepasnya Allah dari dalam hatinya. Hilangnya dunia, bagi hati yang telah tahalli, tidak akan mengecewakan.
c. Tajalli (pengembangan diri, self development)
Tajalli adalah tahapan dimana kebahagiaan sejati telah datang. Ia bahagia dalam keridhoan-Nya. Pada tahap ini, orang tersebut dapat menjadi manusia yang luhur.
Kemudian dari ketiga metode yang digunakan dalam psikoterapi diatas, ikhlas termasuk pada metode yang ketiga yaitu dengan ajakan kepada hati / qolbu untuk terus berharap (dalam hati) dengan penuh kepasrahan dan keyakinan total kepada Allah SWT dalam melakukan segala sesuatu, ini merupakan suatu bentuk rasa ikhlas seorang manusia untuk menjalani hidup, yang dilandasi dengan keyakinan serta kepasrahan kepada Allah SWT, sehingga hati / qolbu akan merasa damai, sejuk, dan tentram  bagi orang yang dalam keadaan sehat hati dan jiwanya, dan bagi orang yang dalam keadaan jiwa dan hatinya sedang dirundung gejolak yang membuatnya terlihat cemas, murung dan sebagainya maka orang ini secara perlahan jika dia memunculkan rasa ikhlas, Insyaallah gejolak dalam hati dan jiwanya lambat laun atau perlahan-lahan akan terobati.
Adapun instrument yang dibuat untuk membantu proses psikoterapi yang tujuannya sebagai sarana introspeksi diri, agar proses psikoterapi dapat berjalan dengan maksimal dan memperoleh hasil yang baik.

E.     Ikhlas dan Pengukuran
Aspek-aspek Ikhlas (Abu Thalib Al-Makki)
·      Ikhlas dalam arti pemurnian agama dari agama-agama lain.
·      Ikhlas dalam arti pemurnian ajaran agama dari hawa nafsu dan bid’ah.
·      Ikhlas dalam arti pemurnian amal dari bermacam-macam penyakit dan noda yang tersembunyi.
·      Ikhlas dalam arti pemurnian dalam ucapan dari kata-kata tidak berguna, kata-kata batil dan kata-kata bualan.
·      Ikhlas dalam arti pemurnian akhlak dengan mengikuti apa yang diridai Allah swt.


Blueprint Pengukuran Ikhlas
No.
Dimensi
Pernyataan
1
Ikhlas sebagai pemurnian agama dari agama-agama lain
-   Saya percaya dan yakin akan adanya Allah  SWT(F)
-   Saya meyakini Allah SWT atas keyakinan saya sendiri  (F)
-   Saya memeluk agama saya atas ajakan seseorang (UF)
2
Ikhlas dalam arti pemurnian ajaran agama dari hawa nafsu dan bid’ah
-    Saya  meyakini agama saya adalah yang paling  benar (F)
-    Saya suka tergoda untuk melakukan judi (UF)
3
Ikhlas dalam arti pemurnian amal dari bermacam-macam penyakit dan noda yang tersembunyi
-   Menurut saya memamerkan suatu benda adalah buang-buang waktu dan tenaga. (F)
-   Saya ingin orang lain bisa menyadari kebaikan-kebaikan saya (UF)
4
Ikhlas dalam arti pemurnian dalam ucapan dari kata-kata tidak berguna, kata-kata batil dan kata-kata bualan
-   Saya selalu mengatakan hal yang sesuai dengan kenyataan  (F)
-   Saya menghiraukan perkataan yang tidak mengenakkan bagi saya (F)
5
Ikhlas dalam arti pemurnian akhlak dengan mengikuti apa yang diridai Allah swt
-   Saya terkadang dengan sengaja meninggalkan  hal-hal yang melanggar perintah Allah SWT (UF)
-   saya selalu mengerjakan Shalat karena mengharap ridha Allah SWT (F)

Instrumen Ikhlas
No
Pernyataan
SS
S
TS
STS
1
Saya percaya dan yakin akan adanya Allah  SWT(F)




2
Saya meyakini Allah SWT atas keyakinan saya sendiri  (F)




3
Saya memeluk agama saya atas ajakan seseorang (UF)




4
Menurut saya memamerkan suatu benda adalah buang-buang waktu dan tenaga. (F)




5
Saya  meyakini agama saya adalah yang paling  benar (F)




6
Saya suka tergoda untuk berbuat  judi (UF)




7
Saya selalu mengatakan hal yang sesuai dengan kenyataan  (F)




8
Saya ingin orang lain bisa menyadari kebaikan-kebaikan saya (UF)




9
saya selalu mengerjakan Shalat karena mengharap ridha Allah SWT (F)




10
Saya terkadang dengan sengaja meninggalkan  hal-hal yang melanggar perintah Allah SWT (UF)




11
saya selalu mengerjakan Shalat karena mengharap ridha Allah SWT (F)






Penutup
Pada hakikatnya manusia tidak pernah terlepas dari segala masalah-masalah hidup. Akibat yang timbul dari masalah-masalah hidup tersebut adalah timbulnya gangguan-gangguan serta penyakit-penyakit kejiwaa..Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, maka dibutuhkan adanya psikoterapi. Ikhlas merupakan salah satu psikoterapi Islam yang dirasa dapat dipakai, dimana ikhlas itu dapat merasuk kedalam hati seseorang sehingga orang tersebut hatinya merasa lebih tenang , sejuk, dan damai. Caranya, yaitu dengan ajakan kepada hati / qolbu untuk terus berharap (dalam hati) dengan penuh kepasrahan dan keyakinan total kepada Allah SWT dalam melakukan segala sesuatu.

  
DAFTAR PUSTAKA


Faried, Ahmad. 1993. Menyucikan Jiwa Konsep Ulama Salaf. Surabaya: Risalah Gusti

At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an, An Nawawi, hal. 50-51, Maktabah Ibnu ‘Abbas, cetakan pertama, tahun 1426 H.


Syarbini Amirulloh, & Haryadi Jumari, 2010, Dahsyatnya Sabar, Syukur, &Ikhlas Muhammad SAW, Jakarta: Ruang Kata

Mujib Abdul, & Mudzakir Jusuf, 2002, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, Jakarta: Rajawali Pers.

Wikipedia. 2016. Psikoterapi. http://id.wikipedia.org/wiki/Psikoterapi. Diakses Kamis, 2 Februari 2016.

Sentanu, Erbe. 2011. Quantum Ikhlas Teknologi Aktivitas Kekuatan Hati. Jakarta: PT Elex Media Komputindo




[1] Rita L. Atkinson, dkk, Pengantar Psikologi, terj. Widjaja Kusuma, judul asli ”Introduction to Psychology” (Batam: Interaksara, tt.), hlm.491. Frieda Fordham, Pengantar Psikologi Carl Gusrav Jung, (Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1988), hlm. 69.
[2] James P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, terj. Kartini Kartono, judul asli ”Dictionary of Psychology”, (Jakarta: Rajawali, 1999), hlm. 407.
[3] Muhammad Mahmud Mahmud, Ilm al-Nafs al-Ma’ashir fi Dhaw’i al-Islan, (Jiddah: Dar al-Syuruq, 1984) hlm. 403.
[4] Hasan Muhammad al-Syarqawi, Nahw Ilm Nafs Islami, (Iskandaria: al-Hai’ah al-Mishriyah al-Ammah li al-Kitab, 1979), hlm 37-38.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar