PENGUKURAN IKHLAS
OLEH MUHAMMAD HADI
WIRAWAN
Pendahuluan
Syarat
diterimanya ibadah adalah rasa ikhlas. Sebagaimana diterangkan dalam ayat
Al-Qur'an (QS. Az-Zumar: 65): “Dan sungguh, telah diwahyukan kepadamu dan
kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, “Sungguh, jika engkau menyekutukan (Allah),
niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang yang
rugi.". Dengan ikhlas kita tidak akan tersesat ke jalan yang tidak
diridhoi Allah, dengan ikhlas pula kita tidak akan menjadi orang yang riya’
atau sombong, karena sombong itu merupakan sifatnya iblis. Ia (Iblis)
berkata, “Tuhanku, oleh karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat,aku
pasti akan jadikan (kejahatan) terasa indah bagi mereka di bumi, dan aku akan
menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih diantara
mereka.” (QS. Al-Hijr: 39-40)
Seseorang yang
ikhlas ibarat orang yang sedang membersihkan beras dari kerikil-kerikil dan
batu-batu kecil di sekitar beras. Jika beras itu telah bersih, beras yang
dimasak menjadi nikmat dimakan. Tetapi jika beras itu masih kotor, ketika nasi
dikunyah akan tergigit kerikil dan batu kecil. Demikianlah keikhlasan,
menyebabkan beramal menjadi nikmat, tidak membuat lelah, dan segala pengorbanan
tidak terasa berat. Sebaliknya, amal yang dilakukan dengan riya’ akan
menyebabkan amal tidak terasa nikmat. Pelakunya akan mudah menyerah dan selalu
kecewa. Namun, banyak dari kita yang beribadah tidak berlandaskan rasa ikhlas
kepada Allah SWT, melainkan dengan sikap riya’ atau sombong agar mendapat
pujian dari orang lain. Hal inilah yang dapat menyebabkan ibadah kita tidak
diterima oleh Allah SWT.
Pembahasan
A.
Pengertian
a.
Ikhlas
o
Ditinjau dari segi etimologi dan terminologi
ü Ditinjau dari segi
etimologi, ikhlas berarti
memurnikan sesuatu dan membebaskannya dari selainnya. Sesuatu disebut ikhlas
apabila terbebas dari kotoran, aib dan tidak bercampur dengan sesuatu apapun.
Sehingga ikhlas berarti perbuatan yang terbebas dari kotoran atau campuran.
ü Adapun secara terminologi, ikhlas berarti memurnikan dan membebaskan
seluruh amalan peribadatan dari segala bentuk kotoran yang dapat merusak
kemurniannya dan menodai keikhlasan kepada Allah ta’ala, sehingga amalan
tersebut hanya ditujukan untuk mengharap pahala Allah ta’ala semata.
o Pengertian Ikhlas Menurut
Para Ulama
ü Abul Qosim Al Qusyairi mengatakan, “Ikhlas adalah
menjadikan niat hanya untuk Allah dalam melakukan amalan ketaatan. Jadi, amalan
ketaatan tersebut dilakukan dalam rangka mendekatkan diri pada Allah. Sehingga
yang dilakukan bukanlah ingin mendapatkan perlakuan baik dan pujian dari
makhluk atau yang dilakukan bukanlah di luar mendekatkan diri pada Allah.”
ü Hudzaifah Al Mar’asiy mengatakan, “Ikhlas adalah
kesamaan perbuatan seorang hamba antara zhohir (lahiriyah) dan batin.”
Berkebalikan dengan riya'. Riya’ adalah amalan zhohir (yang tampak) lebih baik
dari amalan batin yang tidak ditampakkan. Sedangkan ikhlas, minimalnya adalah
sama antara lahiriyah dan batin.
ü Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Meninggalkan
amalan karena manusia adalah riya’. Beramal karena manusia termasuk kesyirikan.
Sedangkan ikhlas adalah engkau terselamatkan dari dua hal tadi.”
Ada empat definisi dari ikhlas yang bisa kita
simpulkan dari perkataan ulama di atas.
1. Meniatkan suatu amalan hanya untuk Allah.
2. Tidak mengharap-harap pujian manusia dalam beramal.
3. Kesamaan antara sesuatu yang tampak dan yang tersembunyi.
4. Mengharap balasan dari amalannya di akhirat.
b.
Psikoterapi
Psikoterapi (psychoterapy) adalah
pengobatan alam pikiran, atau lebih tepatnya, pengobatan dan perawatan gangguan
psikis melalui metode psikologis. [1]
Istilah ini mencakup berbagai teknik yang bertujuan untuk membantu individu
dalam mengatasi gangguan emosionalnya, dengan cara memodifikasi perilaku,
pikiran, dan emosinya, sehingga individu tesebut mampu mengembangkan dirinya
dalam mengatasi masalah psikisnya.
James P. Chaplin lebih jauh membagi
pengertian psikoterapi dalam dua sudut pandang. Secara khusus, psikoterapi
diartikan sebagai penerapan teknik khusus pada penyembuhan penyakit mental atau
pada kesulitan-kesulitan penyesuaian diri setiap hari. Secara luas, psikoterapi
mencakup penyembuhan lewat keyakinan agama melalui pembicaraan informal atau
diskusi personal dengan guru atau teman.[2] Pada pengertian diatas, psikoterapi selain
digunakan untuk penyembuhan penyakit mental, juga dapat digunakan untuk
membantu, mempertahankan dan mengembangkan integritas juwa, agar ia tetap
tumbuh secara sehat dan memiliki kemampuan penyesuaian diri lebih efektif
terhadap lingkungannya. Tugas utama psikiater adalah memberi pemahaman dan
wawasan yang utuh mengenai diri pasien serta memodifikasi atau bahkan mangubah
tingkah laku yang dianggap menyimpang. Oleh karena itu, boleh jadi psikiater
yang dimaksudkan disini adalah para guru, orang tua, saudara dan teman dekat
yang biasa digunakan sebagai tempat curahan hati serta memberi nasihat-nasihat
kehidupan yang baik.
Pengetahuan tentang psikoterapi sangat
berguna untuk (1) membantu penderita dalam memahami dirinya, mengetahui
sumber-sumber psikopatologi dan kesulitan penyesuaian diri, serta memberikan perspektif
masa depan yang lebih cerah dalam kehidupan jiwanya; (2) membantu penderita
dalam mendiagnosis bentuk-bentuk psikopatologi; dan (3) membantu penderita
dalam menentukan langkah-langkah praktis dan pelaksanaan terapinya.[3] Diakui atau tidak, banyak orang yang
sebenarnya telah mengidap penyakit jiwa, namun ia tidak sadar akan sakitnya,
bahkan ia tidak mengerti dan memahami bagaimana seharusnya yang diperbuat untuk
menghilangkan penyakitnya. Karenanya dibutuhkan pengetahuan tentang
psikoterapi.
B. Kedudukan Ikhlas
Ikhlas memiliki kedudukan
atau derajat yang tinggi di mata Allah. Para ahli sufi mengatakan, “Amal itu
bersifat fisik, sedangkan ruhnya adalah ikhlas.” Oleh karenanya, setiap amal
yang tidak dibangun di atas landasan keikhlasan adalah amalan mati yang
tertolak dan tidak diberkahi. Imam muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat tubuh dan
penampilanmu, tetapi Allah melihat hatimu.”
Tatkala jibril bertanya
tentang ihsan, Rasul saw berkata, “engkau beribadah kepada Allah seolah engkau
melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah melihatmu.”
Rasulullah saw. Bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali
dilakukan dengan ikhlas dan mengharap ridha-Nya.”
Fudhail bin Iyadh memahami
kata ihsan dalam firman Allah surat Al-Mulk ayat 2 yang berbunyi, “liyabluwakum
ayyukum ahsanu ‘amala, untuk menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik
amalnya” dengan makna akhlasahu (yang paling ikhlas) dan ashwabahu (yang paling
benar). Katanya,
“Sesungguhnya jika amal dilakukan dengan ikhlas tetapi tidak benar, maka tidak
diterima. Dan jika amal itu benar tetapi tidak ikhlas, juga tidak diterima.
Sehingga amal itu harus ikhlas dan benar. Ikhlas jika dilakukan karena Allah
Azza wa Jalla dan benar jika dilakukan sesuai sunnah.” Pendapat Fudhail ini
disandarkan pada firman Allah swt: “Katakanlah,
sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa”.
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan
amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat
kepada Tuhannya”. (QS. Al-Kahfi:110)
Imam Syafi’i
pernah memberi nasihat kepada temannya, “wahai Abu Musa, jika engkau berijtihad
dengan sebenar-benarnya kesungguhan untuk membuat seluruh manusia ridha (suka),
maka itu tidak akan terjadi. Jika demikian, maka ikhlaskan amalmu dan niatmu
karena Allah Azza wa Jalla.” Karena itu, tak heran jika Ibnul Qayyim memberi
perumpamaan seperti ini, “Amal tanpa keikhlasan seperti musafir yang mengisi
kantong dengan kerikil pasir. Memberatkannya tapi tidak
bermanfaat.”
C.
Bentuk-bentuk Ikhlas
Bentuk-bentuk
ikhlas dapat dilihat dari bagaimana setiap individu melakukan segala amal
perbuatan yang dilakukan sehari-hari, kemudian
bentuk-bentuk ikhlas pada setiap individu memberikan ciri-ciri tertentu.
Berpijak pada definisi para ulama diatas, maka para ulama memberikan ciri-ciri
khusus dari sifat ikhlas, sebagaimana dikutip dari Mahmud Ahmad Mustafa (2009: 18), antara lain sebagai
berikut:
1.
Tidak Terpengaruh oleh Pujian dan Hinaan Orang lain
Pada umumnya
manusia menyukai pujian dan sanjungan. Siapa yang tidak suka dipuji? Bukankah
pujian itu menyenangkan dan menggembirakan? Bahkan Rasulullah SAW pernah
menyatakan ketika ditanya tentang seseorang yang beramal kemudian dipuji oleh
manusia karenanya, beliau menjawab, “itu adalah kabar gembira yang
disegerakan bagi seorang mukmin.” (HR. Muslim)
Sebaliknya, celaan dan hinaan merupakan hal yang tidak
disenangi oleh manusia pada umumnya. Pada dasarnya manusia akan marah kalau
dihina, dicaci dan dicela. Mekipun ia jelas-jelas berbuat salah, tetapi kalau
dihina dan dicaci, pasti akan melawan.
Namun bagi ornag ikhlas, ia tidak akan terpengaruh dan
terkecoh dengan pujian dan sanjungan. Ia juga tidak akan terpengaruh dan
kemudian berubah sikapnya, karena dicela orang lain. Hati dan perilaku orang
yang ikhlas akan tetap, meskipun dalam kondisi dipuji atau dicaci manusia. Ada
atau tidak pujian dari manusia, ia tetap beribadah, bahkan ia tak berharap
sedikitpun balasan dan pujian manusia. Itulah ciri pokok manusia yang ikhlas.
2.
Tidak kecewa Jika Kebaikan Kita tidak Dibalas
Bagaimana sikap kita, jika suatu ketika orang yang pernah
kita bantu ternyata cuek terhadap kita, tidak menghargai kebaikan kita atau
bahkan mencela dan menggunjing kita? Jika kita tetap tenang dan respect
terhadapnya dan mengembalikan semua urusannya pada Allah, itu pertanda kita
telah ikhlas. Namun, jika kita kecewa, kemudian kita berubah membencinya,
mengatakan tidak baik kepadanya, tidak mau menghormatinya atau bahkan
menghinanya, itu pertanda bahwa kita belum benar-benar ikhlas. Sebab, amal
perbuatan kita masih dipengaruhi oleh orang lain.
3.
Sama Amalnya ketika sendiri atau Bersama Orang Lain
Di antara tanda kalu kita telah ikhlas adalah kesamaan
amal ibadah kita, baik sewaktu kita sendiri maupun ditengah orang banyak.
Orang-orang yang ikhlas adalah orang yang kualitas amalnya dalam kondisi ada
atau tidak ada ornag yang memperhatikannya tetap sama. Ia tidak pernah mencari
perhatian dan bikin ‘aksi’ di depan ornag banyak dengan amalnya. Berbeda dengan
orang yang tidak ikhlas, ibadahnya justru lebih baik dilakukan ketika ada orang
yang melihatnya. Namun ketika orang tidak melihat dan memperhatikannya, ia
malas dalam beribadah.
Ketika shalat berjama’ah apalagi sebagai imam, kita
mengerjakannya dengan khusyuk dan lama. Namun apakah kita melakukan dengan
kadar yang sama di saat kita shalat sendirian. Apabila kualitas shalat kita
tetap sama atau bahkan lebih baik dan lebih khusyuk, insya Allah termasuk
hamba-hamba yang ikhlas. Namun bila sebaliknya, hati-hatilah mungkin Anda
terjangkit penyakit riya’.
4.
Tidak Berbangga Diri di Hadapan Orang Lain
Ciri lain dari orang yang ikhlas adalah tidak
membanggakan dan menyombongkan diri di hadapan
orang lain, atas kebaikan yang dilakukannya. Misalnya, seseorang yang
ikhlas tidak akan memulai pembicaraan yang menyebutkan kebaikannya dan memuji
dirinya pada setiap majelis yang didudukinya. Jika ia melakukan itu, merupakan
salah satu bentuk kesombongan dan berbangga dengan amal yang justru akan
menghilangkan amalnya.
Orang yang ikhlas juga tidak mencari perhatian,
popularitas, dan menonjolkan diri didepan orang lain. Karena ia sadar, sehebat
apapun ketenaran di sisi manusia, tiada artinya di hadapan Allah, andaikataia
tidak meiliki keikhlasan. Seorang hamba yang ikhlas tidak suka menonjolkan
diri, menyebut-nyebut amalnya, memamerkan hartanya, keilmuannya, kedudukannya,
dan aneka tipeng dunia lainnya.
5.
Suka Beramal Secara Diam-diam
Orang yang ikhlas adalah orang yang mencukupkan dengan
pandangan dan pengawasan Allah saja terhadap dirinya. Ia telah puas dan bahagia
dengan penilaian dn pahala dari Allah SWT. Orang lain tidak perlu tahu dengan
amal kebaikannya. Karena itu, ia justru suka jika amalnya tidak dilihat orang
lain. Ia senang berbuat secara diam-diam. Ia berusaha menyembunyikan
kebaikannya, sebagaimana ia berusaha menyembunyikan keburukannya. Ketika tangan
kanannya mengeluarkan sedekah, ia menyembunyikan dari tangan kirinya. Ia lebih
suka menjadi prajurit bayangan yang rela berkorban, tetapi tidak diketahui dan
menjadi pejuang yang tidak dikenal.
6.
Tidak Merasa Paling Benar dan Fanatik terhadap Golongannya
Orang yang
ikhlas sangat sadar bahwa tujuan dan perjuangan hidupnya hanyalah untuk Allah
SWT, sehingga yang akan dibela pun adalah kepentingan yang diridhai Allah.
Selama apa yang diperjuangkan adalah untuk membela agama Allah, ia pun akan
turut membela. Selama apa yang dilakukan adalah diridhai, ia akan mendukung dan
membantunya, ia tidak melakukannya berdasarkan kepentingan pribadi dan
golongannya.
Ciri lainnya dari orang ikhlas adalah kuat pendiriannya,
istiqomah ibadahnya, sama antara lahir dan batinnya, tidak mengungkit-ungkit
dan menyebut-nyebut amalnya, keberhasilan dan kegagalannya sama saja, ikut
senang jika orang lain mendapatkan nikmat, ringan dan nikmat dalam beramal, dan
gemar berbuat kebaikan dimanapun dan kapanpun.
D.
Ikhlas Sebagai Psikoterapi
Ikhlas adalah sebuah kata yang
sangat mudah diucapkan, tapi sulit dilaksanakan. Mulut kita setiap saat boleh
jadi mengatakan, “Saya ikhlas kok.” Tetapi, karena keikhlasan bukanlah
aktivitas mulut, maka sebanyak apa pun kita mengatakan kita ikhlas kalau hati
tidak ikhlas maka itu tidak akan mempunyai arti sedikit pun di hadapn Allah.
Ada berbagai dorongan kejiwaan yang
dapat menyelewengkan kita dari keikhlasan, diantaranya: kekayaan, penampilan,
pangkat, dan kepentingan. Setiap kita hendaknya meneliti hati dan jiwa kita,
adakah salah satu dari hal tersebut diatas menjadi motivasi atau niat dalam
kita beramal. Jikalau ternyata benar, jangan serat merta amalan itu kita
tinggalkan, tetapi hendaklah kita luruskan niat semata-mata karena Allah,
kemudian kita lanjutkan amal dan kerja dengan niat yang ikhlas
Dalam hal ini
ikhlas dapat menjadi salah satu psikoterapi khususnya dalam psikoterapi Islam.
Psikoterapi ikhlas ini terkandung dalam salah satu dari 5 teknik terapi islam,
sebelumnya kelima teknik terapi Islam tersebut adalah:
1.
Membaca Al-Qur’an sambil mencoba memahami artinya.
2.
Melakukan sholat malam.
3.
Bergaul dengan orang yang shaleh.
4.
Melakukan puasa.
5.
Zikir
Dari kelima teknik terapi diatas, ikhlas termasuk kedalam
pembahasan teknik terapi yang ketiga, yaitu: Bergaul dengan orang yang shaleh.
Orang yang saleh adalah orang yang mampu mengintegrasikan dirinya dan mampu
mengaktualisasikan potensinya semaksimal mungkin dalam berbagai dimensi
kehidupan. Jika seseorang dapat bergaul dengan orang saleh berarti ia dapat
berbagi rasa dan berbagi pengalaman. Nasihat-nasihat orang saleh akan dapat
memberikan terapi bagi kelainan atau penyakit mental seseorang. Apabila akhlaq
tercela dipandang sebagai suatu penyakit, maka satu-satunya dokter yang paling
kompeten untuk menyembuhkannya menurut Al-Sharqawi, adalah Al-thabib
Al-Murabbi (dokter pendidik). Dokter seperti ini lazimnya memberikan resep
penyembuhan kepada pasiennya melalui 2 cara yaitu:
a.
Negatif (Al-salabi), dengan cara membersihkan diri dari segala sifat-sifat
dan akhlaq yang tercela seperti meninggalkan sifat egosentris, suka menguasai
orang lain, penakut, iri, dengki, benci, dan ragu-ragu;
b. Positif (Al-ijabi) dengan cara mengisi diri dari
sifat-sifat atau akhlaq yang terpuji seperti sifat taat, ridho, ihsan, sabar, dan
ikhlas.[4]
Salah
satu dari 2 cara diatas, yaitu cara positif; bahwa ikhlas termasuk salah satu
cara positif dalam penyembuhan, karena ikhlas termasuk cara mengisi diri dari
sifat-sifat atau akhlaq yang terpuji agar nantinya si pasien dapat lebih merasa
rela dalam melakukan hal-hal yang semata-mata tidak ada niatan sama sekali
terhadap imbalan duniawi apapun melainkan dia melakukan hal-hal tersebut
“Lillahita’ala (hanya untuk Allah semata)”. jadi, jika semua hal yang kita lakukan dengan rasa
ikhlas, maka Insyaalah akan berdampak baik pada jiwa dan hati kita
Dalam
psikoterapi Islami, terdapat 3 metode inti, yaitu sentuhan tangan, penggunaan
lisan, dan ajakan kepada hati (Sus Budiharto, 2010). Ketiga metode yang
digunakan dalam psikoterapi ini mengacu pada hadits:
Barang
siapa melihat suatu kemungkaran maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya.
Apabila ia tidak mampu, hendaklah dengan lisan (ucapan), dan apabila tidak
mampu juga dengan hatinya dan
itulah
selemah-lemahnya iman.
1. Sentuhan kedua tangan, berfungsi
sebagai pengendali terhadap otoritas, power, dan kekuasaan maupun keinginan.
Sentuhan ini memiliki kekuatan dalam menangani korban bencana. Metode sentuhan
tangan ini dinilai cukup banyak membantu meringankan beban batin korban.
2. Penggunaan lisan dengan memberikan
nasihat-nasihat, imbauan, ajakan, bimbingan yang benar maupun pengucapan doa.
3. Ajakan kepada hati/ qolbu untuk terus
berharap (dalam hati) dengan penuh kepasrahan dan keyakinan total kepada Allah
SWT. Dalam proses ini terdapat 3 tahapan yang dilakukan, yaitu takhalli (self awareness), tahalli (self identification), serta tajalli (self development). Ketiga
tahapan ini merupakan rangkaian proses pembersihan hati. Dalam
pesantrenvirtual.com dijelaskan makna dari ketiga tahapan tersebut, sebagai
berikut.
a. Takhalli
(kesadaran diri, self
awareness)
Takhalli merupakan tahap pertama dalam mengurus
hati, yaitu membersihkan hati dari keterikatan pada dunia dan selanjutnya untuk
melepaskan diri dari segala bentuk kesedihan, seorang manusia harus terlebih
dulu melepaskan hatinya dari kecintaan pada dunia.
b. Tahalli
(identifikasi diri, self
identification)
Tahap berikutnya adalah tahalli, yaitu upaya
pengisian hati yang telah dikosongkan dengan isi yang lain yaitu Allah SWT.
Pada tahap ini, hati harus selalu disibukkan dengan dzikir dan mengingat Allah.
Dengan mengingat Allah, melepas selain-Nya, akan mendatangkan kedamaian. Tidak
ada yang ditakutkan selain lepasnya Allah dari dalam hatinya. Hilangnya dunia,
bagi hati yang telah tahalli, tidak akan mengecewakan.
c. Tajalli
(pengembangan diri, self
development)
Tajalli adalah tahapan dimana kebahagiaan sejati
telah datang. Ia bahagia dalam keridhoan-Nya. Pada tahap ini, orang tersebut
dapat menjadi manusia yang luhur.
Kemudian dari ketiga
metode yang digunakan dalam psikoterapi diatas, ikhlas termasuk pada metode
yang ketiga yaitu dengan ajakan kepada hati / qolbu untuk terus berharap (dalam
hati) dengan penuh kepasrahan dan keyakinan total kepada Allah SWT dalam
melakukan segala sesuatu, ini merupakan suatu bentuk rasa ikhlas seorang
manusia untuk menjalani hidup, yang dilandasi dengan keyakinan serta kepasrahan
kepada Allah SWT, sehingga hati / qolbu akan merasa damai, sejuk, dan
tentram bagi orang yang dalam keadaan
sehat hati dan jiwanya, dan bagi orang yang dalam keadaan jiwa dan hatinya
sedang dirundung gejolak yang membuatnya terlihat cemas, murung dan sebagainya
maka orang ini secara perlahan jika dia memunculkan rasa ikhlas, Insyaallah
gejolak dalam hati dan jiwanya lambat laun atau perlahan-lahan akan terobati.
Adapun instrument yang dibuat untuk membantu
proses psikoterapi yang tujuannya sebagai sarana introspeksi diri, agar proses
psikoterapi dapat berjalan dengan maksimal dan memperoleh hasil yang baik.
E.
Ikhlas dan Pengukuran
Aspek-aspek
Ikhlas (Abu Thalib Al-Makki)
·
Ikhlas
dalam arti pemurnian agama dari agama-agama lain.
·
Ikhlas dalam arti pemurnian ajaran agama dari hawa nafsu
dan bid’ah.
·
Ikhlas
dalam arti pemurnian amal dari bermacam-macam penyakit dan noda yang
tersembunyi.
·
Ikhlas dalam arti pemurnian dalam ucapan dari kata-kata
tidak berguna, kata-kata batil dan kata-kata bualan.
·
Ikhlas
dalam arti pemurnian akhlak dengan mengikuti apa yang diridai Allah swt.
Blueprint
Pengukuran Ikhlas
No.
|
Dimensi
|
Pernyataan
|
1
|
Ikhlas sebagai
pemurnian agama dari agama-agama lain
|
-
Saya percaya dan yakin akan adanya Allah
SWT(F)
-
Saya meyakini Allah SWT atas keyakinan saya sendiri (F)
-
Saya memeluk agama saya atas ajakan seseorang (UF)
|
2
|
Ikhlas dalam
arti pemurnian ajaran agama dari hawa nafsu dan bid’ah
|
-
Saya meyakini agama saya adalah
yang paling benar (F)
-
Saya suka tergoda untuk melakukan judi (UF)
|
3
|
Ikhlas dalam arti
pemurnian amal dari bermacam-macam penyakit dan noda yang tersembunyi
|
-
Menurut saya memamerkan suatu benda adalah buang-buang waktu dan tenaga.
(F)
-
Saya ingin orang lain bisa menyadari kebaikan-kebaikan saya (UF)
|
4
|
Ikhlas dalam
arti pemurnian dalam ucapan dari kata-kata tidak berguna, kata-kata batil dan
kata-kata bualan
|
-
Saya selalu mengatakan hal yang sesuai dengan kenyataan (F)
-
Saya menghiraukan perkataan yang tidak mengenakkan bagi saya (F)
|
5
|
Ikhlas dalam arti
pemurnian akhlak dengan mengikuti apa yang diridai Allah swt
|
-
Saya terkadang dengan sengaja meninggalkan hal-hal yang melanggar perintah Allah SWT
(UF)
-
saya selalu mengerjakan Shalat karena mengharap ridha Allah SWT (F)
|
Instrumen
Ikhlas
No
|
Pernyataan
|
SS
|
S
|
TS
|
STS
|
1
|
Saya percaya dan yakin akan adanya Allah SWT(F)
|
|
|
|
|
2
|
Saya meyakini Allah SWT atas keyakinan saya
sendiri (F)
|
|
|
|
|
3
|
Saya memeluk agama saya atas ajakan seseorang (UF)
|
|
|
|
|
4
|
Menurut saya memamerkan suatu benda adalah buang-buang
waktu dan tenaga. (F)
|
|
|
|
|
5
|
Saya meyakini
agama saya adalah yang paling benar
(F)
|
|
|
|
|
6
|
Saya suka tergoda untuk berbuat judi (UF)
|
|
|
|
|
7
|
Saya selalu mengatakan hal yang sesuai dengan
kenyataan (F)
|
|
|
|
|
8
|
Saya ingin orang lain bisa menyadari kebaikan-kebaikan
saya (UF)
|
|
|
|
|
9
|
saya selalu mengerjakan Shalat karena mengharap ridha
Allah SWT (F)
|
|
|
|
|
10
|
Saya terkadang dengan sengaja meninggalkan hal-hal yang melanggar perintah Allah SWT
(UF)
|
|
|
|
|
11
|
saya selalu mengerjakan Shalat karena mengharap ridha
Allah SWT (F)
|
|
|
|
|
Penutup
Pada
hakikatnya
manusia tidak pernah terlepas dari segala masalah-masalah hidup. Akibat yang
timbul dari masalah-masalah hidup tersebut adalah timbulnya gangguan-gangguan
serta penyakit-penyakit kejiwaa..Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan
tersebut, maka dibutuhkan adanya psikoterapi. Ikhlas merupakan salah satu
psikoterapi Islam yang dirasa dapat dipakai, dimana ikhlas itu dapat merasuk
kedalam hati seseorang sehingga orang tersebut hatinya merasa lebih tenang ,
sejuk, dan damai. Caranya, yaitu dengan ajakan kepada hati / qolbu untuk terus
berharap (dalam hati) dengan penuh kepasrahan dan keyakinan total kepada Allah
SWT dalam melakukan segala sesuatu.
DAFTAR PUSTAKA
Faried,
Ahmad. 1993. Menyucikan Jiwa Konsep Ulama Salaf. Surabaya: Risalah Gusti
At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an, An Nawawi, hal.
50-51, Maktabah Ibnu ‘Abbas, cetakan pertama, tahun 1426 H.
Syarbini Amirulloh, & Haryadi Jumari, 2010, Dahsyatnya
Sabar, Syukur, &Ikhlas Muhammad SAW, Jakarta: Ruang Kata
Mujib Abdul, & Mudzakir Jusuf, 2002, Nuansa-Nuansa
Psikologi Islam, Jakarta: Rajawali Pers.
Wikipedia. 2016. Psikoterapi. http://id.wikipedia.org/wiki/Psikoterapi. Diakses Kamis, 2
Februari 2016.
Sentanu, Erbe. 2011. Quantum Ikhlas Teknologi
Aktivitas Kekuatan Hati. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
[1]
Rita L. Atkinson, dkk, Pengantar Psikologi, terj. Widjaja Kusuma, judul
asli ”Introduction to Psychology” (Batam: Interaksara, tt.), hlm.491. Frieda
Fordham, Pengantar Psikologi Carl Gusrav Jung, (Jakarta: Bhratara Karya
Aksara, 1988), hlm. 69.
[2]
James P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, terj. Kartini Kartono, judul
asli ”Dictionary of Psychology”, (Jakarta: Rajawali, 1999), hlm. 407.
[3]
Muhammad Mahmud Mahmud, Ilm al-Nafs al-Ma’ashir fi Dhaw’i al-Islan, (Jiddah:
Dar al-Syuruq, 1984) hlm. 403.
[4] Hasan Muhammad al-Syarqawi, Nahw Ilm
Nafs Islami, (Iskandaria: al-Hai’ah al-Mishriyah al-Ammah li al-Kitab,
1979), hlm 37-38.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar